Kamis, Januari 15, 2009
KONSEP MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KURIKULUM
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna penciptaannya “sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa al Qur’an, sebagaimana dikutip Quraish Shihab memandang kata taqwim disini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Berarti sebaik-baik bentuk dalam ayat ini tidak bisa hanya difahami baik dalam bentuk fisik semata, namun juga baik dalam bentuk psikisnya. Allah berbuat demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Makhluk lain yang diciptakan oleh Allah tidak memiliki dua dimensi secara utuh layaknya manusia. Hewan dan tumbuhan memiliki dimensi jasmani yang lengkap. Sementara dimensi rohaninya tidaklah lengkap. Hewan hanya dibekali insting sebagai modal baginya untuk menyambung dan mempertahankan hidup, tetapi tidak diberi akal. Bahkan tumbuhan tidak memiliki dimensi rohani yang demikian. Makhluk lainnya seperti malaikat, tidak memiliki dimensi jasmani, demikian juga bangsa syetan dan jin, tidak memiliki dimensi jasmani. Sementara manusia, Allah menata susunan diri manusia dengan dua dimensi, jasmani dan rohani . Khatib al Baghdadi mengistilahkannya dengan ruh dan jasad, bahwa diri manusia terbangun dari dua unsur yaitu ruh dan jasad. Jasad adalah organ tubuh bersifat materi, dan ruh bersifat immateri terdiri dari dua unsur lagi yaitu akal dan qalb. Akal adalah daya berfikir yang berpusat di kepala dan qalb adalah daya merasa yang berpusat di dada . Itulah yang menjadikan manusia makhluk paling sempurna dalam hal penciptaannya.
Kedua dimensi ini sudah membawa fitrahnya atau potensinya masing-masing dari kelahirannya. Hal ini diisyaratkan al Qur’an, dimana kata fitrah terulang sampai 28 kali, diantaranya dalam surat ar Rum ayat 30 yang berbunyi: “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fithrah tersebut. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” Kefitrahan manusia disini bermakna manusia berpotensi untuk mengenal dan beriman kepada Allah, ditandai degan adanya qalbu dan akal di dalam dirinya . Namun walau begitu, tetap saja manusia perlu mendapat pendidikan yang bisa membimbingnya untuk mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang sudah dimilikinya itu. Agar kemampuan dan potensi yang dimaksudkan dapat berkembang dengan baik dan menuju arah yang tepat, maka dibutuhkan pendidikan dengan kurikulum yang tepat pula. Kurikulum yang bisa membantu manusia mengembangkan kemampuannya, bukan kurikulum yang justru mengekang dan mengubur potensi itu. Apalagi terkait dengan situasi dunia hari ini, dimana persaingan untuk mempertahankan hidup menjadi semakin ketat. Sehingga perjuangan yang diperlukanpun menjadi semakin keras.
Dalam kehidupan yang semakin cepat dan menuntut kemampuan serta kualitas diri yang lebih dari sekedar, manusia terutama generasi muslim mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan tuntutan itu. Penyesuaian ini amatlah urgen karena bila generasi muslim terlambat membaca perubahan dan memahami tuntutan ini maka akibatnya akan semakin tertinggal dengan manusia lain, umat lain yang dengan cekatan telah mengambil posisi dan peran penting dalam persaingan global ini. Sebaliknya apabila generasi muslim dapat cepat tanggap terhadap tuntutan ini, maka umat Islam bisa berjuang dan bersaing dengan umat lain dalam banyak hal positif sehingga menjadi umat yang terbaik. Untuk mencetak manusia dan umat yang tahan uji, mampu bersaing dengan manusia dan umat lain modal utama yang harus diberikan adalah pendidikan. Karena pendidikan merupakan unsur kedua selain potensi lahiriah manusia yang merupakan modal dasar bagi kemajuan manusia itu sendiri.
Setiap program, jenjang atau jenis pendidikan memerlukan dan memiliki kurikulum. Karena kurikulum yang sudah terencana rapi akan mempermudah proses pembelajaran dalam mencapai tujuannya. Terkait dengan konsep manusia yang terdiri dari dua dimensi ini, maka kurikulum yang disodorkan haruslah dapat dengan cermat dan tepat mengena serta mengexplore potensi yang dimiliki. Namun sebelum membahas kurikulum yang dimaksud, lebih urgen lagi untuk mengetahui dan benar-benar memahami konsep manusia tersebut. Dengan adanya pengertian yang komprehensif tentang dua dimensi manusia, maka akan mudah diketahui kurikulum apa yang tepat bagi pengembangan potensi dua dimensi tersebut.
DIMENSI JASMANI
Mengenai dimensi jasmani, agaknya hal ini sudah bisa dipahami secara umum. Dimensi ini terdiri dari organ-organ tubuh yang bekerja secara terorganisir untuk kesehatan tubuh. Agar organ-organ dapat bekerja dengan maksimal dan menjalankan fungsinya masing-masing tanpa hambatan, maka perlu diberikan asupan gizi dan latihan-latihan yang bisa menjaga kesehatan organ tubuh. Oleh karenanya penting dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi diberikan pendidikan olehraga.
Bedanya dalam pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas olahraga menjadi mata pelajaran wajib yang tidak terpisah dari kurikulum sekolah, sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, olahraga tidak lagi menjadi bagian dari kurikulum wajib untuk dijalani. Karena pada jenjang pendidikan tinggi, setiap lembaga pendidikan diberi otoritas penuh untuk menentukan kurikulum yang akan diterapkan pada peserta didik. Sehingga disetiap lembaga pendidikan tinggi, hampir tidak ada yang mewajibkan mata kuliah olahraga karena lebih terfokus pada mata kuliah yang lebih menunjang dan terkait dengan bidang kajian yang diinginkan atau diarahkan lembaga pendidikan tersebut. Latihan-latihan fisik atau olahraga lebih menjadi ekstra kurikuler yang bersifat tidak wajib diikuti daripada menjadi pilihan mata kuliah wajib. Ini disebabkan lembaga pendidikan tinggi tidak harus mengikuti kurikulum manapun. Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama pun tidak mewajibkan atau memberikan arahan kurikulum. Sementara untuk jenjang pendidikan dibawahnya, baik depdiknas maupun depag memiliki kewenangan untuk mengatur dan menentukan arahan kurikulum dan mata pelajaran yang harus diikuti oleh setiap lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas, dan pendidikan olahraga dan kesehatan merupakan pelajaran wajib untuk dipelajari.
Perihal olahraga dan kesehatan tidak bisa diabaikan, karena tanpa adanya ilmu tentang olahraga dan kesehatan, manusia akan kesulitan menjaga kesehatan tubuhnya. Adanya pengetahuan tentang makanan sehat, sumber-sumber gizi yang penting untuk tubuh, cara-cara pencegahan dan pengobatan penyakit secara umum serta latihan fisik yang baik dan benar, merupakan modal dasar untuk menuju tubuh yang sehat. Tubuh yang sehat merupakan syarat mutlak untuk bisa bersaing dan berjuang demi mendapatkan peran dan fungsi penting dalam persaingan hidup hari ini. Oleh karenanya sangatlah benar bila pelajaran olahraga menjadi bagian penting dan mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan baik dari lembaga pendidikan dasar sampai menengah atas. Adapun bagi peserta didik pada perguruan tinggi, karena lembaga pendidikan tinggi tidak mewajibkan mata kuliah olahraga, maka peserta didik pada lembaga pendidikan tinggi yang pada umumnya sudah memasuki rentang umur dewasa , diharapkan dapat menjaga kesehatannya tubuhnya sendiri tanpa harus diberikan tuntunan secara teratur seperti pada lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya.
DIMENSI ROHANI
Sebaik apapun dimensi jasmani apabila dimensi rohaninya tidak terurus dengan baik, maka manusia akan sama dengan hewan. Bertingkah laku dan berfikir layaknya hewan, yang hanya memiliki insting untuk memperjuangkan hidupnya. Hewan tidak punya hati dan akal fikiran, insting yang diberikan Allah kepadanya hanya berguna untuk mencari makanan dan mempertahankan diri dari musuh. Karena tidak adanya hati dan akal fikiran maka hewan bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan makanan sebagai usaha menyambung hidup dan bisa menyerang siapa saja atau apa saja dengan cara apapun sebagai usahanya mempertahankan hidup. Apabila manusia tidak mendapat pendidikan yang tepat untuk membimbing rohaninya, maka manusia akan kehilangan fungsi dimensi rohaninya ini sehingga dapat melakukan apa saja, menyerang dan menyakiti siapa saja asalkan kebutuhan hidupnya terpenuhi dan merasa puas, walaupun untuk kepuasan itu ia mengorbankan kepentingan dan kebahagiaan manusia lain, layaknya hewan.
Seperti dikatakan bahwa hewan bertingkah laku hewani karena dimensi rohaninya tidak lengkap, hanya ada insting tanpa ada hati dan akal fikiran, maka sebaliknya manusia diharapkan dapat bertingkah laku manusiawi karena memiliki apa yang tidak dimiliki hewan yaitu hati dan akal fikiran; inilah yang menjadi bagian penting dimensi rohani manusia. Manusia perlu mendapatkan pendidikan yang tepat agar potensi dimensi rohaninya berkembang ke arah yang benar. Sebelumnya harus dipahami dulu apa yang dimaksud dengan hati dan akal sehingga dapat dengan lebih baik menentukan dan memilih kurikulum yang tepat untuk pengembangannya.
HATI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia hati memiliki arti bebeapa macam, salah satunya bisa diartikan organ tubuh yang berwarna kemeah-merahan di bagian kanan rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan, dan ada juga arti lain : sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian atau perasaan apapun .bila dibicarakan dari sudut medis maka yang dikatakan hati adalah liver, namun bukan hati yang ini yang dimaksudkan. Lebih tepat yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah hati dari sudut pandang psikologi yaitu labih mengacu kepada perasaan. Hati sendiri dalam al Qur’an dibahasakan dengan istilah qalbu, sementara term qalbu ini tidak hanya berarti hati saja, tetapi juga jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, dan juga untuk menyebut sesuatu yang murni , bukan untuk menyebut hati dalam istilah medis yaitu liver. Sementara untuk hati dalam pengertian liver ini diberikan term al kabid.
Al Qur’an menggunakan term qalbu dan fu’ad untuk menyebut hati manusia,
al Qur’an juga menggunakan kata shadr yang berarti dada atau depan untuk menyebut suasana hati dan jiwa sebagai suatu kesatuan psikologis : . Selanjutnya al Qur’an menggunakan term qalbu dalam pengertian akal : . Kadang qalbu juga berarti ruh .
Secara lughawi qalbu artinya bolak-balik, dan ini menjadi karakteristik dari qalbu itu sendiri, yaitu tidak konsisten, demikian Ahmad Mubarok menjelaskan. Selanjutnya Ahmad Mubarok membagi gagasan tentang qalbu ini menjadi tiga bagian: fungsi dan potensi hati, kandungan hati dan sifat-sifat hati.
Fungsi dan potensi qalbu
Fungsi yang utama dari qalbu adalah untuk memahami realitas dan nilai-nilai maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? . Pada ayat ini qalbu memiliki potensi yang sama dengan akal. Berangkat dari fungsi inilah maka qalbu secara sadar dapat memutuskan atau melakukan sesuatu , dan dari potensi inilah maka yang harus dipertanggungjawabkan manusia di hadapan Allah adalah apa yang disadari oleh qalbu : “ Allah tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyantun”. Begitu juga dengan pengertian istilah fu’ad dalam ayat ini “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Selanjutnya potensi hati yang diungkapkan al Qur’an adalah :
Bisa berpaling :
Merasa kesal dan kecewa :
Secara sengaja memutuskan dan melakukan sesuatu
Berprasangka : Al Fath 48 : 12
Menolak sesuatu : Al Tawbah 9 : 8
Mengingkari : Al Nahl 16 : 22
Dapat diuji : Al Hujurat 49 : 3
Dapat ditundukkan : Al Hajj 22 : 54
Dapat diperluas dan dipersempit : Al An’am 6 : 125
Bisa ditutup rapat : Al Baqarah 2 : 7
Kandungan qalbu
Menurut Mubarok, dalam al Qur’an sudah dipaparkan kandungan hati, yaitu sebagai berikut
Kedamaian : al Fath 48 : 4
Penyakit, diterangkan sebagai penyakit lemah keyakinan dalam ayat Al Baqarah 2 : 10 dan penyakit kenakalan diterangkan dalam surat Al Ahzab 33 : 32
Perasaan takut : Ali Imran 3 : 151
Keberanian : Ali Imran 3 : 126
Cinta dan kasih sayang :Al Hadid 57 : 27
Kebaikan :Al Anfal 8: 70
Iman :Al Hujurat 49,: 7, 14
Kedengkian :Al Hasyr 59 :10
Kufur : Al Baqarah 2: 93
Kesesatan : Ali Imran 3 : 71
Penyesalan : Ali Imran 3 : 156
Panas hati : Al Tawbah 9 :15
Keraguan : Al Tawbah 9 : 45
Kemunafikan : Al tawbah 9 : 77
Kesombongan : Al Fath 48 : 26
Sesuai dengan karakternya yang bolak balik maka kadar kandungan hati juga dapat berubah-ubah.
Sifat dan keadaan qalbu
Qalbu mempunyai karakter yang tidak konsisten, hingga karenanya sering terkena konflik batin. Interaksi yang terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai-nilai positif dengan tarikan potensi negatif yang berasal dari kandungan hatinya, melahirkan suatu keadaan psikologis yang menggambarkan kualitas, tipe dan kondisi tersendiri dari qalbu itu. Proses pencapaian kondisi qalbu melalui tahapan-tahapan perjuangan rohaniah, dan dalam prose itu menurut al Qur’an, manusia bersifat tergesa-gesa dan sering berkeluh kesah, masih menurut Mubarok.
Proses interaksi psikologis itu mengantar hati pada kondisi dan kualitas hati yang berbeda-beda, diantaranya :
Keras dan kasar hati : ali Imran 3 : 159
Hati yang bersih : Al Syuara 26 : 89
Hati yang terkunci mati : Al Syura 42 : 24
Hati yang bertaubat :Qaf 50 : 33
Hati yang berdosa : Al Baqarah 2 : 283
Hati yang terdinding : Al Anfal 8 : 24
Hati yang tetap tenang : An Nahl 6 : 106
Hati yang lalai : Al Anbiya 21 : 3
Hati yang menerima petunjuk tuhan : Al Taghabuun 64 : 11
Hati yang teguh : Al Qashshash 28 : 10
Hati yang takwa : Al Hajj 22 : 32
Hati yang buta : Al Hajj 22 : 46
Hati yang terguncang : Al Nur 24 : 37
Hati yang sesak : Al Mukmin 40 : 18
Hati yang tersumbat :Al Baqarah 2 : 88
Hati yang sangat takut : An Naziat 79 : 8
Hati yang condong kepada kebaikan : At Tahrim 66 : 4
Hati yang keras membatu : Al Baqarah 2 : 74
Hati yang lebih suci : Al Ahzab 33 : 53
Hati yang hancur Al Tawbah 9 : 110
Hati yang inkar : Al Nahl 16 : 22
Hati yang kosong : Ibrahim 14 : 43
Hati yang terbakar : Al Humazah 104 : 6-7
Dari keterangan di atas, yang berkaitan dengan fungsi, potensi, kandungan dan kualitas hati yang disebut dalam al Qur’an, disimpulkan bahwa qalb memiliki kedudukan yang tinggi dalam pengaturan arah hidup manusia. Qalb lah yang memutuskan dan menolak sesuatu, juga bertanggung jawab atas apa yang diputuskan. Sesuai pula dengan hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang mengatakan bahwa qalb adalah penentu bagi kesehatan manusia secara komprehensif “sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, tetapi diantara yang halal dan yang haram itu banyak perkara syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa menjaga diri dari yang syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus ke dalam syubhat berarti ia telah terjerumus ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekeliling tanah larangan, dikhawatirkan akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki daerah larangan, dan ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong organ yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya sehat, tetapi jika ia rusak maka seluruh tubuhnya terganggu, ketahuilah bahwa organ itu adalah hati.”
AKAL
Kata akal dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai daya berfikir, dan mengingat berasal dari bahasa Arab (aql ) yang mengandung arti mengikat atau menahan tetapi secara umum akal dipahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan, demikian yang dikutip Achmad Mubarok . Dalam psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan untuk menyelesaikan masalah (problem solving capacity).
Dalam ensiklopedi Islam dikatakan bahwa akal adalah daya berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya jiwa, mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti . Dalam al Qur’an aql tidak disebutkan dalam bentuk kata benda yang berdiri sendiri, melainkan dalam bentuk kata kerja, baik dalam bentuk fi’il madli maupun fi’il mudlari. Dalam al Qur’an, kalimat aql disebut dalam 49 ayat, satu kali dalam bentuk ‘aqiluuhh 24 kali dalam bentuk kalimat ta’qiluun satu kali dalam bentuk na’qilu satu kali dalam bentuk ya’qiluhaa dan 22 kali dalam bentuk kalimat ya’qiluuna.
Menurut Lisan Al ‘Arab, al ‘aql juga berarti al hajar yang artinya menahan, sehingga yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan diri dan mengekang hawa nafsu. Al Qur’an juga menyebut orang yang berakal dengan beberapa istilah yaitu uulinnuhaa yang berarti orang yang memiliki pencegah atau akal yang mencegah dari keburukan , uulul ilmi yang berarti orang yang berilmu , uuluul albab yang berarti orang yang mempunyai saripati akal , uulul abshaar yang berarti orang yang mempunyai pandangan yang tajam , dan dzuu hijr yaitu orang yang mempunyai daya tahan .
Kata aqala mengandung arti yang pasti yang mengerti, memahami dan berfikir. Hanya saja al Qur’an tidak menjelaskan bagaimana proses berfikir itu, pun tidak membedakan di mana letak daya berfikir dan letak alat berfikir. Juga tidak mengatakan pusat berfikir itu apakah di kepala atau di dada, karena qalb yang ada di dada juga kadang diterjemahkan dengan makna berfikir layaknya akal. Hal itu bisa dilihat di Al Tawbah 9:93 dan surat Muhammad 47:24. Jadi menurut al Qur’an aktivitas berfikir dan merasa tidak hanya menggunakan akal saja atau hati saja tetapi keduanya memiliki peranan yang sama penting. Sejalan dengan itu Abu Hudzail Al Allaf berpendapat bahwa akal berasal dari qalb, apabila mencapai kesempurnaan, akal ini berakhir pada otak manusia yang disebut dengan ilmu, sedangkan yang bersemayam dalam qalb adalah iradah yang menimbulkan harikah atau gerak. Untuk itu, akal haruslah berakal dari qalb agar dapat dikendalikan oleh qalb. Optimalisasi peran akal adalah untuk melakukan observasi, penelitian dan menentukan pilihan. Akal merupakan jalinan rasa dan rasio, yang mampu menerima segala sesuatu yang ditangkap panca indra dan sesuatu yang diluar pengalaman empiris. Akal berfungsi untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan, memecahkan persoalan dan mencarikan solusinya .
Sementara itu psikologi sudah mengkaji teknis kerja sistem jiwa dengan bahasan yang sangat rinci. Tentang otak, telah dibahas bahwa otak merupakan alat berfikir, dimana bagian kiri bekerja untuk hal-hal yang logis, seperti berbicara, bahasa, hitungan matematika, menulis dan ilmu pengetahuan yang bersifat logika, otak kanan bekerja untuk hal-hal yang bersifat emosi, seperti seni, apresiasi, intuisi dan fantasi, demikian tulis Mubarok.
Kapasitas akal
Manusia adalah makhluk yang perkembangannya sangat lambat dan bertahap di banding hewan. Walau begitu, manusia memiliki kapasitas kemampuan kerja yang sangat jauh lebih tinggi daripada hewan. Pembicaraan mengenai kapasitas akal ini sudah menarik perhatian para pemikir dari zaman dulu. Dalam lapangan teologi, aliran-aliran teologi seperti Mu’tazilah, Asy ‘ariyah dan Maturidiyah menempatkan pembahasan mengenai akal pada posisi dan fungsi yang penting, yaitu fungsi akal terhadap pengetahuan tentang keberadaan Tuhan dan tentang baik dan buruk. Dalam urusan pemaknaan hadits, para ahli hadits juga mengakui kehebatan daya analisis akal, sehingga dibolehkan penafsiran hadits bir ra’yi dengan berbagai persyaratannya. Tidak ketinggalan di kalangan fuqaha, kualitas akal juga diterima dan diapresiasi, sehingga membolehkan orang-orang dengan kualitas dan kapasitas akal tertentu untuk berijtihad terhadap suatu masalah. Bahkan metode ijtihadpun diakui penggunaannya terhadap suatu masalah yang benar-benar tidak ada pemecahannya sedikitpun setelah dirujuk kepada Al Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Tentang kapasitas akal, al Qur’an menurut Achmad Mubarok menjelaskan sebagai berikut :
Dengan akal, manusia dimungkinkan untuk berfikir menemukan kebenaran dan mengikutinya sebaliknya kekeliruan cara berfikir dapat menempatkan manusia sejajar dengan makhluk yang tidak berakal. Ini diisyaratkan dalam surat al Furqan 25:44. Sejalan dengan ini Ibnu Miskawaih –seperti yang diungkap Usman Najati mengatakan bahwa manusia memiliki daya fikir. Daya fikir menurut Miskawaih adalah daya yang menimbulkan proses berfikir dan ini mengarah pada kemampuan akal. Hanya manusialah yang memiliki kemampuan atau daya ini. Daya inilah yang membedakan manusia dari hewan. Derajat manusia dan tingkat perbedaannya dengan hewan atau makhluk tidak berakal lainnya tergantung pada tingkat dinamika, konsistensi, kebenaran penalaran, serta kemampuan membedakan dari daya ini. Intinya kadar kemanusiaan manusia bergantung pada kadar penerimaannya terhadap pengaruh akal. Hampir serupa dengan ungkapan Ikhwan ash Shafa bahwa akal adalah salah satu diantara daya-daya jiwa manusia yang fungsinya merenung, berfikir, merasionalkan, membedakan dan melaksanakan pekerjaan. Berfikir bagi ash Shafa adalah mengeluarkan semua pengetahuan yang dikenal, merenung adalah mengatur barang milik dan menyiasati masalah, mengkonsepsi adalah menjelajahi hakikat segala sesuatu, mensintesis adalah mengenal segala jenis dan macam, dan menganalogi adalah menjelajahi segala sesuatu yang hilang karena waktu dan ruang .
Akal mampu memahami hukum kausalitas, dalam surat al Mu’minun 23:18 dijelaskan bahwa Allah menyuruh manusia berfikir tentang Zat yang menghidupkan dan mematikan serta pertukaran malam dan siang.
Akal mampu memahami adanya system jagad raya, tercermin dalam dialog panjang antara Nabi Musa dan Fir’aun dalam surat As Syu’ara 26 : 18-68. Fungsi akal yang ini juga dilontarkan oleh Abu Bakar Ar Razi .
Mampu berfikir distinktif, yaitu mampu memilah-milah permasalahan dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui, diisyaratkan ayat ke empat surat al Ra’ad. “dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, dan tanaman-tanaman dan pohon-pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang, disirami air yang sama,. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
Mampu menyusun argumen yang logis. Ini diisyaratkan dalam surat Ali Imran ayat 65-68 yang berisi teguran bagi kaum ahli kitab yang saling berbantah tanpa argumen yang logis, “hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berfikir.”
Mampu berfikir kritis, yaitu kritis terhadap pendapat dan gagasan yang disampaikan orang lain yang tidak memiliki pijakan yang benar, dipaparkan dalam surat al Maidah ayat 103.
Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman. Sepeti teguran Allah terhadap orang Yahudi yang tidak bisa mengambil pelajaran dari sejarah yang telah mereka lalui. Ini tergambar dalam surat al A’raf ayat 164-169, yang diakhiri dengan kalimat : “apakah kamu tidak berfikir”.
Setelah uraian panjang di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hati dan akal merupakan sebuah pasangan kekuatan yang harus bersinergi untuk mengendalikan tingkah laku, sikap dan perbuatan manusia. Intinya hati dan akal harus memainkan peran yang besar dalam pengendalian kehidupan manusia ke arah yang benar. Menurut Buya Hamka, orang yang ada hati, orang itulah yang disebut berfikir. Ada hati artinya adalah ada inti fikiran dan ada akal budi. Apapun yang didengar telinga, dilihat mata, kesemuanya itu dibawa ke dalam hati, maka akan timbullah pertimbangan dan penelitian mendalam. Dua pasang panca indera secara aktif menyambungkan diri manusia dengan alam sekitarnya, yaitu penglihatan mata dan pendengaran telinga yang kemudian dicerna di dalam hati. Oleh sebab itu sangat tercela orang yang ada hati tetapi tidak berjalan fikirannya, ada mata tetapi tidak melihat, ada telinga tetapi tidak mendengar, sedangkan kedua panca indera itulah yang menghubungkan manusia dengan alam di luar dirinya. Kehalusan dan kecepatan tanggapan pendengaran, penglihatan dan hati itulah yang mempertinggi kecerdasan manusia di dunia ini .
Untuk peranan yang sebesar dan sepenting itu, hati dan akal tidak begitu saja menjadi mampu dan berkualitas secara instan seiring pertambahan umur manusia. Manusia memerlukan pendidikan yang baik untuk memberi pembelajaran terhadap hati dan akalnya.
KAITANNYA DENGAN KURIKULUM
Keberhasilan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari kurikulum yang telah direncanakan. Sehingga kurikulum memang memegang peranan penting bagi suksesnya sebuah proses pendidikan. Kurikulum yang dijalankan di sekolah-sekolah haruslah mengandung pelajaran-pelajaran yang memang dibutuhkan untuk pendidikan jasmani dan rohani peserta didik.
Untuk dimensi jasmaninya, pendidikan olahraga dan kesehatan sudah memiliki porsi dan posisi sebagai mata pelajaran yang wajib untuk diberikan pada peserta didik. Sementara untuk dimensi rohaninya, yaitu pendidikan hati dan akal, sampai saat ini pemerintah sepertinya masih terus mencari, mengolah dan mengujicobakan model-model kurikulum yang berganti-ganti. Kesemuanya itu dengan tujuan lebih memberdayakan lagi kompetensi hati dan akal peserta didik.
Pendidikan kualitas hati yang bagi Ibnu Qayyim al Jauziyah disebut “tarbiyatul qulb”, bagi al Ghazali dinamakan “riyadhatul qalbi”, sementara Buya Hamka menyebutnya dengan pendidikan hati, sangatlah berpengaruh terhadap pola berfikir akal nantinya. Oleh karena itu pendidikan hati tidak bisa dijadikan bahasan sampingan, karena ia memiliki pengaruh dan bahkan bisa menjadi pengendali terhadap cara kerja otak atau kinerja akal. Untuk tujuan peningkatan kualitas hati, jelas pendidikan agama memegang peranan terpenting dan terutama.
Pendidikan agama merupakan modal dasar manusia untuk menjadi baik dari segala segi, apakah itu sikap, perbuatan, perkataan bahkan pola fikir. Bicara mengenai pendidikan agama, maka kurikulum dan proses pendidikan agama yang paling mendasar terdapat bukan di lingkungan sekolah, melainkan di lingkungan keluarga dengan pendidik utama dan pelaksana kurikulum adalah orang tua. Anak merupakan investasi atau modal yang ditanam orang tua untuk bekal di akhirat kelak. Oleh karenanya orang tua hendaklah merawat, menyantuni dan bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan anak semaksimal mungkin.
Atas dasar ini dapat dilihat bentuk hubungan orang tua dan anak dalam tiga segi , yaitu:
1. hubungan tanggung jawab
anak adalah amanah yang dititipkan Allah dan kelak Allah akan bertanya bagaimana pertanggungjawaban atas amanah yang telah dititipkan tersebut. Allah menyuruh orang tua untuk menyayangi, memenuhi kebutuhan dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Pendek kata orang tua berkewajiban memimpin anak-anaknya dalam menjalani hidup ini dan nanti kepemimpinannya itu akan dipertanyakan allah di akhirat.
2. hubungan kasih sayang
anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang, itu merupakan suatu yang alami. Bak sebuah perhiasan yang memperindah, begitulah gambaran kehadiran anak dalam hidup orang tua, sebagai perhiasan dunia yang memperindah kehidupan, begitu pula dengan harta. Namun bukan berarti orang tua boleh menyayangi anaknya tanpa batas, karena perasaan cinta terbesar hanyalah milik Allah. Allah melarang manusia sangat mencintai atau bahkan menggantungkan harapan kepada anak dan juga harta, walau kedua hal ini memang perhiasan dunia, dimana tanpa keduanya kehidupan orang tua akan terasa kurang lengkap.
3. hubungan masa depan
anak merupakan investasi orang tua di akhirat, oleh karenanya sangatlah urgen bagi orang tua untuk mendidik anaknya dengan pendidikan agama yang cukup. Karena pendidikan agama menjadi penentu arah dalam hidup anak nantinya terutama setelah kepergian orang tua ke alam baqa. Bila anak menjadi tidak tahu menahu dengan norma agama, dan itu karena kurangnya pengawasan dan pendidikan agama dari orang tua maka itu akan menjadi beban yang sangat berat bagi orang tua di akhirat. Karena orang tua melalaikan kewajiban pemeliharaan anak yang telah dititipkan Allah, dan itu adalah dosa yang akan ditebus orang tua. Sebaliknya orang tua yang berhasil menjadikan anaknya hamba yang shaleh, berarti ia berhasil menunaikan kewajiban sebaik mungkin dan di akhirat nanti ia tidak akan di azab karena melalaikan kewajiban yang diembankan Allah di bahunya.
Salah satu bagian dari pendidikan agama adalah pendidikan akhlak dan moral. Pendidikan akhlak merupakan materi penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Karena manusia yang tidak berakhlak dan tidak bermoral walaupun kemampuan akalnya sangat tinggi akan jauh lebih membahayakan dari pada manusia yang bermoral dengan kemampuan akal yang tidak terlalu tinggi. Akhlaklah yang mampu menjadi rambu bagi manusia untuk tidak melakukan sesuatu yang asusila. Akhlak yang mulia akan menjadi pilar utama untuk tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan untuk bertahan hidup ditentukan oleh sejauh mana rakyat dari bangsa tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan moral. Semakin baik akhlak dan moral masyarakat suatu bangsa, maka akan semakin baik semua sendi-sendi kehidupan bangsa tersebut , demikian menurut salah satu mantan mentri agama negeri ini, Said Agil Munawwar.
Kekuatan akhlak sebagai rambu ini baru akan berfungsi bila akhlak itu sudah ditanamkan sejak dini. Karena akhlak dalam Islam bukan hanya sekedar indoktrinasi hukum-hukum yang dilegalisir dengan ayat-ayat, namun merupakan refleksi dari kualitas iman yang dimiliki individu. Oleh karenanya pendidikan akhlak juga tidak terlepas dari pendidikan keimanan. Akhlak yang ditanamkan tidak berbarengan dengan pendidikan keimanan, lambat laun hanya akan menjadi keharusan atau bahkan formalitas, dimana sesuatu yang bersifat kebiasaan atau formalitas bisa ditinggalkan sewaktu-waktu bila ada yang lebih penting untuk dilakukan. Sebaliknya akhlak yang ditanamkan seiring dengan pendidikan keimanan, lambat laun norma-norma akhlak tersebut akan menjadi bagian dari identitas diri, bagian dari konsep diri, dan akhirnya menjadi suatu kebutuhan bukan kebiasaan. Dimana segala sesuatu yang bersifat kebutuhan akan selalu dilakukan, sampai rasa pemenuhan terhadap kebutuhan itu tercapai. Intinya, manusia yang sejak dini mendapat pendidikan akhlak yang cukup disertai pendidikan keimanan yang memadai maka ia akan menjadikan akhlak sebagai bagian dari dirinya dan akan selalu ia jaga karena ia merasa butuh untuk berakhlak.
Pendidikan akhlaq terhadap anak baik di lingkungan keluarga maupun sekolah perlu dilakukan dengan beberapa cara :
1. menumbuhkembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan taqwa
2. meningkatkan pengetahuan tentang akhlaq yang dianjurkan leweat ilmu pengetahuan, pengamalan dan latihan. Agar dapat membedkan yang baik dan yang buruk
3. meningkatkan pendidikan keimanan yang menumbuhkembangkan pada diri manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya, selanjutnya keimanan itu akan mempengaruhi perasaan dan fikiran.
4. latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan baik tanpa paksaan
5. pembiasaan dan pengulangan melakukan hal-hal yang baik sehingga perbuatan baik menjadi keharusan moral, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri manusia
Keberhasilan pendidikan moral selain harus ditunjang oleh keberhasilan sub pendidikan agama lainnya, seperti pendidikan tentang keimanan, pendidikan tentang materi ibadah dan lainnya, tidak lupa peranan pendidik dalam mendidik akhlak dan moral peserta didik juga sangat menentukan keberhasilan pendidikan moral tersebut. Pendidik atau orang tua yang dipandang kurang berakhlak bahkan nyaris tidak bermoral dalam sikap keseharian, perbuatan dan perkataannya cenderung akan menghasilkan peserta didik yang bisa lebih tidak bermoral dan tidak berakhlak lagi. Emile Durkheim berpendapat bahwa tanggung jawab mendidik moral anak didik ada pada Negara, karena masalah moralitas tidak bisa dikaitkan dengan agama dan bukanlah tanggung jawab orang tua . Pendapat Durkheim ini tidak berlaku di dunia pendidikan Islam, karena justru sebaliknya, dalam Islam orang tua merupakan guru pertama bagi anak hampir dalam segala hal, terutama moral atau akhlak.
Apabila pendidikan keimanan telah mulai ditanamkan sejak dini seiring itu pula pendidikan akhlak bisa diterima oleh anak, sehingga anak bisa mulai dilatih berakhlak yang baik dengan dikenalkan kepada dasar-dasar sebab mengapa ia harus berakhlak baik. Ini akan membuat anak lebih mudah diajak berakhlak apabila ia diberikan dalil –sesuai kemampuan penerimaannya- yang menuntut ia untuk berakhlak. Apabila dari rumah anak sudah dibekali “basic” pendidikan keimanan dan pendidikan akhlak maka ketika di sekolah ia akan lebih mudah menerima pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan keimanan dan akhlak, sehingga lebih mudah pula penerapannya. Pada kelanjutannya, anak yang terpelihara pendidikan agamanya baik sisi keimanan maupun akhlaknya sedari dini di rumah dan di sekolah, bisa diharapkan untuk menjadi manusia yang beragama dan berakhlak. Dengan kata lain, manusia yang memiliki kualitas hati yang bersih dan bagus.
Namun, jika melihat tantangan hidup hari ini, memiliki hati yang baik dan akhlaq mulia saja belum cukup untuk hidup bahagia. Karena dunia sekarang menuntut skill yang lebih dari sekedar. Kemampuan nalar yang lebih dari standar, dan kualitas akal yang tidak bisa hanya pas-pasan. Untuk itu, anak didik juga perlu diberikan asupan materi pelajaran yang bisa merangsang daya nalar dan mempertinggi daya tanggap akal. Salah satu pelajaran penting yang tidak bisa ditinggalkan adalah matematika, walau kenyataannya banyak pelajar yang merasa bermusuhan dengan mata pelajaran ini, namun sesungguhnya mereka tidak menyadari bahwa matematika adalah salah satu ilmu yang bisa merangsang daya nalar dan mempercepat proses kerja otak. Salah satu pelajaran lain yang penting untung merangsang daya kerja akal adalah sejarah, dalam pelajaran sejarah terdapat pendidikan untuk menguatkan memori daya ingat, dan juga kemampuan menganalisa. Tidak beda halnya dengan ilmu biologi, kimia dan fisika, didalamnyapun terdapat latihan untuk menganalisa fenomena-fenomena tertentu, yang pada gilirannya kemampuan menganalisa dan mengkritisi fenomena ini bisa digunakan anak didik –saat ia telah dewasa- untuk menganalisa dan mengkritisi masalah-masalah dalam kehidupan, tantangan dan hambatan di dunia kerja dan sebagainya.
Terkait dengan ini, Ibu Hanifah mengajarkan tentang penganalisaan suatu masalah dengan pencarian hakikat seperti inti persoalan dan pengenalan alasan serta hukum-hukum dibalik teks-teks tertulis dengan menggunakan metode berfikir secara analisis dan kritis. Karena bagi Hanifah pendidikan pada hakikatnya adalah kemampuan kerja fikir untuk menganalisa suatu masalah yang ada di sekitarnya. Taraf berfikir menurut Hanifah adalah 1) pengetahuan : pada tahap ini anak didik baru belajar reseptif atau menerima apa yang diberikan. 2) komprehensi : pada tahap ini anak didik mulai berfikir dalam konsep tertentu dan belajar pengertian, 3) aplikasi : di tahap ini anak didik mulai belajar menerapkan apa yang sudah di dapatkan, 4) analisa dan sintesa : anak didik diajar untuk menguraikan fakta-fakta dan mulai menggabungkan, yang terakhir yaitu 5) evaluasi : ini tahap terakhir, disini anak didik dituntut untuk berfikir kreatif atau berfikir untuk memecahkan masalah .
Pada dasarnya semua ilmu memiliki fungsinya tersendiri bagi perkembangan otak anak didik. Oleh karenanya tidaklah benar bila dikotomi ilmu pengetahuan masih juga diberlakukan. Baik ilmu yang membahas ketauhidan tuhan, agama –termasuk didalamnya ilmu tentang al Qur’an dan hadits, fiqih dan ilmu kalam, dsb- , bahasa arab atau apapun yang menunjang dan berkaitan dengan kesemua itu adalah sama pentingnya untuk dipelajari dan dimengerti dengan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, sejarah manusia atau kelompok bangsa tertentu, bahasa inggris atau mandarin, atau ilmu tentang tehnik mesin, komputer dan sejenisnya atau yang berkaitan dengannya. Bahwa mengamati fenomena alam dalam biologi sama baiknya dengan mempelajari ayat-ayat al Qur’an dan hadits-hadits Nabi tentang keharusan bersyukur, karena lewat pengamatan terhadap fenomena alam manusiapun bisa bersyukur. Bahwa mempelajari tehnik informasi komputer sama baiknya dengan mempelajari ilmu dagang dalam kacamata Islam, jangan karena dahulu Nabi berdagang maka mata pencaharian yang halal hanya berdagang, sementara menjadi tehnisi komputer tidak halal. Karena sesungguhnya yang memegang kendali adalah hati, sehingga walaupun jenis pekerjaan yang dijalani halal namun bila hati tidak bersih maka akan selalu ada cara untuk menjalani pekerjaan halal itu dengan cara-cara yang haram sehingga hasil pekerjaan itu menjadi haram. Akan lebih baik menjadi tehnisi TV atau komputer tetapi berusaha dengan jujur tidak ada penipuan sehingga uang yang didapatkan halal, daripada menjadi pedagang kain seperti sejarah Nabi namun menipu pelanggan dan itu adalah haram, sehingga uang yang dihasilkan haram.
Karena dalam surat al Qashshash diisyaratkan bahwa Allah menyuruh manusia untuk tidak melupakan nasibnya di dunia walaupun tujuan terpenting adalah kampung akhirat, hidup sesudah mati. Ini berarti Allah membolehkan manusia untuk berusaha sehabis kemampuan akal dan tenaganya untuk bisa menggapai kebahagiaan dunia dengan tetap memperhatikan rambu-rambu yang telah dipancangkan agama. Ini juga berarti Allah tidak menyukai manusia yang tidak mau berjuang mencapai kebahagiaan hidup, hanya pasrah dan tidak mau mengeksplorasi kemampuan akal dan tenaganya untuk bersaing dan berusaha mengambil peran penting dalam hidup hingga ia bisa bermanfaat bagi dirinya dan manusia lainnya. Berarti kurikulum yang tepat dan sesuai dengan konsep manusia seperti yang dipaparkan di atas adalah kurikulum yang didalamnya tidak ada dikotomi ilmu, tidak membatasi dan mengungkung daya nalar. Tidak mengikat anak didik untuk hanya belajar pelajaran-pelajaran tentang agama sementara materi-materi penting yang berkaitan dengan tuntutan hidup hari ini seperti halnya memahami tehnologi informasi komputer, tehnik mesin, kedokteran, bahasa asing selain bahasa arab dan lain sebagainya dianggap tidak perlu dipelajari. Sebaiknya anak didik diberi kebebasan memilih sendiri materi yang diinginkannya sebagai modal untuk mencari penghidupan. Apakah itu tehnik pertanian, ilmu politik atau apapun, dan untuk sebagai penyeimbang hendaknyalah pendidikan agama sudah terlebih dahulu dipupukkembangkan dalam diri anak didik, sedari dini baik melalui pendidikan agama di sekolah terutama di rumah. Apabila hatinya sudah mantap dengan nilai-nilai keagamaan, baik itu keyakinannya terhadap tuhannya, cara-cara beribadah, dan juga nilai-nilai akhlak karimahnya, maka tidak menjadi soal apabila setelah dewasa ia lebih memilih mendalami ilmu-ilmu yang dianggap ilmu “umum”.
Agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, sebagai khalifah Allah di bumi, dan ia bermanfaat bukan hanya bagi dirinya tetapi juga manusia sekelilingnya, dan terutama ia bisa menjalankan kewajibannya kepada Allah yaitu beribadah, maka manusia haruslah memiliki bekal hati dan akal yang berkualitas.
Manusia berkewajiban beribadah kepada Allah, karena memang untuk itulah manusia diciptakan, dan ibadah dalam arti yang luas bukanlah hanya menjalankan shalat dan syariah wajib lainnya, tetapi yang juga dinamakan ibadah ialah menjalankan fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma-norma agama, sehubungan dengan keberadaan dan posisinya hidup di dunia. Apabila ia sebagai suami maka ia harus bekerja giat dan dengan cara halal untuk menghidupi anak istri, apabila ia seorang istri hendaklah ia menjadi istri yang bisa menjaga harga dirinya, juga harga diri suaminya, harta suaminya dan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan penuh kasih terhadap keluarganya. Apabila ia seorang dosen atau guru harusnya ia mengajar dengan profesional dan memperhatikan kode etik guru sehingga ia menjadi panutan bagi anak didiknya, apabila ia seorang atasan maka ia mengatur urusan dan orang-orang yang bekerja untuknya dengan adil dan objektif, sehingga tidak satupun bawahan atau pegawainya yang merasa dirugikan atau bahkan terzhalimi karena sikapnya. Apabila ia seorang pemimpin dalam masyarakat maka hendaklah ia menjadi pemimpin yang arif bijaksana, aspiratif, adil dan bertanggung jawab penuh terhadap semua tugas-tugasnya mensejahterakan masyarakat atau rakyatnya. Hingga akhirnya dalam skop yang lebih besar, masing-masing individu haruslah memiliki kualitas akal dan hati yang baik, agar bisa memimpin dirinya sendiri ke arah yang baik dan selanjutnya mampu mempengaruhi bahkan memimpin orang lain di sekitarnya untuk ikut menjadi baik. Dan kesemuanya itu, haruslah dimulai dengan pendidikan yang mengarah kepada peningkatan kualitas hati dan akal. Pendidikan itu haruslah seimbang, asupan materi yang diberikan untuk kedua wilayah yaitu hati dan akal haruslah setara. Karena pendidikan Islam yang didasarkan kepada ajaran al Qur’an berpijak kepada keseimbangan dan keadilan dalam memperlakukan seluruh potensi yang dimiliki manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Munawwar, Said Aqil Husain Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani dalam system pendidikan Islam, (Ciputat Press, Jakarta, 2005) Cet. 1
Darajat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga, dan Sekolah, (Bandung, Remaja Rosdakarya Offset, 1995)
Departemen Agama, Al Qur’an al Karim dan terjemahnya,(Semarang : Toha Putra, tt)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997) Cet ke 9,
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Terj. Lukas GInting, (Jakarta: Erlangga, 1990)
Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal Cet ke 2
Hamka, Tafsir Al Azhar
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta, LPPI, 2002) Cet. Ke V,hal 172-174
Mubarok, Achmad, Jiwa Dalam Al Qur’an (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. ke 1
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum,. ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 7
Shihab, M. Quraish, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2006), Cet. ke-7, hal 378
Shihab, Quraish, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998)
Suwito dan Fauzan (Editor), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, (Bandung : Angkasa, 2003)
Najati, Usman Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, Terj.(Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet ke 1
Nata, Abudin H, MA, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Gaya Pratama, 2005), cet ke 1
PENERAPAN HUKUMAN DAN GANJARAN DALAM PENDIDIKAN MENURUT HADITS
A. PENDAHULUAN
Peringatan dan perbaikan terhadap anak bukanlah tindakan balas dendam yang didasari amarah, melainkan suatu metode pendidikan yang didasari atas rasa cinta dan kasih sayang. Ibnu Jazzar al-Qairawani menjelaskan tentang perbaikan anak sejak dini, “Sesungguhnya masa kanak-kanak adalah masa terbaik bagi pendidikan. Apabila kita dapati sebagian anak mudah dibina dan sebagian lain sulit dibina, sebagian giat belajar dan sebagian lain sangat malas belajar, sebagian mereka belajar untuk maju dan sebagian lain belajar hanya untuk terhindar dari hukuman.”
Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dalam diri anak di atas bukanlah lahir dan fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orangtua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari keburukan sifat-sifatnya, tapi tidak mampu mengubahnya. Karena sifat-sifat buruk itu sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Maka berbahagialah para orangtua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak di masa mendatang.”
Merupakan kesalahan besar apabila menyepelekan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak, karena kebakaran yang besar terjadi sekalipun berawal dari api yang kecil. Maka bila orangtua mendapati anaknya melakukan kesalahan, seperti berkata kasar misalnya, hendaknya langsung memperingatinya.
Setelah mengetahui arti penting peringatan dan perbaikan bagi anak, maka para orangtua dan pendidik harus mengerti metode yang diajarkan Rasulullah SAW dalam peringatan dan perbaikan anak. Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut dengan metode ganjaran (reward) dan hukuman (punishement). Dengan metode tersebut diharapkan agar anak didik dapat termotivasi untuk melakukan perbuatan positif dan progresif.
Dalam topik ini akan dibahas tentang pengertian hukuman dan ganjaran, pendapat beberapa pakar pendidikan tentang pelaksanaan hukuman dan ganjaran serta penerapannya dalam pendidikan. Selanjutnya dibahas pula tentang ganjaran dalam bentuk hadiah sesuai dengan praktek Rasulullah SAW dalam menerapkan hukuman dan ganjaran.
B. PEMBAHASAN
a. Metode Pemberian Ganjaran (Reward)
1. Pengertian Ganjaran (Reward)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ganjaran adalah hadiah (sebagai pembalas jasa), dan hukuman; balasan.
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun balasan yang buruk.
Sementara itu, dalam Bahasa Arab ganjaran diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab bisa juga berarti pahala upah dan balasan. Kata tsawab banyak ditemukan dalam al-Quran , khususnya ketika kitab suci ini membicarakan tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata tsawab selalu diterjemahkan kepada balasan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam firman Allah SWT pada surat Ali Imran: 145, 148, an-Nisa: 134. Dari ketiga ayat di atas, kata tsawab identik dengan ganjaran yang baik. Seiring dengan hal ini, makna yang dimaksud dengan kata tsawab dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik.
Dalam pembahasannya yang lebih luas, pengertian istilah ganjaran dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. Muhammad bin Jamil Zaim menyatakan bahwa ganjaran merupakan asal dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang ganjaran tersebut lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan daripada celaan atau sesuatu yang menyakitkan hati.
Sedikit berbeda dengan metode targhib, tsawab lebih bersifat materi, sementara targhib adalah harapan serta janji yang menyenangkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.
2. Cara Mengaplikasikan Ganjaran
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran antara lain:
a. Ekspresi Verbal/Pujian yang Indah
Pujian ini diberikan agar anak lebih bersemangat belajar. Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memuji cucunya, al-Hasan dan al-Husein yang menunggangi punggungnya seraya beliau berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian.” (H.R. Ath-Thabrani dari Jabir ra). Oleh karenanya guru diharapkan mengikuti makna-makna dalam rangka memberi ganjaran atau pujian yang akan bermanfaat dan lebih menarik perhatian. Ganjaran-ganjaran yang diberikan dengan mudah terhadap suatu perbuatan akan menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik.
b. Imbalan Materi/Hadiah
Tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah. Cara ini bukan hanya menunjukkan perasaan cinta, tetapi juga dapat menarik cinta dari si anak, terutama apabila hal itu tidak diduga. Rasulullah telah mengajarkan hal tersebut dengan mengatakan, “Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian saling mencintai.” Beliau tidak mengatkan, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” Tidak dengan kata akan. Jadi hasilnya muncul secara cepat dalam menarik perasaan cinta. Setiap orang tua mengetahui apa yang disukai dan diharapkan oleh anaknya, sehingga hadiah yang diberikan dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan keadaan anaknya. Muhaimin dan Abd. Majid menyebutkan bahwa ganjaran dapat diberikan kepada anak didik dengan syarat dalam benda yang diberikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan, misalnya untuk anak didik yang ranking pertama diberikan hadiah bebas SPP, dsb.
c. Menyayanginya
Di antara perasaan-perasaan mulia yang Allah titipkan pada hati kedua orangtua adalah perasaan sayang, ramah, dan lemah lembut terhadapnya. la merupakan perasaan yang mulia yang memiliki dampak yang paling utama dan pcngaruh yang sangai besar dalam mendidik, menyiapkan, dan membcnluk anak. Hati yang tidak memiliki kasih sayang akan memiliki kekerasan dan kekasaran yang lercela. Diketahui bahwa sifat-sifat yang buruk ini akan mcnimbulkan reaksi pada anak-anak berupa kebencian mercka terhadap ayah dan ibunya. Karena itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi dan Amr bin Syu'aib, Rasulullah saw mengatakan, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil.” Jadi, kasih sayang itu harus diberikan kepada anak-anak. Anak tidak bolch dihukum ketika melakukan kesalahan seperti tindakan terhadap orang dewasa. Karena, orang dewasa dapat mcmbedakan antara yang benar dengan yang salah. Sedangkan anak tidak dcmikian. Jadi, yang menjadi prinsip ketika berinteraksi dengan anak. adalah kelembutan, kasih sayang, dan keramahan.
d. Memandang dan Tersenyum Kepadanya
Hal ini terkadang dianggap sepele, padahal ia menunjukkan cinta dan kasih sayang, sebagaimana juga dapat menunjukkan hukuman apabila pandangan yang diberikan adalah pandangan yang tajam disertai muka yang masam. Karena itu, pandangan yang lembut disertai dengan senyuman dapat menambah kecintaan anak terhadap orang tua atau guru. Pandangan sering pula menjadi sebab kebencian anak terhadap orangtuanya apabila mereka bermuka masam terhadapnya tanpa sebab yang jelas dan menyangkanya sebagai kewibawaan.
Senyuman merupakan sedekah sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW, “Tersenyumnya engkau terhadap saudaramu adalah sedekah.” Senyuman sama sekali bukan suatu beban vang memberatkannya, tetapi ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat, Ketika berbicara dengan anak-anak maupun dengan murid-murid hendaknya seorang ayah atau seorang guru mcmbagi pandangannya secara merata kepada mereka semua, sehingga mereka mendengarkannya dengan perasaan cinta dan kasih sayang serta tidak membenci pembicaraannya. Dan masih banyak lagi cara-cara lain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti menyambutnya dengan hangat, memberikan dorongan ketika bertanya dan menjawab, menerima pendapat-pendapat dan saran-sarannya, bersifat adil dan lain sebagainya.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Sebagaimana pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya, pendekatan ganjaran juga tidak bisa terlepas dari kelebihan dan kekuranagn. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan bahwa pendekatan ganjaran memiliki banyak kelebihan yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
b) Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
Di samping mempunyai kelebihan, pendekatan ganjaran juga memiliki kelemahan antara lain:
a) Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya. Sikap-sikap negatif yang mungkin timbul ini dijelaskan dalam sebuah hadis Nabi SAW bahwa beliau mendengar seorang laki-laki memberi hadiah kepada laki-laki lain, hadiahnya itu berlebih-lebihan. Berdasarkan kejadian itu, maka Nabi SAW bersabda: “Engkau telah berbuat kerusakan di belakang manusia.” (HR. Imam Bukhori). Praktek-praktek lain yang akan membawa akibat negatif juga dianggap tidak baik. Oleh karena itu, guru-guru atau para pendidik diharapkan dapat meninggalkan dari konskuensi yang berat hanya karena pemberian ganjaran kepada anak didiknya.
b) Umumnya ganjaran membutuhkan alat tertentu dan membutuhkan biaya, dll.
b. Metode Pemberian Hukuman (Punishement)
1. Pengertian Hukuman
Hukuman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan; 1). Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang, dsb. 2). Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim 3). Hasil atau akibat menghukum.
Dalam Bahasa Arab hukuman diistilahkan dengan ‘iqab, jaza’ dan ‘uqubah. Kata ‘iqab bisa juga berarti balasan. Al-Qur’an memakai kata ‘iqab sebanyak 20 kali, dalam 11 surat. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut terlihat bahwa kata ‘iqab mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat, dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan, seperti firman Allah SWT dalam surat Ali Imran: 11 dan al-Anfal: 13.
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, ‘iqab berarti:
1) Alat pendidikan preventif dan refresif yang paling tidak menyenangkan.
2) Imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta didik.
Istilah ‘iqab sedikit berbeda dengan tarhib, dimana ‘iqab telah berbentuk aktivitas dalam memberikan hukuman seperti memukul, menampar, menonjok, dll. Sementara tarhib adalah berupa ancaman pada anak didik bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.
Berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuat oleh anak didik, maka pendidik harus memberi nasihat atau peringatan yang akan membantu pribadi anak didik dalam mengevaluasi tingkah lakunya sendiri. Nasihat atau peringatan (nadzir) itu berasal dari Nabi SAW, misalnya dalam surat al-A’raf (7): 184, dan Hud (11): 12. Rasulullah SAW sendiri dalam banyak hal telah banyak mendapatkan teguran. Ini berarti, beliau dituntut agar tidak mengulangi perbuatan-perbuatan tertentu. Hal ini juga berlaku bagi para pelajar agar mempunyai respons positif terhadap teguran dan nasihat guru mengenai apa yang tidak boleh diperbuatnya. Peringatan dan teguran itu harus dipadukan dengan penjelasan alasan yang masuk akal dan indikasi alternatif-alternatif yang bisa diterima.
2. Cara Mengaplikasikan Hukuman
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman, yaitu bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secarta terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Pemberian hukuman menurut Najib Khalid al-Amir juga memiliki beberapa teori diantaranya dengan cara teguran langsung, melalui sindiran, melalui celaan, dan melalui pukulan. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman yaitu: 1) Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang. 2) Harus didasarkan pada alasan keharusan. 3) Harus menimbulkan kesan di hati anak. 4) Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 5) Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Seiring dengan itu, Muhaimin dan Abd. Majid menambahkan bahwa hukuman yang diberikan haruslah:
a. Mengandung makna edukasi. b. Merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada. c. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْاهُمْ وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا فِى اْلمَضَاجِعِ (رواه ابو داود)
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan shalat) jika mereka telah berusia sepuluh tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).
Terdapat beberapa cara digunakan Rasulullah SAW dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada anak, diantaranya:
1. Melalui Teguran Langsung.
Umar bin Abi Salmah r.a. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW. Ketika makan, biasa-nya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu bcliau berkata, 'Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”
Riwayat di atas menyiratkan beberapa nilai tarbawiyah yang dapat diterapkan dalam mendidik anak, yaitu:
a. Rasulullah SAW senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat keterikatan batin antara seorang pendidik dengan anak didiknya. Dengan begitu, dapat diluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan anak-anaknya ketika makan bersama, sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua orang tua. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat orang tua kepada anak-anaknya, baik itu nasihat dalam hal perilaku, keimanan, atau pendidikan.
b. Waktu yang beliau pilih pun sangat tepat. Beliau segera menegur ketika kekeliruan Umar bin Abi Salmah itu terjadi berulang-ulang sebelum kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan sehari-han. Jika dibiarkan, kekeliruan akan sulit diluruskan. Kalaupun dapat, kita membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak lagi. Karenanya, mengacu pada metode Rasulullah SAW di atas, maka kebiasaan jelek anak didik harus sesegera mungkin diluruskan. Model pendidikan ini wajib diambil sari patinya oleh para orang tua dan pendidik zaman sekarang.
c. Sebagai seorang pendidik, Rasulullah SAW memanggil anak dengan panggilan yang menyenangkan, seperti “wahai ghulam”. Abu Salmah pun menyenangi panggilan tersebut. Cara tersebut cukup efektif menarik perhatian anak sehingga mereka tidak kesulitan menerima nasihat. Ironisnya sekarang ini, jika melihat kekeliruan anak-anaknya, para orang tua marah besar sambil memanggil dengan sejelek-jelek nama.
2. Melalui Sindiran
Rasulullah SAW. bersabda, “Apa keinginan kaum yang mengatakan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tak senang dengan sunnahku berarti dia bukan golonganku.” (Lihat Shahihul Jami Ash Shagir, Juz 5, Hadits No. 5448). Sabda tersebut menyiratkan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam tarbiyah:
a. Mengatasi kesalahan anak didik melalui sindiran dapat menjaga wibawa anak di mata teman-temannya, sehingga dia tidak rendah diri. Hal itu mengisyaratkan bahwa upaya meluruskan kesalahan anak didik jangan dilakukan dengan cara menjatuhkan mentalnya karena itu dapat menimbulkan berbagai kelainan mental.
b. Ketika pendidik memperbaiki kesalahan anak didik melalui sindiran, diharapkan tali kasih sayang dan rasa percaya diri akan membentang di antara mereka. Pendidik merasakan ketenangan dan kerelaan hati tatkala meluruskan kesalahan sang anak didik, tanpa harus menyebutkan kesalahan anak tersebut di hadapan orang banyak. Dengan begitu, dia memiliki kesiapan pikiran dan konsentrasi dalam meluruskan kekeliruan anak didiknya.
3. Melalui Pemukulan
Cara mengatasi kekeliruan yang cukup besar di antaranya melalui pemukulan yang tidak berbekas. Namun, anehnya, saat ini banyak orang yang menentang teori tersebut dengan dalih, teori semacam itu tidak berperikemanusiaan, atau merupakan teori kuno. Padahal, Allah SWT, Sang Pencipta alam raya, manusia, dan jin, Maha Mengetahui akan kemaslahatan urusan dunia dan akhirat. Namun, "memukul" jangan diartikan sebagai tindakan pukul-memukul. Dalam cara itu terdapat kode etik pendidikan secara syar'i yang melindunginya, diantaranya:
a. Seorang pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan dan ancaman tidak mempan lagi.
b. Tidak boleh memukul dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan membahayakan diri anak. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah SAW, "Jangan marah!" (HR Bukhari)
c. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat yang berbahaya, seperti kepala, dada, perut, atau muka. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah SAW., "Jika salah seorang dari kamu memukul, maka jauhilah muka." (HR Abu Daud)
d. Disarankan agar pukulan tidak terlalu keras dan tidak menyakitkan. Sasarannya adalah kedua tangan atau kedua kaki dengan alat pukul yang lunak (tidak keras). Selain itu, hendaklah pukulan-pukulan itu dimulai dari hitungan satu sampai tiga jika si anak belum baligh. Tetapi, jika sudah menginjak masa remaja, sementara sang pendidik melihat bahwa pukulannya tadi tidak membuat jera si anak, dia boleh menambahnya lagi sampai hitungan kesepuluh. Hal itu mengacu pada sabda Rasulullah SAW, "Tidak mendera di atas sepuluh deraan kecuali dalam hukuman pelanggaran maksiat (hudud)." (HR Bukhari)
e. Jika kesalahan itu baru pertama kali dilakukan, si anak hams diberi kesempatan sampai bertaubat dari perbuatannya.
f. Hukuman harus dilakukan oleh sang pendidik sendiri, lidak boleh diwakilkan kepada orang lain, agar terhindar dari kedengkian dan perselisihan.
g. Seorang pendidik harus dapat menepati waktu yang sudah ditetapkan untuk mulai memukul, yaitu langsung kctika anak melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan, apabila seorang pendidik memukul orang bersalah setelah berselang dua hari dari perbuatan salahnya. Keterlambatan pemukulan sampai hari kedua ini hampir tidak ada gunanya sama sekali.
h. Jika sang pendidik melihat bahwa dengan cara memukul masih belum membuahkan hasil yang diinginkan, dia lidak boleh meneruskannya dan harus mencari jalan pemecahan yang lain.
Para pendidik Muslim telah maklum bahwa hukuman anak-anak di sekolah tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Qabisi dalam bukunya Al-Mufashsholah lil Ahwalil Muta’allimin wa Ahkamil Mu’allimin wal Muta’allimin, mengatakan bahwa guru atau pendidik harus mempunyai izin dari orang tua atau wali murid sebelum menghukumnya dengan lebih dari tiga kali pukulan. Dalam kasus-kasus tertentu membolehkan hukuman lebih dari sepuluh kali pukulan yang terhitung sebagai hukuman maksimal. Ibn Hajar al-Haitami (w1567 M), dalam risalahnya, Tahrirul Maqal, bahwa guru atau pendidik tidak berhak menjatuhkan hukuman badaniah kepada anak-anak didiknya, kecuali mendapatkan izin dari orang tua walinya. Al-Haitami tidak memperkenankan para pendidik untuk menjatuhkan hukuman badaniah pertama, dengan tiga kali pukulan sebagaimana al-Qabisi, tanpa ada izin orang tua wali.
Dalam keterangan di atas disebutkan hadis yang menerangkan tentang perintah shalat bagi anak mulai ia berumur tujuh tahun, dan memukulnya bila meninggalkannya setelah berumur sepuluh tahun. Maka pada umur-umur sebelum itu, orangtua harus pintar dan sabar dalam mendidik anak.
Tindakan memukul anak sebelum ia berumur sepuluh tahun dapat berakibat buruk bagi keadaan fisik maupun mentalitasnya. Al-Qabisi (w 1012 M) dan Ibn Sahnun (Muhammad bin Abdus Salam bin Said) mengatakan bahwa pendidik tidak boleh menjatuhkan hukuman ketika marah sebab mungkin hanya karena kehendak hawa nafsunya yang barangkali membelakangi fakta-fakta yang sesungguhnya. Prinsip lain yang mendapatkan tekanan adalah pendidik tidak boleh manjatuhkan hukuman atas dasar alasan-alasan pribadi. Prinsip ini sesuai dengan al-Qur’an surat Ali Imran (3): 134. Sementara itu, dalam keadaan tidak marah, orang akan mampu melaksanakan hukuman dengan sebaik-baiknya kepada orang lain. Maka hal ini menjadi alasan yang lebih kuat dalam rangka mendidik anak-anak. Sedangkan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya menjelaskan bahwa hukuman yang diberikan kepada anak kecil mungkin akan berakibat anak tersebut akan belajar menipu dan berdusta. Anak tidak boleh dipukul lebih dari sepuluh kali. Selain itu pun, cara ini hanya boleh dipakai dalam keadaan mendesak. Karena terlalu seringnya memukul anak akan menurunkan wibawa hukuman tersebut di mata anak, sehingga anak tidak takut lagi dipukul, karena sudah terbiasa. Akibat buruk lainnya adalah gangguan yang dapat terjadi pada fisik anak.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Pendekatan hukuman dinilai memiliki kelebihan apabila dijalankan dengan benar, yaitu:
a. Hukuman akan menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b. Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
c. Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.
Sementara kekurangannya adalah apabila hukuman yang diberikan tidak efektif, maka akan timbul beberapa kelemahan antara lain:
a. Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.
b. Murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta (karena takut dihukum).
c. Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.
Ahmad Tafsir menyebutkan, bahwa kedua metode di atas (ganjaran dan hukuman) merupakan metode yang sebenarnya tidak lebih baik dari targhib dan tarhib. Perbedaan utama antara tsawab dan ‘iqab dengan targhib dan tarhib adalah bahwa targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah SWT, sementara tsawab dan ‘iqab bersandarkan hukuman duniawi.
C. PENUTUP
Karena pengajaran merupakan aktivitas kependidikan, maka pendidik atau guru harus memberikan yang terbaik untuk memotivasi setiap anak didiknya dengan memilih metode yang berguna. Di samping itu pendidik boleh saja mempergunakan ganjaran dan hukuman sebagai kekuatan-kekuatan yang memberi motivasi. Fitrah manusia yang baik masyarakat lebih utamanya ganjaran ketimbang hukuman. Kedudukan pendidik Muslim yang tinggi ini menjadikan ganjaran lebih menarik perhatian. Ketika hukuman itu dilakukan dalam kesempatan-kesempatan, kiranya harus dihubungkan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Adanya asas hukuman jasmani tidak diletakkan sebagai alasan untuk mempergunakan metode hukuman badaniah dengan tanpa pandang bulu. Nabi SAW bersabda, “Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat baik dan lemah lembut dalam segala hal.” Maka tidak diragukan lagi, bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang cinta akan kebajikan dan kelembutan.
Oleh karena itu setiap pendidik hendaknya memperhatikan beberapa syarat dalam pemberian hukuman, yaitu mengandung makna edukasi, harus tetap dalam jalinan cinta kasih, dan sayang harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan bagi anak didik, diikutkan dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan kepada anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Shaleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Terj. H.M. Arifin dan Zainuddin), Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, Cet. II
‘Ali, Atabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1996, Cet. I
Amir, Najib Khalid al-, Min Assaalibir Rasul SAW fit Tarbiyah, Terj. Ibnu Muhammad, Tarbiyah Rasulullah SAW), Jakarta: Gema Insani Press, 1994, Cet. I
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasan Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, Edisi II, Cet. IV
Hafiz, M. Abd., Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: al-Bayan, Anggota IKAPI 1417 H, Cet. I (Terj.) Manhajut Tarbiyatun Nabawiyah lil Thifli, Kairo: Daarut Thoba’ah wan Nasrul Islamiyah, 1400 H/1988 M, Cet. II.
Muhaimin & Abd Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik & Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trugenda Karya, 1993, Cet. I
Mursi, M. Said, Melahirkan Anak, Masya Allah; Sebuah Terobosan Baru Dunia Pendidikan Modern, Jakarta: Cendekia Sentra, 2001, (Terj.) Fan Tarbiyah al-Awlad fil Islam
Nawawy, Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarof an-, Kitab Riyadhus Shalihin, Bab Wujubu Amri Ahli Baitihi,Beirut: Dar el-Fikr, 1409 H/1989 M
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992, Cet. I
Zaim, Muhammad bin Jamil, Petunjuk Praktis Bagi Para Pendidik Muslim, Jakarta: Pustaka Istiqamah, 1997
PERKAWINAN SEJENIS : HARUSKAH DILARANG?
Prolog
Merupakan hal yang sudah sangat lumrah apabila seorang wanita tertarik pada pria atau sebaliknya, saling jatuh cinta dan untuk kemudian berencana ingin hidup bersama dengan orang yang dicintainya itu. Inilah yang acapkali dikatakan sebagai fitrah, atau kodrat atau kenormalan atau apa saja istilah yang dikatakan masyarakat terhadap relasi heteroseksual ini. Namun terkadang dalam masyarakat apa yang dianggap “sewajarnya” dan “seharusnya” ini tidak berjalan sesuai dengan semestinya. Dalam arti lain tidak selamanya seorang wanita tertarik pada pria atau sebaliknya. Ada sebagian dari wanita yang menyukai sesamanya begitu pula ada dari sebagian pria yang menyukai sesamanya. Fenomena seperti ini telah terjadi dari zaman dahulu kala, bahkan jauh sebelum Islam datang. Ketertarikan sesama jenis yang biasanya diistilahkan dengan homoseksual untuk ketertarikan sesama pria, dan lesbian untuk ketertarikan sesama wanita, telah ada pada setiap kurun waktu zaman dan kebudayaan. Hanya saja kadang tampak secara jelas namun lebih sering secara terselubung.
Pada sebagian besar komunitas muslim, entah di negeri ini atau di negeri muslim lainnya, homoseksual merupakan sesuatu yang sangat diharamkan. Mereka memandang homoseksual sama dengan Liwath yang dilakukan oleh umat nabi Luth, atau yang lebih umum dikenal dengan sodomi, istilah yang berasal dari kota tempat terjadinya praktik honoseksual ini yaitu kota Sodom. Mayoritas umat Islam mencap homoseksual sebagai praktik seksual sesama jenis dan ini adalah mutlak melanggar kodrat yang telah ditetapkan Allah.
Sampai saat ini fenomena ketertarikan sesama jenis ini terus melebar dan menjadi momok yang menakutkan, bahkan dinilai sebagai sesautu yang sangat menghancurkan moral. Ada banyak fatwa-fatwa yang menentang, protes-protes dari berbagai kalangan untuk mengecam dan mencoba memusnahkan fenomena ini bahkan cenderung pula mengucilkan dan mengisolir pelaku atau komunitas yang mendukung praktik homoseksual dan lesbian ini. Begitu banyak pendapat yang menghujat dan menuding komunitas atau pelaku homoseksual sebagai pendosa besar bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun mereka yang dicap tidak normal atau menyimpang perilaku seksualnya ini sering tidak diikutkan dalam pergaulan dan bahkan ditolak keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
Namun begitu di sisi lain, juga cukup banyak pendapat dari berbagai kalangan bahkan aksi yang secara jelas menunjukkan dukungan mereka terhadap apa yang dinilai menyimpang ini. Secara lugas dan terang-terangan komunitas ini menunjukkan pembelaan mereka terhadap fenomena ini dan sekaligus pelakunya. Kelompok yang kedua ini mengatakan bahwa homoseksual bukanlah sesuatu yang harus dibenci bahkan dicap sebagai suatu dosa, karena –sekali lagi menurut mereka- hal ini adalah lumrah, normal, tidak menyimpang dan tidak bisa dikatakan melanggar kodrat.
Untuk menjembatani kedua pendapat yang bersilangan secara ekstrim ini, ada baiknya ditelusuri lebih dulu apa dan bagaimana yang disebut dengan homoseksual dan lesbian. Juga akan dipaparkan sedikit mengenai perkembangan homoseksual ini pada kurun waktu zaman dan kebudayaan yang berbeda berikut dengan tanggapan masyarakat di zaman itu, sehingga nantinya bisa melahirkan suatu pemikiran atau tanggapan yang komprehensif dan objektif tentang homoseksual dan lesbian ini. Walaupun, mungkin akan sulit dicari titik temunya,-terlebih karena kalangan yang berbeda pendapat ini memiliki dasar dan argumen yang sangat diyakini sebagai suatu kebenaran-, namun setidaknya ada usaha untuk membuka wawasan baru yang diharapkan nantinya akan memberi perubahan dan pencerahan terhadap cara masyarkat muslim negeri ini untuk lebih wise dalam menyikapi fenomena ketertarikan sesama jenis yang memang berpotensi untuk lebih lanjut menjadi “pernikahan sesama jenis”.
Fenomena homoseksual di zaman dahulu
Dalam kitab Upanishad II yaitu kitab agama Hindu yang khusus membicarakan hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai masalah seks dikatakan bahwa, lesbianisme dihukum dengan denda dan pemukulan terhadap gadis tersebut. Kepalanya digunduli atau pemotongan dua jari terhadap seorang perempuan yang mencemasi seprang gadis dan dia harus menunggangi keledai keliling kota, sementara homoseks mendapat hukuman yang lebih rendah. Menurut kitab itu seorang laki-laki dilahirkan dua kali, yang melakukan pelanggaran tidak wajar dengan seorang laki-laki harus mandi dengan memakai pakaian. Namun dalam teks lain dikatakan bahwa laki-laki itu kehilangan kastanya. Namun, beberapa penulis abad pertengahan menganggap "seks bawah" homoseksualitas sebagai suatu hal yang lazim dan bukanlah suatu ketidaknormalan .
Dalam ajaran Baha’ullah, praktik homoseksual dan lesbian tidak dianggap sebagai sesuatu yang dibolehkan. Meskipun ada beragam sikap yang sering diambil terhadapnya dalam sejarah kehidupan muslim di barat, tentu saja menentang kelalaian yang dianggap dosa semacam ini. Hubungan homoseksual dan lesbian ini dianggap melawan alam, suatu penyimpangan dan cara yang salah ketika mengekspresikan dalam bentuk hubungan seksual, walau bagaimanapun baiknya rasa kasih sayang antara dua orang yang berkelamin sama.
Tulisan Baha’i mengenai homoseksual dan lesbian ini meliputi dua konsep, yang pertama: homoseksual sebagai suatu orientasi atau kecendrungan seksual, yaitu suatu kondisi psikologis atau mental yang secara relatif stabil di mana seorang laki-laki atau perempuan tertarik dengan orang dari jenis kelamin yang sama. Konsep kedua: homoseksual sebagai tingkah laku, yang berarti tindakan-tindakan seksual diantara individu-individu dari jenis kelamin yang sama. Konsep yang kedua inilah yang tidak dibolehkan, dianggap tidak bermoral dan harus dihindari sebagaimana hubungan seks pranikah.
Dalam sebuah surat yang datang dari Mahkamah Universal kaum Baha’i dinyatakan bahwa “kondisi orang yang secara seksual tertarik kepada seseorang yang bukan dari lawan jenis, dianggap olah kepercayaan sebagai suatu distorsi terhadap sifat manusia sejati, sebagai problem yang harus ditanggulangi. Tidak perduli apakah kondisi fisik atau psikologis yang menyebabkannya”. Selanjutnya dijelaskan bahwa kondisi homoseksual dan lesbian memang bukanlah sesuatu yang alami, akan tetapi masyarakat diharapkan dapat sabar menerima dalam menyikapi, karena manusia selalu memiliki ketidaksempurnaan dan itu harus diperjuangkan untuk ditanggulangi, dan manusia lainnya atau masyarakat sekitar diharapkan untuk saling memahami dan bersabar satu sama lain.
Seorang homoseks atau lesbi dinasihatkan untuk mencari bantuan dokter dan melakukan segala usaha yang mungkin untuk menanggulangi kondisi ini. Dia harus ditolong secara spiritual maupun medis. Masyarakat sekitarnya memang harus bersabar tetapi tidak boleh dibiarkan dalam jangka panjang karena akan membawa aib bagi masyarakat. Tindakan-tindakan yang ditampakkan secara terang-terangan dari tingkah laku kaum homoseks disensor secara total dan orang diminta untuk meninggalkannya. Jika tindakannya tidak terlalu mencolok orang dengan perilaku homoseks ini tidak akan dikucilkan atau disisihkan dari partisipasi penuh kaum Baha’i. Hak suara dalam pemilu mungkin tidak akan dicabut, hanya saja sebagai sanksi administratif yang itupun bersifat sementara, adalah sekadar mencabut hak partisipasi di masyarakat untuk sementara waktu .
Pada masa kebudayaan Cina kuno, homoseks tidak disebutkan di dalam buku saku seksual karena buku-buku tersebu lebih memfokuskan perhatian pada hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Hal-hal ini sekaligs menunjukkan bahwa ghal tersebut jarang pada zaman-zaman awal dan berkembang pada abad pertengahan. Kalaupun ada, homoseksualitas sesama jenis agaknya dimaafkan pada kalangan orang dewasa. Karena hubungan intim antara dua elemen Yang diyakini tidak akan menghilangkan kekuatan vital.
Homoseksualitas perempuan atau yang biasanya disebut lesbianisme diangap lazim dan ditoleransi dengan ikatan yang pasti dianggap biasa menyebar di pondokan perempuan. Perempuan bisa saling bisa memuaskan secara wajar atau dengan alat bantu buatan, seperti dildo dobel atau exetion bell yang biasa digunakan untuk masturbasi.
Dalam buku "Cermin Cinta yang Jantan", pada masa kebudayaan Jepang masa lalu Saikaku (pengarang) menceritakan bahwa seksualitas sejenis merupakan hal yang lumrah. Pertumbuhan monotisisme Budha menjadikan homoseks biasa antara guru dan murid baik sembunyi maupun terang-terangan. Di golongan para prajurit, laki-laki muda memberikan pelayanan kepada sesama mereka sebagai ganti dari perhatian orang ta. Bahkan menurut penulis Saikaku, biara-biara Budha dan kuil-kuil Shinto dijadikan tempat favorit para homoseks .
Sementara dalam kitab perjanjian baru, homoseks merupakan perbuatan yang terkutuk. Berdasarkan cerita Sodom dan Gomorah yang dihancurkan karena praktik homoseks ini, bahwa mereka dikatakan telah menyerahkan diri pada perbuatan zina dan pergi menuruti daging yang asing .
Paulus sangat mencela homoseks laki-laki dan perempuan. Dikatakan: para perempuan mengubah manfaat alami dengan menentang alam, dan sebaliknya juga laki-laki, meninggalkan manfaat alami perempuan, terbakar dalam nafsu mereka satu terhadap yang lain, dan murka Tuhan tampak pada semua ketidakbaikan semacam ini (Rom :1-26 F) dalam katolik homoseks sangat dicela sehingga tidak memiliki tujuan yang esensial dan sangat penting, karena tindakan homoseks adalah kebejatan moral yang serius dan bahkan ditampilkan sebagai konsekuensi jelek dari menolak Tuhan .
Namun pada tahun 1993, gereja Metodis yang terbesar yang telah bertahun-tahun mendiskusikan seksualitas menegaskan ajaran Kristen tradisional mengenai "kesucian untuk semua di luar perkawinan dan kepatuhan di dalamnya. Tetapi eksistensi homoseksual diakui dengan adanya penerimaan"partisipasi dan kependetaan kaum lesbi dan guy di gereja. Sementara di gereja Anglikan di UK, eksistensi homoseksualitas di antara pendeta telah diketahui. Pernyataan uskup yang melarang hubungan homoseksual mendapat protes dan kecaman berat dari para homoseks., dan dianggap sebagai sikap kejam dan mencampuri urusan pribadi orang lain .
LEBIH MENGENALI HOMOSEKSUAL
Abnormalitas seksual oleh karena seksualitas sangat erat kaitannya dengan seluruh aspek kepribadian seseorang, maka penyimpangan seksual pada umumnya sangat berasosiasi dengan: 1) Maladjustment atau ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dianggap parah. 2) Kesukaran-kesukaran requrotes. 3) Ketakutan dan kecemasan neurotis terhadap relasi heteroseksual. Dari sekian banyak abnormalitas sexual, para ahli berpendapat bahwa abnormalitas sexual dapat digolongkan ke dalam 3 bagian : 1) Abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan seksual yang abnormal, termasuk didalamnya: perzinahan, prostitusi, promiskuitas, impotensi, ejakulasi dini, anorgasme dan sebagainya. 2) Abnormal seks yang disebabkan oleh adanya partner seksual yang abnormal. Yang termasuk golongan ini antara lain : homosex, lesbianisme, pedofilia , insect , saliromania dsb. 3) Abnormalitas seksual yang dilakukan dengan cara-cara abnormal dalam pemuasan dorongan seksualnya, termasuk di sini onani atau masturbasi, sadisme , transvitisme , transexualisme dan sebagainya .
Homoseks secara umum diartikan sebagai relasi seks dari jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai seks yang sama secara perasaan (kasih sayang, hubungan emosional) atau secara erotik, baik secara predominan (lebih menonjol) maupun ekslusif semata-mata terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan jasmaniah .
LESBIANISME
Lesbian berasal dari kata lesbos yaitu nama sebuah pulau di tengah lautan Eiges yang pada zaman dahulu dihuni oleh para wanita yang mereka melakukan hubungan seks di sana dengan sesamanya, karena tidak ada satu pun pria di tempat itu .
Goerge Haward dalam bukunya revolusi seks mengungkapkan: kita tidak begitu khawatir dengan bahaya nuklir yang mengancam kehidupan kita di abad modern ini, yang kita khawatirkan adalah serangan bom seks yang setiap saat meledakkan dan menghancurkan moral manusia. Pernyataan ini berdasarkan fakta empiris bahwa hubungan seks dewasa ini tidak hanya sebatas suami istri atau antara dua insan yang berlainan jenis, tetapi jauh melebar kepada hubungan seks sesama jenis, baik hubungan sesama laki-laki maupun sesama perempuan.
Beberapa pendapat mengenai hubungan seks dan lesbian diantaramnya Dr. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan: homoseks adalah hubungan seks yang dilaksanakan dengan partner sejenis. Di tambahkan oleh Dr. Ali Akbar: untuk mencari kepuasaan dengan jenis yang sama baik secara rangsang merangsang maupun tindakan yang menyerupai senggama.
Penyair homorus mencatat, bahwa gejala penyakit ini telah ada 800 tahun SM. Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Ford dan Beach tahun 1964 menunjukkan bahwa dari 76 masyarakat primitif yang diteliti 64% melakukan hubungan seksual sejenis .
Agenda komunitas homoseksual ini sangatlah sederhana, yaitu agar keberadaan mereka diterima dan tidak dipersalahkan oleh komunitas heteroseksual. Dalam proses ke arah ini mereka merekrut orang-orang baru. Melancarkan kampanye-kampanye yang sangat canggih dan beragam untuk meraih tujuan-tujuan mereka. Diantaranya partisipasi aktif dalam isu-isu sosial dan politik, seperti memberi makan masyarakat yang kelaparan dan berurusan dengan isu-isu hak asasi manusia. Di Amerika Serikat kaum homoseks ini melobi presiden –yang waktu itu- yaitu Bill Clinton. Sehingga walaupun homoseks dinilai menyimpang dan tidak normal oleh mayoritas masyarakat Amerika, namun kehadiran kaum homoseks dan lesbian diakui keberadaannya sebagai komunitas yang sah, tidak dikucilkan, atau bahkan dipinggirkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemungkinan yang menjadi batu loncatan bagi "kemerdekaan" kaum homoseks ini adalah pada tahun 1976, dimana American Psichiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika) menyatakan bahwa homoseksualitas diangggap sebagai warisan
Homoseksualitas saat ini telah menjadi gaya hidup alternatif, kecenderungan personal dan sebuah variasi alami yang makin subur di Barat. Dulu, asosiasi psikiater Amerika menganggap homoseksual adalah sebuah penyakit, namun sekarang anggapan itu sudah mengalami pergeseran menjadi homophobia atau kebencian terhadap kaum homoseks dan homoseksualitas lah yang dianggap penyakit.
Pada abad 19 homoseksual ini sangat dilarang terutama pada pemerintahan Ratu Victoria, karena kabarnya ratu ini sangat memperhatikan masalah akhlak. Namun setelah lama berselang pada tahun 1934 masalah ini muncul lagi ke permukaan. Pada tahun itu seorang ahli Ilmu Faal dari Hongaria bernama Dr. Benker untuk pertama kali memperkenalkan istilah homoseksual yang diambilnya dari bahasa Yunani yaitu "homois" yang berarti sama.
Penelitian tentang hal ini telah berjalan bersamaan dengan munculnya studi tentang seksualitas yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, yaitu semenjak berdiri institut seksuaologi Hierch Field di Jerman pada tahun 1919.
Institut tersebut digeledah oleh pemerintah Nazi pada tahun 1933, dan seluruh dokumennya dihancurkan dan dibakar serta kegiatan ilmiah dibekukan. Suasana yang menekan itu, cukup lama berlangsung dan baru muncul lagi di Amerika Serikat pada tahun 1960 sebagai pemberontakan terhadap kekangan moral, yaitu revolusi seks. Hal ini sejalan dengan perkembangan pola hidup yang serba boleh termasuk masalah seks.
Alfred Kinsley juga mengemukakan hasil penelitiannya, bahwa di Amerika terdapat 37% dari pria dan wanita yang diwawancarai, telah mempunyai pengalaman homoseksual. Ia juga mengutip penemuan Antropologi Ruth Benedict, bahwa "dari 195 kebudayaan dunia, hanya 14% yang melarang hubungan sejenis pria dan 11% yang melarang hubungan sejenis wanita".
Pada tahun 1969 kaum homowan membentuk suatu organisasi dan mendapat simpati dari sebagian anggota masyarakat. Sejak itu homoseksual mendapat perhatian dan dipublikasikan. Melalui media informasi internasional, homoseks ini tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebab-sebab terjadinya homoseksual
Mengenai sebab-sebab terjadi homoseksual, para seksuolog berbeda pendapat. Ada yang mengatakan karena pembawaan dan ada pula yang berpendapat karena faktor-faktor psikis. Di bawah ini di kemukakan beberapa pendapat: Moerthiko mengatakan, bahwa homoseksual itu terjadi disebabkan karena pengalaman-pengalaman di masa lampau tentang seks yang membekas di dalam fikiran bawah sadarnya. Ann Landers mengatakan, bahwa homoseksual dapat terjadi karena salah asuh di masa kecilnya atau perlakuan orang tua yang salah. Di sini bisa jadi orang tua amat menginginkan hadirnya anak laki-laki namun yang lahir ternyata anak perempuan, sehingga anak cenderung tersebut dididik dan dibesarkan layaknya anak laki-laki. Hal ini berpotensi untuk munculnya jiwa laki-laki dalam diri anak perempuan tersebut dan akhirnya bisa merubah orientasi seksualnya.
Menurut Syafiq Hasyim, fenomena lesbian dan homoseks hanya merupakan contoh di mana kita seringkali berfikir bahwa seseorang harus memiliki orientasi seksual yang sejalan dengan kebanyakan manusia. Padahal di balik itu terdapat banyak orang yang memiliki orientasi seksual yang sama sekali berbeda dengan manusia lainnya. Terkadang orientasi seks yang berbeda itu terkadang ada yang given , ada juga yang socially or politically constructed.
Orientasi seks adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan pilihan seksualitasnya. Maka kecenderungan seseorang untuk memiliki itu sangat dipengaruhi oleh sex dan gender. Artinya apakah seseorang menjadi lesbian or homo atau heteroseks didorong oleh sex ataukah gendernya. Karena itu penting untuk diketahui apa yang menjadi drifing force (faktor pendorong) orientasi seks seseorang.
Bila orientasi seks itu dikarenakan faktor-faktor yang bersifat bilogis atau di kalangan feminis populer dengan istilah determinisme bilogis seperti susunan hormonal atau sifat-sifat biologis lainnya, maka keadaan itu akan susah untuk dirubah. Seperti dalam hal kromosom , bayi laki-laki normal lahir dengan kromosom: X + Y = XY, dan bayi perempuan lahir dengan kromosom: X + X = XX, sementara ada bayi yang lahir dengan kromosom: X + X + Y = XXY. Bayi yang lahir dengan jenis kromosom inilah yang berpotensi menjadi seorang guy. Atau bisa menjadi lesbian apabila kromosomnya YYX. Maka bila ia menjadi lesbi atau homo maka hal itu bersifat kodrati. Dan dalam hal ini tidak dapat dipandang dari perspektif manusia. Manusia tidak berhak memberikan judgement apapun, hanya bisa dilihat dari perspektif Tuhan sbagai salah satu bentuk kekuasaan Tuhan.
Berarti bisa dimaknai di sini bahwa lesbian atau homo yang dalam kondisi ini merupakan fenomena yang di luar kemampuan manusia untuk menyelesaikannya. Karena memang dikarenakan faktor hormonal. Kecuali bila ada temuan-temuan baru yang mampu mengubah susunan hormon seorang lesbian atau homoseks sehingga menjadi normal. Namun apabila tidak kodrati atau dikarenakan pengaruh lingkungan, trauma atau semacamnya, maka hal ini dapat dicarikan solusi dan diupayakan penyembuhannya dengan cara mengubah orientasi seksualnya. Karena secara hormonal ia bukanlah orang yang tidak sempurna hormonnya sehingga orientasi seksualnya memiliki penyimpangan .
Gus Dur seorang alim ulama di negeri ini berpendapat bahwa lesbian dan guy adalah bagian dari sakit jiwa. Masyarakat tidak bisa mengatakan anti atau tidak, karena yang melakukan itu adalah orang sakit. Walau begitu orang yang hidup sebagai guy atau lesbi tetap diangap menyalahi kodrat kemanusiaan. Dari awalnya saja Allah sudah menurunkan mawaddah wa rahmah sebagai konteks sosial bagi hubungan lelaki dan perempuan dalam Islam.
Dalam relasi hubungan sejenis mawadah mungkin mawaddah bisa dicapai tetapi rahmah tidak . Homoseksual dan lesbian tidak boleh dihukum, karena hal itu merupakan problem yang aneh bila dihukum. Problem harus dipecahkan bukan dihukum. Bahkan Gus Dur lebih lanjut mengatakan tidak setuju kalau lesbian atau homoseks itu dituding, dimarahi serta diancam masuk neraka. Menurutnya harus dicarikan pemecahan secara konsultatif dan berangsur-angsur.
Dari sisi tinjauan perkembangan psikologi manusia, menurut psikolog Sawitri Sapardi Sadarjoen dari Universitas Padjadjaran Bandung, perilaku homoseksualitas merupakan hasil integrasi aspek bakat dan pola asuh orang tua. Ada tiga faktor utama yang dapat memicu homoseksualitas, yaitu faktor konstitusional-biologis yang termasuk faktor genetis, faktor kecelakaan dan lingkungan, dan faktor internal-bawah sadar.
Faktor pertama dan ketiga berpengaruh besar dalam pembentukan kategori homoseksual eksklusif, sementara faktor kedua berperan dalam kategori homoseksual fakultatif. Orang homoseksual eksklusif identitas seksualnya berbeda dari jenis kelaminnya sejak kecil. Sementara homoseksual fakultatif berperilaku homoseks hanya pada kondisi tertentu.
Dalam teori Sigmund Freud dikenal empat fase perkembangan psikoseksual , yakni fase oral, fase anal, fase phallic, dan fase genital, disitulah terjadi proses identifikasi psikoseksual anak, apakah dirinya laki-laki atau perempuan secara psikologis.
Keterbukaan atas preferensi seksual ini, seperti guy dan lesiban bahkan juga biseks terjadi sekitar lima tahun belakangan ini. Bahkan para lesbi dan homoseks itu secara terang-terangan menampakkan siapa mereka. Keterbukaan ini menurut Dede Oetomo -yang pada tahun 1982 mendirikan organisasi guy yang pertama bernama Lambda Indonesia dilanjutkan dengan Gaya Nusantara pada tahun 1987-, berlangsung selama lima tahun terakhir dan dibantu dengan pengaruh dari internet, media massa, dan multikulturalisme di Indonesia. Internet kini menjadi modus utama komunikasi dalam komunitas ini. Di ruang cakap (chatting room) ada yang disebut dengan saluran #gim dimana orang guy bisa berkenalan dengan bebas dan bercakap-cakap secara langsung dan pribadi. Seiring dengan gaya hidup kota besar, tempat-tempat pertemuan mereka juga didominasi dengan ruang-ruang publik seperti coffee shop di mall, kolam renang, ataupun tempat kebugaran. Sebuah media cetak menyediakan iklan baris untuk kencan sejenis. Kalau dulu ada ciri-ciri tertentu yang dipakai, seperti cincin di jari kelingking, anting di telinga kanan atau bahkan sapu tangan di saku belakang. Tetapi kini komunikasi bisa dilakukan hanya lewat tatapan mata saja. Ada yang diistilahkan dengan guydar (guy radar), ini diungkapkan oleh Jhon Badalu yang memprakarsai Q film festival yaitu festival film khusus komunitas guy.
Agustine (35) yang juga aktivis lesbian, biseksual, dan transgender di Koalisi Perempuan Indonesia, bercerita bagaimana lesbian mendapat tekanan, baik sebagai perempuan maupun gara-gara preferensi seksualnya. Sebuah penelitian terhadap 20 lesbian menghasilkan kalau 90% dari mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual dari keluarga dekat. Ini dilakukan untuk mengubah orientasi seks lesbian dari perempuan ke laki-laki. Bahkan ada yang dipaksa berhubungan seks dengan kakaknya atau sepupunya atas suruhan ayahnya. Agustine bercerita kalau ada perbedaan konsep lesbian generasi tua yang berusia di atas 40 tahun dan generasi muda yang berusia 15-25 tahun.
Bagi para guy atau lesbian, preferensi seksual mereka tidaklah berhubungan dengan kinerja mereka di dunia kerja. Mereka tetap bisa bekerja dengan nyaman dengan relasi kerjanya walaupun itu adalah lawan jenis. Dan kebersamaan dengan lawan jenis tidak bepengaruh pada tinggi rendahnya semangat dan etos kerja. Hanya ketika ada hasrat untuk melakukan hubungan seksual timbul ketertarikan pada sejenis. Di luar itu mereka bisa berpartisipasi dengan baik dalam keseluruh aspek kehidupan.
Berarti para homoseks dan lesbian itu bisa berbaur dengan baik sebagaimana layaknya mereka yang heteroseksual.
UNIVERSITAS MASJID AL AZHAR
(Sejarah berdiri, tujuan, kurikulum, dosen, biaya pendidikan,serta perkembangan hingga saat ini)
oleh:. Dzaatil Husni
PENDAHULUAN
Relevansi antara pendidikan dengan politik bukanlah hal yang baru. Azyumardi Azra mengemukakan bahwa dalam realitas sejarah pendidikan Islam dapat dilacak hubungan antara pendidikan dengan politik sejak masa pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam madrasah tinggi . Kenyataan ini dapat dilihat misalnya pada madrasah Nizhamiyah di Baghdad dan al Azhar di Mesir. Memang institusi pendidikan merupakan tempat yang aman untuk melestarikan dan mempertahankan sebuah ideologi atau doktrin kelompok atau penguasa tertentu.
Al Azhar di mata Internasional dikenal sebagai nama sebuah lembaga pendidikan tinggi di Kairo dan juga sebuah masjid sebagai pusat kegiatan Islam. Terutama untuk masa sekarang ini al Azhar juga dikenal sebagai benteng pertahanan doktrin Sunni. Walaupun pada dua abad sebelumnya merupakan media propaganda ajaran Syi’ah. Apa yang membedakan Al Azhar dari pusat-pusat lainnya mungkin adalah kedudukan Kairo yang menakjubkan secara geografis, sebagai persilangan bagi mereka yang naik haji dari Afrika Utara, tetapi juga bagi banyak cendekiawanbdan mahasiswa. Al Azhar menjadi terkenal bagi orang-orang Maroko yang naik haji .
Pada uraian berikut ini akan dijelaskan –walaupun jauh dari lengkap- perjalanan sejarah al Azhar mulai dari pembangunannya hingga perubahan kurikulum dan sistemasi pendidikan yang tidak terlepas dari ide-ide pembaharuan para pemikir Islam yang memiliki kontribusi langsung terhadap al Azhar.
SEJARAH BERDIRI
Nama al Azhar mulai dikenal pada masa dinasti Fathimiyah menguasai Mesir. Pada tahun 359H/970M khalifah al Mu’izz Lidinillah merintahkan panglima Jauhar al Katib as Saqili agar meletakkan batu pertama bagi pembangunan Masjid Jami’ al Azhar yang selesai pembangunannya pada tahun 361 H/971 M . Nama yang pertama diberikan untuk masjid ini adalah “Jami’ul Qahirah”, dinisbahkan kepada kota tempat masjid ini berdiri. Selanjutnya masjid itu dinamai “al Azhar” yang berarti gemerlapan dinisbahkan kepada Fathimah Az Zahra sebagai nenek moyang dinasti Fathimiyyah. Dikatakan juga bahwa Al Azhar didirikan sebagai monumen untuk memperingati dan menghormati Fathimah selaku leluhur ahlul bayt .
Pada masa penguasaan daulah Fathimiyah ini Jauhar al Katib menginstruksikan untuk tidak menyebut-nyebut bani Abbas dalam setiap khotbah Jum’at dan juga mengharamkan pemakaian jubah hitam serta atribut bani Abbas lainnya. Pakaian yang dipakai untuk shalat Jum’at haruslah berwarna putih. Azan diganti dengan “ Hayya ‘ala khair al amal” dan dalam khotbah Jum’at diucapkan : “Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Nabi Muhammad manusia yang terpilih, kepada Ali manusia yang diridhai, kepada Fathimah dan kepada Hasan dan Husein cucu Rasulullah. Mereka itu disingkirkan Allah dari kotoran dan disucikan. Shalawat atas diri imam-imam yang suci dan atas diri amirul mukminin al Mu’izz Lidinillah.”
Sebagai lembaga keagamaan al Azhar berfungsi sebagai pusat kegiatan al Muhtasib, yaitu jabatan agama yang penting dalam dinasti Fathimiyah. Al muhtasib dalam istilah Athiyah Musthafa Musyarrafah adalah orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, yaitu orang yang bertugas menjaga akhlaq dan nilai-nilai keutamaan serta amanat.
Kegiatan belajar, kurikulum, dosen dan pembiayaan.
Semula ide penguasa Fathimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar di al Azhar adalah karena kepentingan mazhab . Namun gagasan ini kemudian berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah peguruan tinggi.
Pada tahun 975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiah yang sederhana, seperti kuliah-kuliah yang diberikan pada masjid ‘Amr, masjid al Askar, dan masjid Ibnu Tholun di Kairo. Para pejabat negara dan ilmuwan terkenal dicatat untuk dijadikan kelompok pertama penerima pelajaran yang diberikan oleh Abu Hasan Ali bin Muhammad bin an Nu’man al Qairani yang bergelar Qadhi al Qudhdhat (kadi tertinggi) di kerajaan Fathimiyah waktu itu.
Materi pertama yang disajikan adalah mengenai prinsip-prinsip fikih Syi’ah yang terkandung dalam buku al Ikhtisar atau al Iqshar, dan ditulis oleh orang tua Abu Hasan an Nu’man. Pada masa ini yaitu masa pemerintahan al Mu’iz Lidinillah sistem pengajaran terbagi ke dalam empat kelas: kelas pertama: untuk orang-orang yang datang dengan maksud mempelajari Al Qur’an dan penafsirannya, kelas kedua: untuk para mahasiswa yang kuliah dengan para dosen yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan dan mengkaji jawabannya, kelas ketiga: Daarul Hikam yaitu kelas khusus di mana para muballigh datang memberikan kuliah formal pada hari Senin untuk umum dan hari Kamis untuk mahasiswa pilihan, dan kelas keempat: yaitu kelas untuk para pelajar wanita .
Seri kuliah kedua diberikan oleh Mentri Ya’kub bin Killis yang disebut seri Ibnu Killis. Pada tahun 975 M sistim perkuliahan mulai lebih teratur, Ibnu Killis yang juga wazir dari khalifah al Aziz Billah Abu Mansur Nazar mendatangi khalifah dengan usul agar kuliah diadakan lebih teratur dan lebih kontinu. Selain itu Ia juga berusaha menghimpun sekelompok ulama fikih untuk menghadiri pertemuan ilmiah setiap Jum’at sore setelah shalat Ashar. Jumlah ulama yang berkumpul sebanyak 35 orang, dipimpin oleh al A qabah Abu Ya’kub, seorang kadi al Khandaq. Semua biaya ditanggung oleh pemerintah. Keuangan, makanan bahkan termasuk tempat tinggal khusus disediakan tidak jauh dari masjid.
Kuliah yang diberikan Ibnu Killis ini beraliran Syi’ah. Bidang-bidang yang menjadi pokok bahasan ialah ilmu agama dan bahasa seperti ilmu al Qur’an, hadits, ilmu kalam, ushul fikih, ilmu nahu, ilmu sharaf, sastra dan sejarah. Selain itu juga mulai diajarkan ilmu-ilmu umum yaitu logika, kedokteran, ilmu ukur, ilmu falak, ilmu bumi, musik dan sebagainya. Setiap pelajaran diberikan oleh guru yang ahli dibidangnya. Guru duduk dihadapan para murid membacakan pelajaran kemudian berdiskusi dalam masalah yang diperlukan. Di samping itu juga diajarkan filsafat dan ekonomi sebagai pelajaran tambahan .
Guru-guru yang mengajar antara lain; Abu Hasan An Nu’man: dipandang sebagai ahli dalam fikih ahlulbait, ahli sastra dan penyair. Saudaranya Muhammad bin Nu’man juga anaknya Husein bin Nu’man yang pada kelanjutannya menjadi khalifah dinasti Fathimiyah 996-1021 M. Hasan bin Zaulaq seorang ahli sejarah dan ahli fikih. Al Amir Mukhtar Abdul Malik Muhammad bin Abdul Malik bin Ahmad al Hadani seorang mentri pada masa al Hakim Biamrillah, yang mengarang kitab Akhbar Mishr yang merupakan suatu warisan besar. Kitab ini memaparkan sejarah mesir dengan arca-arca yang terdapat di negeri ini. Buku lainnya adalah buku sejarah sastra dan ilmu falak.
Selain kegiatan belajar kegiatan-kegiatan keagamaan juga dipusatkan di sini. Yaitu acara peringatan Maulid Nabi, hari asysyura dan lainnya. Al Azhar juga berfungsi sebagai tempat sidang khalifah, sidang peradilan, dan pertemuan para kadi pada hari-hari tertentu.
Untuk masalah pembiayaan dinasti Fathimiyah menyediakan wakaf untuk mengelola pelaksanaan pendidikan tingkat tinggi di al Azhar ini. Fathimiyah memiliki penghargaan yang sangat tinggi terhadap pendidikan, penguasa sangat memperhatikan pelaksanaan dan berusaha melengkapi fasilitas kegiatan keilmuan. Diantaranya adalah usaha besar al Hakim mendirikan Daar el Hikmah sebagai lembaga penelitian sekaligus perguruan tinggi pada tahun 1005.
Pada masa dinasti Ayyubiah, al Azhar tidak banyak berperan. Disebabkan kerajaan Fathimiyah mempropagandakan ajaran Syi’ah dimana al Azhar sebagai media utamanya sementara dinasti Ayyubiah selaku penguasa saat itu di bawah pimpinan Shalahuddin Al Ayyubi semuanya bermazhab Sunny. Shalahuddin al Ayyubi sengaja menutup dan me-nonaktif-kan fungsi al Azhar untuk mengantisipasi kuatnya paham Syi’ah yang sudah tersebar dan mengakar di Mesir. Bahkan khalifah al Aziz Billah dan al Hakim yang pada masa Fathimiyah memiliki hak untuk menyampaikan ceramah di masjid al Azhar, pada masa Ayyubiah ini dicabut haknya.
Kendatipun begitu pengembangan studi di al Azhar tetap berjalan walaupun lebih banyak bergantung kepada usaha pribadi dan orang-orang yang perduli dengan pengajaran agama. Berbagai pelajar dari negara lainpun berdatangan juga ada kunjungan dan perhatian ulama terkenal. Pada masa pemerintahan putra Shalahuddin; Sultan Aziz Imaduddin Usman (589H/1193H - 594H/1198M) datang beberapa ulama terkenal ke al Azhar : Abdul Latif al Bagdadi datang untuk mengajar ilmu bayan dan ilmu mantik. Syekh as Sahuri. Ibnu al Farid (seorang sufi). Syamsudin Khallikan, mengajarkan sejarah Abu Abdullah al Qudha’i seorang ahli hadits dan sejarah . Ada juga al Hufi seorang ahli bahasa, abu Abdullah Muhammad bin Barakat seorang ahli nahu, dan Hasan bin Khatir al Farisi ahli fikih mazhab Hanafi dan ahli tafsir.
Beralih ke dinasti Mamluk (1250-1517). Al Azhar yang selama hampir satu abad non aktif mulai dibuka kembali. Pembukaan ini atas usulan seorang amir yaitu Izzudin Aismur al Hilli yang bertempat tinggal di sekitar masjid kepada Sultan az Zahir Baybars agar masjid itu difungsikan kembali untuk ummat. Masa ini adalah masa yang sangat sulit penuh kemelut sehubungan dengan penaklukan kota Baghdad oleh tentara Tartar dan pengusiran serta pembantaian umat Islam di Andalusia (Spanyol).
Kehancuran ini justru memberi nafas baru bagi al Azhar, karena para ulama dari Baghdad maupun Spanyol banyak yang menyelamatkan diri ke Mesir dan bernaung di al Azhar. Kegelapan di Baghdad dan Spanyol di sisi lain memberikan cahaya bagi al Azhar. Ulama yang berlindung di sini mulai mengembangkan ilmu mereka dan membuat al Azhar kembali sibuk beraktivitas, seperti diantaranya Ibnu Khaldun yang datang pada 1382 M dan mengajarkan hadits serta fikih Imam Malik.. Pembiayaan proses pendidikan saat ini juga ditanggung oleh penguasa yang secara ikhlas memberikan bantuan dana.
Pada masa dinasti Mamluk ini al Azhar mengalami peningkatan. Dikarenakan penguasa memerintahkan agar berbagai cabang ilmu yang diajarkan itu dibukukan, sehingga banyak ulama yang menuliskan pemikirannya pada masa ini. Untuk setiap buku yang dikarang diharuskan dibubuhi nama amir atau sultan terlebih dahulu. Tehnik penulisan pada masa ini adalah 1. Matan (ringkasan) yang sering dihafal mahasiswa tanpa benar-benar memahami isinya. 2. Syuruh yang menerangkan kandungan matan. 3. Hawasyi (catatan pinggir) yang memiliki makna lebih luas dari syuruh. 4. Taqrir (laporan) berupa komentar atau penjelasan atas masalah tertentu yang terdapat dalam hawasy. Cara penulisan ini juga diterapkan dalam pengajaran dan kondisi pembelajaran seperti ini bertahan sampai masa Usmani. Sistem pengajaran yang dipakai adalah sistim halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran dalam masjid). Seperti lazimnya di sekolah Islam pramodern, di al Azhar tidak ada prosedur izin formal, ruang kelas, bangku, jenjeang, fakultas, silabus mata pelajaran atau ujian tulis. Metode pendidikannya banyak menekankan hafalan dan ulasan, sering tentang ikhtisar dan tafsir.
Penaklukan Usmaniyah atas Mesir pada tahun 1517 telah mengalihkan kekuasaan dan patronase ke Istambul. Mulai masa ini al Azhar mengalami pasang surut bahkan nyaris kehilangan pamornya. Banyaknya mahasiswa dan tenaga pengajar yang pergi meninggalkan Kairo dan harta wakaf al Azhar yang banyak dieksploitasi untuk kepentingan penguasa memicu kemunduran Jami’ah ini . Imperium Usmani ini lebih banyak memfokuskan diri kepada kepentingan militer dan kurang memperhatikan pendidikan. Itulah sebabnya tidak ditemukan adanya ulama yang hadir dari dinasti ini. Kendatipun begitu al Azhar masih mampu bertahan dan muncul sebagai tempat ilmu Islam Arab. Al Azhar juga menjadi penghubung vital antara penduduk yang berbahasa Arab dan elit militer berbahasa Turki.
Pada akhir abad ke17, para syaikh masjid memilih ketua (syaikh al Azhar) sendiri. Syaikh al Azhar selain merupakan jabatan akademis juga merupakan kedudukan politik yang berwibawa. Jabatan ini mulai dibentuk sekitar tahun 925H/1517M. semenjak itu syaikh al Azharlah orang pertama yang berhak memberikan penilaian atas reputasi ilmiah bagi tenaga pengajar, mufti, dan hakim. Dia jugalah yang berhak membagikan harta wakaf, hadiah dan sebagainya. Para syaikh yang mayoritas bermazhab Syafi’i memonopoli jabatan itu dari 1725 hingga 1870. Hal ini merupakan otonomi yang besar karena kaum penguasa saat itu bermazhab Hanafi.
Masa kebangkitan dimulai sejak pendudukan Perancis atas Mesir (1798-1801M). Tiga minggu sejak Napoleon Bonaparte mendarat di Alexandria seluruh Mesir telah jatuh ke kekuasaan Perancis. Napoleon datang membawa perubahan, bersamanya ia membawa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat. Di Kairo Ia mendirikan Institut d’Egypte yang mempunyai empat bagian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi politik, dan sastra seni. Perpustakaan dari lembaga ini besar sekali dan berisi buku-buku bukan hanya berbahasa Eropa, tetapi juga buku-buku ilmiah dalam bahasa Arab dan Persia. Lembaga ini melakukan penelitian ilmiah dan hasilnya diterbitkan dalam majalah La Decade Egyotinne. Napoleon juga membawa percetakan yang disamping berhuruf latin juga berhuruf arab. Ia juga membawa ahli-ahli tentang ketimuran yang mahir berbahasa Arab.
Napoleon memiliki hubungan yang baik dengan para ulama al Azhar dan lembaganya banyak dikunjungi oleh mahasiswa Mesir. Disinilah pertemuan ulama Islam abad ke19 dengan ilmuwan-ilmuwan dari Barat. Dari sinilah para ulama mulai menyadari bahwa dalam bidang pemikiran dan ilmu alam ternyata Muslim sudah jauh ketinggalan. Tetapi hanya sedikit ulama al Azhar yang berfikir bahwa pemikiran dan ilmu yang ilmiah itu harus dipelajari dan diambil alih .
Setelah ekspedisi Napoleon berakhir, Muhammad Ali seorang perwira Turki mengambil alih kekuasaan. Di tangannya Mesir mengalami perubahan progressif. Ia banyak mengirimkan pelajar untuk belajar di Perancis. Sekelompok pelajar diawasi oleh seorang imam, salah satu diantaranya adalah Rif’ah al Thahthawi seorang ulama al Azhar. Selama di Perancis Iapun dengan biaya sendiri ikut mendalami bahasa perancis untuk kemudian mendalami ilmu pengetahuan Barat. Sekembalinya dari Perancis, Ia pun menanamkan ide-ide pembaruan ke al Azhar.
Salah satu idenya adalah pendidikan universal yaitu pendidikan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Ia juga berpendapat bahwa al Azhar perlu memasukkan ilmu-ilmu modern ke dalam kurikulumnya agar bisa menyesuaikan interpretasi syari’at dengan kebutuhan dunia modern. Pintu ijtihad baginya tidak tertutup, karena apabila tertutup akan membawa kepada fatalisme, satu sikap yang juga ditentang keras oleh Thahthawi. Al Thahthawi merupakan pemuka Islam pertama yang menghembuskan angin pembaharuan ke al Azhar.
Mengenai sistem pendidikan di al Azhar sendiri, sebelum 1872 ijazah yang diberikan kepada anak didik di al Azhar tidak melalui ujian, tetapi diberikan melalui keputusan pribadi masing-masing guru, berdasarkan sistem pendidikan yang diatur sebagai berikut: 1. Untuk mata kuliah tertentu terdapat seorang guru besar. Mahasiswa berusaha mendampingi guru besar sampai guru itu meninggal dunia dengan tujuan mendapatkan derajat keilmuan yang sama tinggi seperti gurunya. 2. Mahasiswa bisa mendapatkan nilai pada mata kuliah tertentu sedangkan pada maa kuliah lain ditunda. Mahasiswa bisa menjadi guru pada mata kuliah yang telah lulus dan menjadi murid pada mata kuliah lain yang belum lulus. 3. Setiap mahasiswa yang mempunyai kemampuan dalam mata kuliah tertentu diperbolehkan mengajar mata kuliah itu dan apabila ia dapat menghasilkan fatwa sesuai mata kuliah yang diajarkan maka ia akan mendapatkan ijazah. 4. Setiap mahasiswa bebas memilih mata kuliah yang diminatinya tanpa terkait dengan jadwal kehadiran.
Perubahan mulai terlihat lebih jelas ketika al Azhar dipimpin oleh Syaikh Muhammad Abbasi al Mahdi al Hanafi, rektor ke 21 yang pertama bermazhab Hanafi. Pada bulan Februari 1872 Ia memasukkan sistem ujian untuk mendapatkan ijazah al Azhar. Calon ‘alim harus berhadapan dengan suatu tim beranggotakan 7 atau 6 orang syaikh yang ditunjuk oleh syaikh al Azhar untuk menguji fikih, ushul fikih, tauhid, tafsir, hadits, nahu, sharaf, bayan, mantiq dan bayaan. Kandidat yang berhasil lulus berhak mendapatkan asy syahadah ‘alimiyah atau ijazah kesarjanaan.
Pada tahun 1879 M didirikan perpustakaan untuk membantu memenuhi kebutuhan mahasiswa terhadap buku. Maret 1885 keluar undang-undang mengenai peraturan tenaga pengajar di al Azhar. Seseorang dapat hak mengajar apabila ia telah mengarang buku-buku induk untuk ke dua belas bidang studi diatas.
Usaha pembaruan selanjutnya dilakukan oleh Syekh Mohammad Abduh . Abduh mengajar di al Azhar dan juga di perguruan tinggi Daar Ulum, yang mengembangkan kurikulum modern guna mempersiapkan para fungsionaris untuk birokrasi Negara. Proyek modernismenya bertujuan membebaskan pemikiran religius dari belenggu peniruan buta (taklid) dan membuka jalan bagi reformasi yang akan mengungkapkan kekuatan spiritual Islam secara tepat bagi dunia modern. Abduh melegitimasi program reformasi ini dengan menarik perbedaan seksama antara pesan spiritual esensial Islam dan elaborasinya dalam ketentuan dan hokum sosial. Ia menjelaskan bahwa doktrin fundamental iman kepada Allah, wahyu melalui nabi-nabi yang berakhir dengan Nabi Muhammad, dan tanggung jawab moral dilesarikan oleh para leluhur shaleh (salafus shalih) dan bahwa prinsip ini dapat diabadikan oleh komunitas muslim. Tentu saja, secara ilmiah jika keadaan berubah, formula seperti itu pun dapat diadaptasi dan dimodifikasi untuk kebutuhan baru. Abduh mengarahkan perhatian pada modernisasi kurikulum dan reformasi pengadilan agama. Ia mengeluarkan fatwa progresif tentang membolehkan busana barat, bunga bank dan masalah perceraian .
Maksud kompromi Abduh dengan kekuatan kolonial, dan lebih mendasar dengan proyek westernisasi adalah menegaskan identitas Mesir dan pembebasan melalui reformasi Islam akan tetapi penetrasi barat menenggalamkan usahanya. Ketika Syaikh Muhammad Abduh datang ke al Azhar pertama kali untuk belajar al Azhar berada dalam kondisi kejumudan yang demikian parah. Sangat konservatif, sehingga saking konservatifnya Fazlur Rahmanpun tidak mau melanjutlkan studi ke al Azhar sebaliknya pergi ke Oxford. Fazlur Rahman sangat mengkhawatirkan ketidakkritisan dunia pendidikan al Azhar, sehingga ia mengatakan bahwa al Azhar itu mewakili sosok akhir pemikiran Islam abad pertengahan dengan beberapa modifikasi kecil-kecilan sementara posisi intelektual spiritualnya tetap statis .Pada mulanya usaha ini ditentang oleh ulama konservatif namun akhirnya berhasil dijalankan ketika kepemimpinan al Azhar berada di tangan Syekh an Nawawi yang juga teman dekat Abduh. Berangsur angsur mulai diadakan pengaturan libur yang lebih pendek daripada masa belajar. Uraian pelajaran yang bertele-tele seperti syarah al hawaisy berusaha untuk dihilangkan. Abduh juga memasukkan kurikulum modern seperti fisika, ilmu pasti, filsafat, sosiologi dan sejarah ke al Azhar. Abduh sendiri menjadi orang pertama yang mengajarkan etika dan politik di al Azhar Di samping masjid didirikan dewan administrasi al Azhar (idarah al azhar) dan diangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas syekh al Azhar.
Bersamaan dengan ini dibangun pula riwaq sebagai sarana tempat tinggal para pelajar dari luar Kairo juga para dosennya. Pembangunan riwaq ini juga didanai oleh wakaf. Dalam setiap riwaq ada syaikh dan tunjangan makan, di riwaq yang besar terdapat perpustakaan. Kamar kecil dan kamar tidur. Pada sekitar 1900 terdapat tiga riwaq untuk pelajar di Mesir Bawah, Fayyum, Mesir Atas dan Mesir Tengah. Ada juga riwaq untuk kaum kurdi, Berber, Jawa, India, Afghanistan, Sudan, Suriah, Yaman, Somalia dan Hijaz.
Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1908, jenjang pendidijkan al Azhar dibagi menjadi tiga: pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dengan masa belajar lima tahun masing-masing jenjang. Dibentuk pula Majlis Tinggi al Azhar, organisasi ulama-ulama terkemuka, badan administrasi untuk setiap tingkat pendidikan rendah dan menengah, dana pengaturan kepegawaian.
Selanjutnya melalui UU No 49 tahun 1930, studi di Al Azhar disempurnakan lagi menjadi empat jenjang pendidikan: pendidikan rendah selama 4 tahun, pendidikan menengah selama 5 tahun, pendidikan tinggi selama 4 tahun, dan pendidikan tinggi kejuruan selama 5 tahun. Pendidikan tinggi kejuruan terbagi dua bagian, yaitu pertama kejuruan karier dimana alumninya bergerak di bidang da’wah seprti khatib, imam dan muballig. Sedangkan yang kedua yaitu kejuruan peradilan dimana alumninya bergerak dalam bidang peradilan. Menurut Dodge sebagaimana yang dikutip Mona Abaza bahwa sejak ditetapkannya UU 1930 oleh raja Fuad membentuk al Azhar sebagai universitas sesungguhnya .Fakultas yang ada saat itu adalah fakultas bahasa arab, ushuluddin dan syari’ah. Dari masa ini kata universitas mulai dikenakan kepada al Azhar. Sehingga mulai biasa disebut Jami’ah al Azhar.
Pada masa kepemimpinan syekh Mahmoud Syaltout sebagai rektor al Azhar ke 41 diangkat pada 21 oktober 1958. sebagai rektor universitas Al Azhar ia memiliki peluang besar untuk merealisasi cita-cita dan pemikirannya selama ini tentang al Azhar. Ia memindahkan institut pembacaan al Qur'an ke dalam masjid Al Azhar dengan susunan rencana pelajaran tertentu dalam masalah keislaman. Ini mengembalikan fungsi al Azhar pada posisi sebagai pusat kajian al Qur'an bagi seluruh umat Islam secara bebas tanpa terikat jam dan ujian. Ia juga mendirikan kompleks Universitas al Azhar di samping masjid sebagai tempat tinggal pelajar dilengkapi dengan perpustakaan dan ruang belajar.
Selanjutnya ia mengeluarkan UU pembaruan yang disebut UU Revolusi Mesir tahun 1961 yang mengatur tentang organisasi al Azhar. Juga ditetapkan adanya fakultas-fakultas baru seperti fakultas kedokteran, pertanian, tehnik disamping fakultas keagamaan yang sudah lebih dulu ada. Menurut Syaltut, peraturan baru ini bagi universitas Al Azhar adalah pelaksanaan prinsip-prinsip ulama Islam mengenai kemanusiaan dan penciptaan lapangan kerja bagi anak-anak universitas al Azhar dalam berbagai bidang untuk mewujudkan cita-cita kaum muslimin di seluruh dunia terhadap institut mereka yang kuno itu. Senada dengan Abaza, Rifyal Ka’bah berpendapat bahwa UU ini memberi peluang besar terjadinya perpaduan kembali pendidikan agama dengan pendidikan umum sebagaimana dilalui dalam realitas sejarah pendidikan Islam zaman keemasan . Lembaga-lembaga al Azhar juga telah ditetapkan yang terdiri dari Majelis Tinggi al Azhar, Lembaga Riset Islam, Biro Kebudayaan dan Misi Islam, Universitas al Azhar dan Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah.
Selain itu juga ditetapkan tujuan universitas yaitu: 1 Mengemukakan kebenaran dan pengaruh turas Islam terhadap kemajuan umat manusia dan jaminannya terhadap kebahagiaan dunia dan akhirat. 2 Memberikan perhatian penuh terhadap turas ilmu, pemikiran dan kerohanian bangsa Arab Islam. 3 Menyuplai dunia Islam dan negara-negara Arab dengan ulama-ulama aktif yang beriman, percaya diri, mempunyai keteguhan mental dan ilmu dalam bidang aqidah, syariat dan bahasa al Qur’an. 4 Mencetak ilmuwan agama yang aktif dalam semau bentuk kegiatan, karya, kepemimpinan dan menjadi contoh yang baik, serta mencetak ilmuwan dari berbagai ilmu pengetahuan yang sanggup aktif dalam hikmat kebijaksanaan dan pelajaran yang baik di dalam maupun di luar Republik Arab Mesir, 5 Meningkatkan hubungan kebudayaan dan ilmiah dengan universitas dan lembaga ilmiah Islam di luar negeri.Undang-undang ini juga dianggap sebagai batas pemisah antara al Azhar masa periode khalifah al Muizz Lidinillah dengan al Azhar periode Gamal Abdel Naser.
Pada tahun 1962 al Azhar membuka pintu bagi mahasiswi dengan mendirikan al Azhar Woman’s College yang ditempatkan di gedung-gedung baru dengan jumlah mahasiswi sekitar tiga ribu berdatangan dari berbagai negara Islam. Pada tahun ini perpustakaan al Azhar telah memiliki 7.700 jilid buku sedangkan pada permulaan abad ini sudah mencapai 36.642 jilid buku. 10.932 diantaranya adalah tulisan tangan.
Akan halnya kurikulum, secara substansial kurikulum yang dipelajari sebelum modernisme Islam hampir sama dengan kurikulum di Nizhamiyah dan Haramain. Bahkan menurut Azyumardi Azra pada kurun waktu itu para guru memiliki kecendrungan intelektual yang sama yaitu bertitik tolak pada Islam tradisional . Baru ketika ketertinggalan masyarakat Mesir akan ilmu pengetahuan tersadarkan oleh hadirnya Napoleon dengan kemajuan ilmu pengetahuannya, kurikulum pendidikan mulai bergeser orientasinya.
Pergeseran orientasi kurikulum pendidikan ini dimulai dengan semangat Hellenisme yang dihembuskan Jamaluddin al Afghani . Pembaharuan bisa dikatakan berawal dari sini. Ketika para cendekiawan muslim menyerap semangat hellenisme yang memberikan porsi besar kepada penggunaan akal, mengutamakan sikap rasional dan cenderung kepada ilmu-ilmu sekuler ke dalam jiwa mereka dan mulai meletakkan tonggak bagi perkembangan ilmu-ilmu umum. Mereka antara lain adalah al Kindi, al Farabi dan Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd . Namun awalnya ide hellenis ini ditolak keras oleh kaum semitis, yaitu para ulama konservatif.
Jamaluddin al Afghani yang menurut Ernest Renan seorang kritikus agama dari Perancis merupakan perpaduan antara Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd , yang juga merupakan guru dari Mohammad Abduh merupakan pejuang modernisme yang gigih. Al Afghani datang ke Kairo beberapa tahun menjelang meninggalnya al Thahthawi dan menyerukan hal yang sama. Baginya tidak ada seorangpun yang berhak menutup pintu ijtihad. Pendidikan bersifat universal. Wanita bukan hanya boleh mendapat pendidikan seperti pria tetapi juga boleh bekerja di luar rumah asalkan situasinya cocok untuk itu. Semangat hellenisme itu diturunkan Jamaluddin kepada muridnya yaitu Mohammad Abduh.
Abduh adalah seorang yang bertanggung jawab besar. Ini terlihat dalam upayanya merestorasi al Azhar. Ia berusaha keras sepenuh kemampuannya untuk merubah cara fikir dan stagnasi dunia pendidikan yang jelas-jelas dirasakannya di al Azhar ketika ia belajar di sana. Namun sesuai dengan keyakinan Abduh bahwa “perubahan tak akan disukai” usahanya justru dihalangi oleh penguasa saat itu yaitu Khedive ‘Abbas Hilmi. Pada akhirnya Abduh diangkat menjadi mufti Mesir agar ia tidak bisa menjadi syaikh al Azhar. Kendati begitu apa yang telah dilakukannya ketika mengajar di al Azhar telah memberikan angin segar dan telah mulai merubah siatuasi pendidikan yang semula stagnan. Usahanya tidak terbatas dalam perubahan kurikulum tetapi juga pengaturan administrasi dan sistim pendidikan, yang semuanya itu dilakukan karena Abduh merasa memiliki al Azhar sehingga berkewajiban memajukan al Azhar. Usaha pembaharuan yang dilancarkan Abduh boleh dikatakan berhasil walaupun tidak bisa mengubah al Azhar setaraf universitas Eropa, tetapi Abduh berhasil membuat jumlah mahasiswa yang maju untuk diuji bertambah.
Al Azhar dalam perspektif kontemporer. Banyak yang beralih dari sistem al Azhar ke sekolah negeri pada abad kedua puluh. Pada 1970-1971 hanya 1% siswa sekolah dasar, 2% siswa sekolah menengah, dan 5% mahasiswa al Azhar yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah keagamaan. Seksi da’wah dan bimbingan al Azhar mengirimkan da’i dan penceramah ke seluruh Mesir. Al Azhar mempunyai pers sendiri. Majallah al Azhar berdiri pada 1930 dengan nama asalnya nur al Islam., program Radio Suara al Azhar pada 1959 dan para da’i Azhar kian meramaikan gelombang udara radio dan televisi Mesir.
Sementara di luar Mesir al Azhar dipandang sebagai pejuang Islam Sunni dan bahasa arab. Pelajar lulusan al Azhar dan guru besar al Azhar yang bertugas di luar negeri dibutuhkan untuk membantu mendirikan dan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan di tempat mereka berasal.
Walaupun begitu al Azhar tetap saja konservatif. Al Azhar menjauhi para aktivis Islam, mulai dari al Afghani, sampai Sayyid Quthb dan Hasan al Banna . Kedua pemikir Islam ini adalah alumni Dar el Ulum bukanlah lulusan al Azhar. Dewasa ini pemimpin kelompok-kelompok Islam bukanlah dari komunitas al Azhar. Syaikh-syaikh al Azhar menyebut Islamis radikal sebagai orang Islam yang berpengetahuan dangkal. Dan banyak Islamis radikal menyebut orang-orang al Azhar sebagai ulama resmi, yaitu ulama yang tunduk kepada negara yang membayar mereka.
Azyumardi mengutip Von der Mehden bahwa semenjak penghujung abad ke 20, pengaruh tamatan al Azhar jauh berkurang dari masa-masa sebelumnya. Di mana generasi tamatan al Azhar zaman dulu menempati posisi penting sebagai teknokrat yang ikut serta dalam wacana Islam di dalam negara dan kebanyakan tamatan al Azhar sejak tahun 80an hanya aktif di berbagai pesantren atau sebagai muballigh . Namun begitu setidaknya al Azhar telah berusaha merubah haluan pemikiran pendidikannya. Pada abad ke 20 ini al Azhar sudah mulai memperhatikan hasil-hasil yang telah dicapai oleh sarjana-sarjana ketimuran dalam bidang studi keislaman dan kearaban. Al Azhar mulai memandang perlu mempelajari sistem penelitian yng dilakukan universitas-universitas Barat. Juga mulai mengirim alumninya yang dipandang berkualitas untuk belajar ke Eropa dan Amerika. Tujuannya adalah untuk mengikuti perkembangan ilmiah di tingkat internasional.
Sesuatu yang juga tidak boleh dilupakan adalah jasa al Azhar yang secara tidak langsung telah membangun dan menyemarakkan dunia pendidikan Indonesia melalui putra daerah yang belajar di al Azhar dan menerapkan hasil studinya sekembalinya dari al Azhar. Mengutip pendapat Abaza bahwa alumni al Azhar banyak berperan dalam dunia pendidikan Indonesia. Kemunculan sejumlah lembaga pendidikan modernis di beberapa tempat diprakarsai dan dikelola oleh alumni al Azhar. Lembaga pendidikan ini pulalah yang mendorong terjadinya perubahan sistim pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional. Berikut ini sekilas tentang para azhari yang menyemarakkan dunia penddikan Indonesia.
Hamka, singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah seorang ulama dan penulis Islam Indonesia modern paling produktif. Lahis di Desa Sungai Batang Padang Sumatra Barat pada 17 Februari 1908. tahun 1960 terpilih menjadi imam besar masjid Al Azhar tetapi tahun 1964 ditahan dengan tuduhan terlibat percobaan pembunuhan presiden Soekarno. Ditahan selama 20 bulan di bawah tanah, tetapi selama itu pula beliau berhasil menyusun tafsir Al Azhar sebanyak 30 jilid. Setelah Soekarno turun, Hamka kembali menjadi imam masjid Al Azhar dan menerima gelar kehormatan dari Al Azhar Kairo tahun 1958. selanjutnya menerima elar kehormatan juga dari Universitas Kuala Lumpur tahun 1974. Hamka meninggal tahun 1981 .
Raden Fathurrahman adalah orang Jawa yang belajar di Kairo kemudian mendirikan penerbitan berkala Seruan Azhar. Ia menjadi berpengaruh dalam partai Masyumi setelah perang dunia II dan kemudian menjadi menteri agama. Mahmud Junus, seorang mahasiswa Al Azhar lainnya, menjadi Kepala Bagian Agama setelah kemerdekaan dan selanjutnya menjadi Kepala Bagian Pendidikan Islam. Para lulusan timur tengah lainnya pada umumnya memainkan peranan sampai perang dunia II.
Djanan Thaib adalah mahasiswa Indonesia pertama yang mendapat gelar Alamiyya dari Al Azhar pada tahun 1924 dan kemudian menjadi Redaktur Kepala Seruan Azhar serta pengikut aktif Djami'ah Al chairiah. Ia terpilih menjadi utusan dalam Konferensi Islam pertama di Makkah pada tahun 1926, pada waktu pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn Saud. Djanan meninggalkan Kairo tahun 1926, pergi ke Makkah ditunjuk sebagai 'alim untuk mengajar di Masjidil Haram. Di sana ia membangun Sekolah Indonesia, Madrassa Indonesia Al Makkiah yang bertahan selama 40 tahun. Ia menjadi ketua Majlis Syura Indonesia di Makkah.
Mohammad Rasyidi, dilahirkan pada tahun 1915 di Kotagede. Yogyakarta. Tahun 1931 masuk ke Kairo. Pada 1946 ia menjadi menteri agama yang pertama. Anthony John menggolongkan Rasyidi sebagai kelompok intelektual Muslim yang mapan dengan kecendrungan konservatif.
Kahar Muzakkir, dilahirkan tahun 1903 di Kotagede, Yogyakarta. Ia belajar ke Kairo tahun 1925 dan tinggal selama 12 tahun. Ia adalah pemimpin persatuan Internasional Pemuda Muslim dan ikut serta dalam seruan Azhar. Setelah kemerdekaan ia memainkan pernan penting dalam membangun pendidikan tinggi di Indonesia dan merupakan salah seorang pendiri Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta.
Harun Nasution, baginya kairo merupakan pusat kegiatan politik. Ia anggota aktif persatuan mahasiswa Indonesia. Harun Nasutionlah yang membawa model pendidikan Al Azhar untuk dikembangkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , Fuad Fachruddin, dilahirkan 18 agustus 1918 di Bukittinggi. Ia masuk ke Nizhamiyah Al Azhar pada usia 12 tahun. Fachrudin lebih konservatif daripada Harun Nasution. Ia memiliki kecurigaan yang besar terhadap ilmu-ilmu Barat. Walaupun ia dan Harun Nasution berasal dari generasi yang sama, tetapi mereka berlainan dalam pandangan ini mungkin dikarenakan Harun Nasution lebih banyak mendapat sentuhan pendidikan Barat.
Jusuf Saad,dilahirkan pada tahun 1919 di Padang,. Datang ke Kairo tahun 1938 pada usia 19 tahun. Awalnya Ia mendaftar di Al Azhar tetapi pada tahun 1940 ia mendaftar di Universitas Kairo karena menurutnya Universitas Kairo lebih modern dan terorganisasi secara lebih baik.
Abdurrahman Wahid, dilahirkan pada tahun 1940. sejak 1964 telah beberapa kali Ia terpilih sebagai ketua Nahdhatul 'Ulama. Pada tahun 1964 dikirim ke Kairo dengan beasiswa pemerintah dan tinggal di sana hingga 1966. Lalu berlanjut belajat ke Baghdad dan Irak sampai tahun 1970. Walaupun Ia tidak pernah selesai studinya di Al Azhar tetapi Ia sangat fasih berbahasa Arab dan mengetahui secara luas kehidupan dan perkembangan pendidikan di Kairo.
Nama-nama di atas tentu hanya sebagian dari begitu banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di al Azhar. Masih banyak nama-nama lain yang juga memiliki andil dalam mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia, hanya saja karena mereka hanya berscope kecil sehingga tidak begitu tercatat dalam sejarah. Banyak lulusan al Azhar itu yang pulang ke Indonesia dan membangun pesantren dan sebagian besar sistem pengajarannya mengadopsi siem pelajaran almamater mereka yaitu al Azhar.
PENUTUP
Al Azhar telah berhasil menjadi universitas yang memberikan kontribusi demikian besar terhadap dunia pendidikan Islam. Walaupun dalam realitas sejarah perjalanannya banyak diwarnai pasang surut terkadang bersinar terkadang kelam, namun sampai hari ini al Azhar masih bisa mempertahankan eksistensinya sebagai universitas yang sangat mengutamakan pendidikan ilmu-ilmu agama.
Apabila saat ini al Azhar mulai melirik perkembangan pendidikan dunia barat, itu adalah salah satu strategi agar ilmuwan al Azhar tidak menjadi ilmuwan yang terbelakang dalam hal ilmu-ilmu pengetahuan umum. Memasukkan ilmu-ilmu pengetahuan umum dalam kurikulum adalah bukti kepedulian al Azhar terhadap perkembangan pendidikan dan untuk membuktikan bahwa sesungguhnya tidak ada dikotomi ilmu dalam Islam.
Di sisi lain, al Azhar dikecam tidak lagi menghasilkan scolar yang fasih menguasai bahasa Arab dan mahir membaca serta memahami kitab Alfiyah Ibnu Malik, tuduhan ini dilontarkan oleh kalangan pers . Hal ini disebabkan karena al Azhar menerima mahasiswa yang "cacat" tanpa dirinci apa kecacatan yang disebutkan. Namun di sisi lain tetap saja Al Azhar dianggap sebagai pusat studi Islam yang kualitasnya masih dapat diperhitungkan secara skala internasional.
Pengajaran dan pendidikan ilmu agama yang berlangsung di al Azhar sampai saat ini masih bernuansa konservatif walaupun tidak terlalu kental. Namun begitu tetap saja al Azhar dicap sebagai benteng ortodoksi Sunny –walaupun, sekali lagi- oleh sebagian kalangan..
Wallaahu A’lam bish Shawaab….
DAFTAR PUSTAKA
Abaza, Mona, Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi; Studi Kasus Alumni al Azhar. Terj.(Jakarta: Pustaka, 1999)
Arief, Armai Dr, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung: Angkasa, 2005),
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Cet. Ke 2. Hal. 200.
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern –Terj, (Jakarta: Mizan, 2002), Cet. Ke 2
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999)
Fadjar, Malik A, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999)
Hasan, Ilyas (pentrj.) Pioneers of Islamic Revival, Terj. (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke 2
Jurnal PERTA, Vol 2
Madjid, Nurcholis , Islam Agama Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 2000), Cet. II
Nasution, Harun, Prof Dr, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1998),
------------------------------, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Cet 12
Nata, Abudin Prof, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Nawawi, Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Jakarta: Paris,1999)
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, studi atas pemikiran hukum Fazlur Rahman.(Bandung: Mizan, 1996)
Taufik, Akhmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
Kamis, Januari 15, 2009
KONSEP MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KURIKULUM
KONSEP MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KURIKULUM
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna penciptaannya “sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Menurut Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa al Qur’an, sebagaimana dikutip Quraish Shihab memandang kata taqwim disini sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Berarti sebaik-baik bentuk dalam ayat ini tidak bisa hanya difahami baik dalam bentuk fisik semata, namun juga baik dalam bentuk psikisnya. Allah berbuat demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Makhluk lain yang diciptakan oleh Allah tidak memiliki dua dimensi secara utuh layaknya manusia. Hewan dan tumbuhan memiliki dimensi jasmani yang lengkap. Sementara dimensi rohaninya tidaklah lengkap. Hewan hanya dibekali insting sebagai modal baginya untuk menyambung dan mempertahankan hidup, tetapi tidak diberi akal. Bahkan tumbuhan tidak memiliki dimensi rohani yang demikian. Makhluk lainnya seperti malaikat, tidak memiliki dimensi jasmani, demikian juga bangsa syetan dan jin, tidak memiliki dimensi jasmani. Sementara manusia, Allah menata susunan diri manusia dengan dua dimensi, jasmani dan rohani . Khatib al Baghdadi mengistilahkannya dengan ruh dan jasad, bahwa diri manusia terbangun dari dua unsur yaitu ruh dan jasad. Jasad adalah organ tubuh bersifat materi, dan ruh bersifat immateri terdiri dari dua unsur lagi yaitu akal dan qalb. Akal adalah daya berfikir yang berpusat di kepala dan qalb adalah daya merasa yang berpusat di dada . Itulah yang menjadikan manusia makhluk paling sempurna dalam hal penciptaannya.
Kedua dimensi ini sudah membawa fitrahnya atau potensinya masing-masing dari kelahirannya. Hal ini diisyaratkan al Qur’an, dimana kata fitrah terulang sampai 28 kali, diantaranya dalam surat ar Rum ayat 30 yang berbunyi: “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fithrah tersebut. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” Kefitrahan manusia disini bermakna manusia berpotensi untuk mengenal dan beriman kepada Allah, ditandai degan adanya qalbu dan akal di dalam dirinya . Namun walau begitu, tetap saja manusia perlu mendapat pendidikan yang bisa membimbingnya untuk mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang sudah dimilikinya itu. Agar kemampuan dan potensi yang dimaksudkan dapat berkembang dengan baik dan menuju arah yang tepat, maka dibutuhkan pendidikan dengan kurikulum yang tepat pula. Kurikulum yang bisa membantu manusia mengembangkan kemampuannya, bukan kurikulum yang justru mengekang dan mengubur potensi itu. Apalagi terkait dengan situasi dunia hari ini, dimana persaingan untuk mempertahankan hidup menjadi semakin ketat. Sehingga perjuangan yang diperlukanpun menjadi semakin keras.
Dalam kehidupan yang semakin cepat dan menuntut kemampuan serta kualitas diri yang lebih dari sekedar, manusia terutama generasi muslim mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan tuntutan itu. Penyesuaian ini amatlah urgen karena bila generasi muslim terlambat membaca perubahan dan memahami tuntutan ini maka akibatnya akan semakin tertinggal dengan manusia lain, umat lain yang dengan cekatan telah mengambil posisi dan peran penting dalam persaingan global ini. Sebaliknya apabila generasi muslim dapat cepat tanggap terhadap tuntutan ini, maka umat Islam bisa berjuang dan bersaing dengan umat lain dalam banyak hal positif sehingga menjadi umat yang terbaik. Untuk mencetak manusia dan umat yang tahan uji, mampu bersaing dengan manusia dan umat lain modal utama yang harus diberikan adalah pendidikan. Karena pendidikan merupakan unsur kedua selain potensi lahiriah manusia yang merupakan modal dasar bagi kemajuan manusia itu sendiri.
Setiap program, jenjang atau jenis pendidikan memerlukan dan memiliki kurikulum. Karena kurikulum yang sudah terencana rapi akan mempermudah proses pembelajaran dalam mencapai tujuannya. Terkait dengan konsep manusia yang terdiri dari dua dimensi ini, maka kurikulum yang disodorkan haruslah dapat dengan cermat dan tepat mengena serta mengexplore potensi yang dimiliki. Namun sebelum membahas kurikulum yang dimaksud, lebih urgen lagi untuk mengetahui dan benar-benar memahami konsep manusia tersebut. Dengan adanya pengertian yang komprehensif tentang dua dimensi manusia, maka akan mudah diketahui kurikulum apa yang tepat bagi pengembangan potensi dua dimensi tersebut.
DIMENSI JASMANI
Mengenai dimensi jasmani, agaknya hal ini sudah bisa dipahami secara umum. Dimensi ini terdiri dari organ-organ tubuh yang bekerja secara terorganisir untuk kesehatan tubuh. Agar organ-organ dapat bekerja dengan maksimal dan menjalankan fungsinya masing-masing tanpa hambatan, maka perlu diberikan asupan gizi dan latihan-latihan yang bisa menjaga kesehatan organ tubuh. Oleh karenanya penting dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi diberikan pendidikan olehraga.
Bedanya dalam pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas olahraga menjadi mata pelajaran wajib yang tidak terpisah dari kurikulum sekolah, sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, olahraga tidak lagi menjadi bagian dari kurikulum wajib untuk dijalani. Karena pada jenjang pendidikan tinggi, setiap lembaga pendidikan diberi otoritas penuh untuk menentukan kurikulum yang akan diterapkan pada peserta didik. Sehingga disetiap lembaga pendidikan tinggi, hampir tidak ada yang mewajibkan mata kuliah olahraga karena lebih terfokus pada mata kuliah yang lebih menunjang dan terkait dengan bidang kajian yang diinginkan atau diarahkan lembaga pendidikan tersebut. Latihan-latihan fisik atau olahraga lebih menjadi ekstra kurikuler yang bersifat tidak wajib diikuti daripada menjadi pilihan mata kuliah wajib. Ini disebabkan lembaga pendidikan tinggi tidak harus mengikuti kurikulum manapun. Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama pun tidak mewajibkan atau memberikan arahan kurikulum. Sementara untuk jenjang pendidikan dibawahnya, baik depdiknas maupun depag memiliki kewenangan untuk mengatur dan menentukan arahan kurikulum dan mata pelajaran yang harus diikuti oleh setiap lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas, dan pendidikan olahraga dan kesehatan merupakan pelajaran wajib untuk dipelajari.
Perihal olahraga dan kesehatan tidak bisa diabaikan, karena tanpa adanya ilmu tentang olahraga dan kesehatan, manusia akan kesulitan menjaga kesehatan tubuhnya. Adanya pengetahuan tentang makanan sehat, sumber-sumber gizi yang penting untuk tubuh, cara-cara pencegahan dan pengobatan penyakit secara umum serta latihan fisik yang baik dan benar, merupakan modal dasar untuk menuju tubuh yang sehat. Tubuh yang sehat merupakan syarat mutlak untuk bisa bersaing dan berjuang demi mendapatkan peran dan fungsi penting dalam persaingan hidup hari ini. Oleh karenanya sangatlah benar bila pelajaran olahraga menjadi bagian penting dan mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan baik dari lembaga pendidikan dasar sampai menengah atas. Adapun bagi peserta didik pada perguruan tinggi, karena lembaga pendidikan tinggi tidak mewajibkan mata kuliah olahraga, maka peserta didik pada lembaga pendidikan tinggi yang pada umumnya sudah memasuki rentang umur dewasa , diharapkan dapat menjaga kesehatannya tubuhnya sendiri tanpa harus diberikan tuntunan secara teratur seperti pada lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya.
DIMENSI ROHANI
Sebaik apapun dimensi jasmani apabila dimensi rohaninya tidak terurus dengan baik, maka manusia akan sama dengan hewan. Bertingkah laku dan berfikir layaknya hewan, yang hanya memiliki insting untuk memperjuangkan hidupnya. Hewan tidak punya hati dan akal fikiran, insting yang diberikan Allah kepadanya hanya berguna untuk mencari makanan dan mempertahankan diri dari musuh. Karena tidak adanya hati dan akal fikiran maka hewan bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan makanan sebagai usaha menyambung hidup dan bisa menyerang siapa saja atau apa saja dengan cara apapun sebagai usahanya mempertahankan hidup. Apabila manusia tidak mendapat pendidikan yang tepat untuk membimbing rohaninya, maka manusia akan kehilangan fungsi dimensi rohaninya ini sehingga dapat melakukan apa saja, menyerang dan menyakiti siapa saja asalkan kebutuhan hidupnya terpenuhi dan merasa puas, walaupun untuk kepuasan itu ia mengorbankan kepentingan dan kebahagiaan manusia lain, layaknya hewan.
Seperti dikatakan bahwa hewan bertingkah laku hewani karena dimensi rohaninya tidak lengkap, hanya ada insting tanpa ada hati dan akal fikiran, maka sebaliknya manusia diharapkan dapat bertingkah laku manusiawi karena memiliki apa yang tidak dimiliki hewan yaitu hati dan akal fikiran; inilah yang menjadi bagian penting dimensi rohani manusia. Manusia perlu mendapatkan pendidikan yang tepat agar potensi dimensi rohaninya berkembang ke arah yang benar. Sebelumnya harus dipahami dulu apa yang dimaksud dengan hati dan akal sehingga dapat dengan lebih baik menentukan dan memilih kurikulum yang tepat untuk pengembangannya.
HATI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia hati memiliki arti bebeapa macam, salah satunya bisa diartikan organ tubuh yang berwarna kemeah-merahan di bagian kanan rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan, dan ada juga arti lain : sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian atau perasaan apapun .bila dibicarakan dari sudut medis maka yang dikatakan hati adalah liver, namun bukan hati yang ini yang dimaksudkan. Lebih tepat yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah hati dari sudut pandang psikologi yaitu labih mengacu kepada perasaan. Hati sendiri dalam al Qur’an dibahasakan dengan istilah qalbu, sementara term qalbu ini tidak hanya berarti hati saja, tetapi juga jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, dan juga untuk menyebut sesuatu yang murni , bukan untuk menyebut hati dalam istilah medis yaitu liver. Sementara untuk hati dalam pengertian liver ini diberikan term al kabid.
Al Qur’an menggunakan term qalbu dan fu’ad untuk menyebut hati manusia,
al Qur’an juga menggunakan kata shadr yang berarti dada atau depan untuk menyebut suasana hati dan jiwa sebagai suatu kesatuan psikologis : . Selanjutnya al Qur’an menggunakan term qalbu dalam pengertian akal : . Kadang qalbu juga berarti ruh .
Secara lughawi qalbu artinya bolak-balik, dan ini menjadi karakteristik dari qalbu itu sendiri, yaitu tidak konsisten, demikian Ahmad Mubarok menjelaskan. Selanjutnya Ahmad Mubarok membagi gagasan tentang qalbu ini menjadi tiga bagian: fungsi dan potensi hati, kandungan hati dan sifat-sifat hati.
Fungsi dan potensi qalbu
Fungsi yang utama dari qalbu adalah untuk memahami realitas dan nilai-nilai maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? . Pada ayat ini qalbu memiliki potensi yang sama dengan akal. Berangkat dari fungsi inilah maka qalbu secara sadar dapat memutuskan atau melakukan sesuatu , dan dari potensi inilah maka yang harus dipertanggungjawabkan manusia di hadapan Allah adalah apa yang disadari oleh qalbu : “ Allah tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyantun”. Begitu juga dengan pengertian istilah fu’ad dalam ayat ini “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Selanjutnya potensi hati yang diungkapkan al Qur’an adalah :
Bisa berpaling :
Merasa kesal dan kecewa :
Secara sengaja memutuskan dan melakukan sesuatu
Berprasangka : Al Fath 48 : 12
Menolak sesuatu : Al Tawbah 9 : 8
Mengingkari : Al Nahl 16 : 22
Dapat diuji : Al Hujurat 49 : 3
Dapat ditundukkan : Al Hajj 22 : 54
Dapat diperluas dan dipersempit : Al An’am 6 : 125
Bisa ditutup rapat : Al Baqarah 2 : 7
Kandungan qalbu
Menurut Mubarok, dalam al Qur’an sudah dipaparkan kandungan hati, yaitu sebagai berikut
Kedamaian : al Fath 48 : 4
Penyakit, diterangkan sebagai penyakit lemah keyakinan dalam ayat Al Baqarah 2 : 10 dan penyakit kenakalan diterangkan dalam surat Al Ahzab 33 : 32
Perasaan takut : Ali Imran 3 : 151
Keberanian : Ali Imran 3 : 126
Cinta dan kasih sayang :Al Hadid 57 : 27
Kebaikan :Al Anfal 8: 70
Iman :Al Hujurat 49,: 7, 14
Kedengkian :Al Hasyr 59 :10
Kufur : Al Baqarah 2: 93
Kesesatan : Ali Imran 3 : 71
Penyesalan : Ali Imran 3 : 156
Panas hati : Al Tawbah 9 :15
Keraguan : Al Tawbah 9 : 45
Kemunafikan : Al tawbah 9 : 77
Kesombongan : Al Fath 48 : 26
Sesuai dengan karakternya yang bolak balik maka kadar kandungan hati juga dapat berubah-ubah.
Sifat dan keadaan qalbu
Qalbu mempunyai karakter yang tidak konsisten, hingga karenanya sering terkena konflik batin. Interaksi yang terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai-nilai positif dengan tarikan potensi negatif yang berasal dari kandungan hatinya, melahirkan suatu keadaan psikologis yang menggambarkan kualitas, tipe dan kondisi tersendiri dari qalbu itu. Proses pencapaian kondisi qalbu melalui tahapan-tahapan perjuangan rohaniah, dan dalam prose itu menurut al Qur’an, manusia bersifat tergesa-gesa dan sering berkeluh kesah, masih menurut Mubarok.
Proses interaksi psikologis itu mengantar hati pada kondisi dan kualitas hati yang berbeda-beda, diantaranya :
Keras dan kasar hati : ali Imran 3 : 159
Hati yang bersih : Al Syuara 26 : 89
Hati yang terkunci mati : Al Syura 42 : 24
Hati yang bertaubat :Qaf 50 : 33
Hati yang berdosa : Al Baqarah 2 : 283
Hati yang terdinding : Al Anfal 8 : 24
Hati yang tetap tenang : An Nahl 6 : 106
Hati yang lalai : Al Anbiya 21 : 3
Hati yang menerima petunjuk tuhan : Al Taghabuun 64 : 11
Hati yang teguh : Al Qashshash 28 : 10
Hati yang takwa : Al Hajj 22 : 32
Hati yang buta : Al Hajj 22 : 46
Hati yang terguncang : Al Nur 24 : 37
Hati yang sesak : Al Mukmin 40 : 18
Hati yang tersumbat :Al Baqarah 2 : 88
Hati yang sangat takut : An Naziat 79 : 8
Hati yang condong kepada kebaikan : At Tahrim 66 : 4
Hati yang keras membatu : Al Baqarah 2 : 74
Hati yang lebih suci : Al Ahzab 33 : 53
Hati yang hancur Al Tawbah 9 : 110
Hati yang inkar : Al Nahl 16 : 22
Hati yang kosong : Ibrahim 14 : 43
Hati yang terbakar : Al Humazah 104 : 6-7
Dari keterangan di atas, yang berkaitan dengan fungsi, potensi, kandungan dan kualitas hati yang disebut dalam al Qur’an, disimpulkan bahwa qalb memiliki kedudukan yang tinggi dalam pengaturan arah hidup manusia. Qalb lah yang memutuskan dan menolak sesuatu, juga bertanggung jawab atas apa yang diputuskan. Sesuai pula dengan hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang mengatakan bahwa qalb adalah penentu bagi kesehatan manusia secara komprehensif “sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, tetapi diantara yang halal dan yang haram itu banyak perkara syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa menjaga diri dari yang syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus ke dalam syubhat berarti ia telah terjerumus ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekeliling tanah larangan, dikhawatirkan akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki daerah larangan, dan ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong organ yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya sehat, tetapi jika ia rusak maka seluruh tubuhnya terganggu, ketahuilah bahwa organ itu adalah hati.”
AKAL
Kata akal dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai daya berfikir, dan mengingat berasal dari bahasa Arab (aql ) yang mengandung arti mengikat atau menahan tetapi secara umum akal dipahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan, demikian yang dikutip Achmad Mubarok . Dalam psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan untuk menyelesaikan masalah (problem solving capacity).
Dalam ensiklopedi Islam dikatakan bahwa akal adalah daya berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya jiwa, mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti . Dalam al Qur’an aql tidak disebutkan dalam bentuk kata benda yang berdiri sendiri, melainkan dalam bentuk kata kerja, baik dalam bentuk fi’il madli maupun fi’il mudlari. Dalam al Qur’an, kalimat aql disebut dalam 49 ayat, satu kali dalam bentuk ‘aqiluuhh 24 kali dalam bentuk kalimat ta’qiluun satu kali dalam bentuk na’qilu satu kali dalam bentuk ya’qiluhaa dan 22 kali dalam bentuk kalimat ya’qiluuna.
Menurut Lisan Al ‘Arab, al ‘aql juga berarti al hajar yang artinya menahan, sehingga yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan diri dan mengekang hawa nafsu. Al Qur’an juga menyebut orang yang berakal dengan beberapa istilah yaitu uulinnuhaa yang berarti orang yang memiliki pencegah atau akal yang mencegah dari keburukan , uulul ilmi yang berarti orang yang berilmu , uuluul albab yang berarti orang yang mempunyai saripati akal , uulul abshaar yang berarti orang yang mempunyai pandangan yang tajam , dan dzuu hijr yaitu orang yang mempunyai daya tahan .
Kata aqala mengandung arti yang pasti yang mengerti, memahami dan berfikir. Hanya saja al Qur’an tidak menjelaskan bagaimana proses berfikir itu, pun tidak membedakan di mana letak daya berfikir dan letak alat berfikir. Juga tidak mengatakan pusat berfikir itu apakah di kepala atau di dada, karena qalb yang ada di dada juga kadang diterjemahkan dengan makna berfikir layaknya akal. Hal itu bisa dilihat di Al Tawbah 9:93 dan surat Muhammad 47:24. Jadi menurut al Qur’an aktivitas berfikir dan merasa tidak hanya menggunakan akal saja atau hati saja tetapi keduanya memiliki peranan yang sama penting. Sejalan dengan itu Abu Hudzail Al Allaf berpendapat bahwa akal berasal dari qalb, apabila mencapai kesempurnaan, akal ini berakhir pada otak manusia yang disebut dengan ilmu, sedangkan yang bersemayam dalam qalb adalah iradah yang menimbulkan harikah atau gerak. Untuk itu, akal haruslah berakal dari qalb agar dapat dikendalikan oleh qalb. Optimalisasi peran akal adalah untuk melakukan observasi, penelitian dan menentukan pilihan. Akal merupakan jalinan rasa dan rasio, yang mampu menerima segala sesuatu yang ditangkap panca indra dan sesuatu yang diluar pengalaman empiris. Akal berfungsi untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan, memecahkan persoalan dan mencarikan solusinya .
Sementara itu psikologi sudah mengkaji teknis kerja sistem jiwa dengan bahasan yang sangat rinci. Tentang otak, telah dibahas bahwa otak merupakan alat berfikir, dimana bagian kiri bekerja untuk hal-hal yang logis, seperti berbicara, bahasa, hitungan matematika, menulis dan ilmu pengetahuan yang bersifat logika, otak kanan bekerja untuk hal-hal yang bersifat emosi, seperti seni, apresiasi, intuisi dan fantasi, demikian tulis Mubarok.
Kapasitas akal
Manusia adalah makhluk yang perkembangannya sangat lambat dan bertahap di banding hewan. Walau begitu, manusia memiliki kapasitas kemampuan kerja yang sangat jauh lebih tinggi daripada hewan. Pembicaraan mengenai kapasitas akal ini sudah menarik perhatian para pemikir dari zaman dulu. Dalam lapangan teologi, aliran-aliran teologi seperti Mu’tazilah, Asy ‘ariyah dan Maturidiyah menempatkan pembahasan mengenai akal pada posisi dan fungsi yang penting, yaitu fungsi akal terhadap pengetahuan tentang keberadaan Tuhan dan tentang baik dan buruk. Dalam urusan pemaknaan hadits, para ahli hadits juga mengakui kehebatan daya analisis akal, sehingga dibolehkan penafsiran hadits bir ra’yi dengan berbagai persyaratannya. Tidak ketinggalan di kalangan fuqaha, kualitas akal juga diterima dan diapresiasi, sehingga membolehkan orang-orang dengan kualitas dan kapasitas akal tertentu untuk berijtihad terhadap suatu masalah. Bahkan metode ijtihadpun diakui penggunaannya terhadap suatu masalah yang benar-benar tidak ada pemecahannya sedikitpun setelah dirujuk kepada Al Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Tentang kapasitas akal, al Qur’an menurut Achmad Mubarok menjelaskan sebagai berikut :
Dengan akal, manusia dimungkinkan untuk berfikir menemukan kebenaran dan mengikutinya sebaliknya kekeliruan cara berfikir dapat menempatkan manusia sejajar dengan makhluk yang tidak berakal. Ini diisyaratkan dalam surat al Furqan 25:44. Sejalan dengan ini Ibnu Miskawaih –seperti yang diungkap Usman Najati mengatakan bahwa manusia memiliki daya fikir. Daya fikir menurut Miskawaih adalah daya yang menimbulkan proses berfikir dan ini mengarah pada kemampuan akal. Hanya manusialah yang memiliki kemampuan atau daya ini. Daya inilah yang membedakan manusia dari hewan. Derajat manusia dan tingkat perbedaannya dengan hewan atau makhluk tidak berakal lainnya tergantung pada tingkat dinamika, konsistensi, kebenaran penalaran, serta kemampuan membedakan dari daya ini. Intinya kadar kemanusiaan manusia bergantung pada kadar penerimaannya terhadap pengaruh akal. Hampir serupa dengan ungkapan Ikhwan ash Shafa bahwa akal adalah salah satu diantara daya-daya jiwa manusia yang fungsinya merenung, berfikir, merasionalkan, membedakan dan melaksanakan pekerjaan. Berfikir bagi ash Shafa adalah mengeluarkan semua pengetahuan yang dikenal, merenung adalah mengatur barang milik dan menyiasati masalah, mengkonsepsi adalah menjelajahi hakikat segala sesuatu, mensintesis adalah mengenal segala jenis dan macam, dan menganalogi adalah menjelajahi segala sesuatu yang hilang karena waktu dan ruang .
Akal mampu memahami hukum kausalitas, dalam surat al Mu’minun 23:18 dijelaskan bahwa Allah menyuruh manusia berfikir tentang Zat yang menghidupkan dan mematikan serta pertukaran malam dan siang.
Akal mampu memahami adanya system jagad raya, tercermin dalam dialog panjang antara Nabi Musa dan Fir’aun dalam surat As Syu’ara 26 : 18-68. Fungsi akal yang ini juga dilontarkan oleh Abu Bakar Ar Razi .
Mampu berfikir distinktif, yaitu mampu memilah-milah permasalahan dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui, diisyaratkan ayat ke empat surat al Ra’ad. “dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, dan tanaman-tanaman dan pohon-pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang, disirami air yang sama,. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
Mampu menyusun argumen yang logis. Ini diisyaratkan dalam surat Ali Imran ayat 65-68 yang berisi teguran bagi kaum ahli kitab yang saling berbantah tanpa argumen yang logis, “hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berfikir.”
Mampu berfikir kritis, yaitu kritis terhadap pendapat dan gagasan yang disampaikan orang lain yang tidak memiliki pijakan yang benar, dipaparkan dalam surat al Maidah ayat 103.
Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman. Sepeti teguran Allah terhadap orang Yahudi yang tidak bisa mengambil pelajaran dari sejarah yang telah mereka lalui. Ini tergambar dalam surat al A’raf ayat 164-169, yang diakhiri dengan kalimat : “apakah kamu tidak berfikir”.
Setelah uraian panjang di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hati dan akal merupakan sebuah pasangan kekuatan yang harus bersinergi untuk mengendalikan tingkah laku, sikap dan perbuatan manusia. Intinya hati dan akal harus memainkan peran yang besar dalam pengendalian kehidupan manusia ke arah yang benar. Menurut Buya Hamka, orang yang ada hati, orang itulah yang disebut berfikir. Ada hati artinya adalah ada inti fikiran dan ada akal budi. Apapun yang didengar telinga, dilihat mata, kesemuanya itu dibawa ke dalam hati, maka akan timbullah pertimbangan dan penelitian mendalam. Dua pasang panca indera secara aktif menyambungkan diri manusia dengan alam sekitarnya, yaitu penglihatan mata dan pendengaran telinga yang kemudian dicerna di dalam hati. Oleh sebab itu sangat tercela orang yang ada hati tetapi tidak berjalan fikirannya, ada mata tetapi tidak melihat, ada telinga tetapi tidak mendengar, sedangkan kedua panca indera itulah yang menghubungkan manusia dengan alam di luar dirinya. Kehalusan dan kecepatan tanggapan pendengaran, penglihatan dan hati itulah yang mempertinggi kecerdasan manusia di dunia ini .
Untuk peranan yang sebesar dan sepenting itu, hati dan akal tidak begitu saja menjadi mampu dan berkualitas secara instan seiring pertambahan umur manusia. Manusia memerlukan pendidikan yang baik untuk memberi pembelajaran terhadap hati dan akalnya.
KAITANNYA DENGAN KURIKULUM
Keberhasilan pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari kurikulum yang telah direncanakan. Sehingga kurikulum memang memegang peranan penting bagi suksesnya sebuah proses pendidikan. Kurikulum yang dijalankan di sekolah-sekolah haruslah mengandung pelajaran-pelajaran yang memang dibutuhkan untuk pendidikan jasmani dan rohani peserta didik.
Untuk dimensi jasmaninya, pendidikan olahraga dan kesehatan sudah memiliki porsi dan posisi sebagai mata pelajaran yang wajib untuk diberikan pada peserta didik. Sementara untuk dimensi rohaninya, yaitu pendidikan hati dan akal, sampai saat ini pemerintah sepertinya masih terus mencari, mengolah dan mengujicobakan model-model kurikulum yang berganti-ganti. Kesemuanya itu dengan tujuan lebih memberdayakan lagi kompetensi hati dan akal peserta didik.
Pendidikan kualitas hati yang bagi Ibnu Qayyim al Jauziyah disebut “tarbiyatul qulb”, bagi al Ghazali dinamakan “riyadhatul qalbi”, sementara Buya Hamka menyebutnya dengan pendidikan hati, sangatlah berpengaruh terhadap pola berfikir akal nantinya. Oleh karena itu pendidikan hati tidak bisa dijadikan bahasan sampingan, karena ia memiliki pengaruh dan bahkan bisa menjadi pengendali terhadap cara kerja otak atau kinerja akal. Untuk tujuan peningkatan kualitas hati, jelas pendidikan agama memegang peranan terpenting dan terutama.
Pendidikan agama merupakan modal dasar manusia untuk menjadi baik dari segala segi, apakah itu sikap, perbuatan, perkataan bahkan pola fikir. Bicara mengenai pendidikan agama, maka kurikulum dan proses pendidikan agama yang paling mendasar terdapat bukan di lingkungan sekolah, melainkan di lingkungan keluarga dengan pendidik utama dan pelaksana kurikulum adalah orang tua. Anak merupakan investasi atau modal yang ditanam orang tua untuk bekal di akhirat kelak. Oleh karenanya orang tua hendaklah merawat, menyantuni dan bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan anak semaksimal mungkin.
Atas dasar ini dapat dilihat bentuk hubungan orang tua dan anak dalam tiga segi , yaitu:
1. hubungan tanggung jawab
anak adalah amanah yang dititipkan Allah dan kelak Allah akan bertanya bagaimana pertanggungjawaban atas amanah yang telah dititipkan tersebut. Allah menyuruh orang tua untuk menyayangi, memenuhi kebutuhan dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Pendek kata orang tua berkewajiban memimpin anak-anaknya dalam menjalani hidup ini dan nanti kepemimpinannya itu akan dipertanyakan allah di akhirat.
2. hubungan kasih sayang
anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang, itu merupakan suatu yang alami. Bak sebuah perhiasan yang memperindah, begitulah gambaran kehadiran anak dalam hidup orang tua, sebagai perhiasan dunia yang memperindah kehidupan, begitu pula dengan harta. Namun bukan berarti orang tua boleh menyayangi anaknya tanpa batas, karena perasaan cinta terbesar hanyalah milik Allah. Allah melarang manusia sangat mencintai atau bahkan menggantungkan harapan kepada anak dan juga harta, walau kedua hal ini memang perhiasan dunia, dimana tanpa keduanya kehidupan orang tua akan terasa kurang lengkap.
3. hubungan masa depan
anak merupakan investasi orang tua di akhirat, oleh karenanya sangatlah urgen bagi orang tua untuk mendidik anaknya dengan pendidikan agama yang cukup. Karena pendidikan agama menjadi penentu arah dalam hidup anak nantinya terutama setelah kepergian orang tua ke alam baqa. Bila anak menjadi tidak tahu menahu dengan norma agama, dan itu karena kurangnya pengawasan dan pendidikan agama dari orang tua maka itu akan menjadi beban yang sangat berat bagi orang tua di akhirat. Karena orang tua melalaikan kewajiban pemeliharaan anak yang telah dititipkan Allah, dan itu adalah dosa yang akan ditebus orang tua. Sebaliknya orang tua yang berhasil menjadikan anaknya hamba yang shaleh, berarti ia berhasil menunaikan kewajiban sebaik mungkin dan di akhirat nanti ia tidak akan di azab karena melalaikan kewajiban yang diembankan Allah di bahunya.
Salah satu bagian dari pendidikan agama adalah pendidikan akhlak dan moral. Pendidikan akhlak merupakan materi penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Karena manusia yang tidak berakhlak dan tidak bermoral walaupun kemampuan akalnya sangat tinggi akan jauh lebih membahayakan dari pada manusia yang bermoral dengan kemampuan akal yang tidak terlalu tinggi. Akhlaklah yang mampu menjadi rambu bagi manusia untuk tidak melakukan sesuatu yang asusila. Akhlak yang mulia akan menjadi pilar utama untuk tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan untuk bertahan hidup ditentukan oleh sejauh mana rakyat dari bangsa tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan moral. Semakin baik akhlak dan moral masyarakat suatu bangsa, maka akan semakin baik semua sendi-sendi kehidupan bangsa tersebut , demikian menurut salah satu mantan mentri agama negeri ini, Said Agil Munawwar.
Kekuatan akhlak sebagai rambu ini baru akan berfungsi bila akhlak itu sudah ditanamkan sejak dini. Karena akhlak dalam Islam bukan hanya sekedar indoktrinasi hukum-hukum yang dilegalisir dengan ayat-ayat, namun merupakan refleksi dari kualitas iman yang dimiliki individu. Oleh karenanya pendidikan akhlak juga tidak terlepas dari pendidikan keimanan. Akhlak yang ditanamkan tidak berbarengan dengan pendidikan keimanan, lambat laun hanya akan menjadi keharusan atau bahkan formalitas, dimana sesuatu yang bersifat kebiasaan atau formalitas bisa ditinggalkan sewaktu-waktu bila ada yang lebih penting untuk dilakukan. Sebaliknya akhlak yang ditanamkan seiring dengan pendidikan keimanan, lambat laun norma-norma akhlak tersebut akan menjadi bagian dari identitas diri, bagian dari konsep diri, dan akhirnya menjadi suatu kebutuhan bukan kebiasaan. Dimana segala sesuatu yang bersifat kebutuhan akan selalu dilakukan, sampai rasa pemenuhan terhadap kebutuhan itu tercapai. Intinya, manusia yang sejak dini mendapat pendidikan akhlak yang cukup disertai pendidikan keimanan yang memadai maka ia akan menjadikan akhlak sebagai bagian dari dirinya dan akan selalu ia jaga karena ia merasa butuh untuk berakhlak.
Pendidikan akhlaq terhadap anak baik di lingkungan keluarga maupun sekolah perlu dilakukan dengan beberapa cara :
1. menumbuhkembangkan dorongan dari dalam, yang bersumber pada iman dan taqwa
2. meningkatkan pengetahuan tentang akhlaq yang dianjurkan leweat ilmu pengetahuan, pengamalan dan latihan. Agar dapat membedkan yang baik dan yang buruk
3. meningkatkan pendidikan keimanan yang menumbuhkembangkan pada diri manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya, selanjutnya keimanan itu akan mempengaruhi perasaan dan fikiran.
4. latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan baik tanpa paksaan
5. pembiasaan dan pengulangan melakukan hal-hal yang baik sehingga perbuatan baik menjadi keharusan moral, kebiasaan yang mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar dalam diri manusia
Keberhasilan pendidikan moral selain harus ditunjang oleh keberhasilan sub pendidikan agama lainnya, seperti pendidikan tentang keimanan, pendidikan tentang materi ibadah dan lainnya, tidak lupa peranan pendidik dalam mendidik akhlak dan moral peserta didik juga sangat menentukan keberhasilan pendidikan moral tersebut. Pendidik atau orang tua yang dipandang kurang berakhlak bahkan nyaris tidak bermoral dalam sikap keseharian, perbuatan dan perkataannya cenderung akan menghasilkan peserta didik yang bisa lebih tidak bermoral dan tidak berakhlak lagi. Emile Durkheim berpendapat bahwa tanggung jawab mendidik moral anak didik ada pada Negara, karena masalah moralitas tidak bisa dikaitkan dengan agama dan bukanlah tanggung jawab orang tua . Pendapat Durkheim ini tidak berlaku di dunia pendidikan Islam, karena justru sebaliknya, dalam Islam orang tua merupakan guru pertama bagi anak hampir dalam segala hal, terutama moral atau akhlak.
Apabila pendidikan keimanan telah mulai ditanamkan sejak dini seiring itu pula pendidikan akhlak bisa diterima oleh anak, sehingga anak bisa mulai dilatih berakhlak yang baik dengan dikenalkan kepada dasar-dasar sebab mengapa ia harus berakhlak baik. Ini akan membuat anak lebih mudah diajak berakhlak apabila ia diberikan dalil –sesuai kemampuan penerimaannya- yang menuntut ia untuk berakhlak. Apabila dari rumah anak sudah dibekali “basic” pendidikan keimanan dan pendidikan akhlak maka ketika di sekolah ia akan lebih mudah menerima pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan keimanan dan akhlak, sehingga lebih mudah pula penerapannya. Pada kelanjutannya, anak yang terpelihara pendidikan agamanya baik sisi keimanan maupun akhlaknya sedari dini di rumah dan di sekolah, bisa diharapkan untuk menjadi manusia yang beragama dan berakhlak. Dengan kata lain, manusia yang memiliki kualitas hati yang bersih dan bagus.
Namun, jika melihat tantangan hidup hari ini, memiliki hati yang baik dan akhlaq mulia saja belum cukup untuk hidup bahagia. Karena dunia sekarang menuntut skill yang lebih dari sekedar. Kemampuan nalar yang lebih dari standar, dan kualitas akal yang tidak bisa hanya pas-pasan. Untuk itu, anak didik juga perlu diberikan asupan materi pelajaran yang bisa merangsang daya nalar dan mempertinggi daya tanggap akal. Salah satu pelajaran penting yang tidak bisa ditinggalkan adalah matematika, walau kenyataannya banyak pelajar yang merasa bermusuhan dengan mata pelajaran ini, namun sesungguhnya mereka tidak menyadari bahwa matematika adalah salah satu ilmu yang bisa merangsang daya nalar dan mempercepat proses kerja otak. Salah satu pelajaran lain yang penting untung merangsang daya kerja akal adalah sejarah, dalam pelajaran sejarah terdapat pendidikan untuk menguatkan memori daya ingat, dan juga kemampuan menganalisa. Tidak beda halnya dengan ilmu biologi, kimia dan fisika, didalamnyapun terdapat latihan untuk menganalisa fenomena-fenomena tertentu, yang pada gilirannya kemampuan menganalisa dan mengkritisi fenomena ini bisa digunakan anak didik –saat ia telah dewasa- untuk menganalisa dan mengkritisi masalah-masalah dalam kehidupan, tantangan dan hambatan di dunia kerja dan sebagainya.
Terkait dengan ini, Ibu Hanifah mengajarkan tentang penganalisaan suatu masalah dengan pencarian hakikat seperti inti persoalan dan pengenalan alasan serta hukum-hukum dibalik teks-teks tertulis dengan menggunakan metode berfikir secara analisis dan kritis. Karena bagi Hanifah pendidikan pada hakikatnya adalah kemampuan kerja fikir untuk menganalisa suatu masalah yang ada di sekitarnya. Taraf berfikir menurut Hanifah adalah 1) pengetahuan : pada tahap ini anak didik baru belajar reseptif atau menerima apa yang diberikan. 2) komprehensi : pada tahap ini anak didik mulai berfikir dalam konsep tertentu dan belajar pengertian, 3) aplikasi : di tahap ini anak didik mulai belajar menerapkan apa yang sudah di dapatkan, 4) analisa dan sintesa : anak didik diajar untuk menguraikan fakta-fakta dan mulai menggabungkan, yang terakhir yaitu 5) evaluasi : ini tahap terakhir, disini anak didik dituntut untuk berfikir kreatif atau berfikir untuk memecahkan masalah .
Pada dasarnya semua ilmu memiliki fungsinya tersendiri bagi perkembangan otak anak didik. Oleh karenanya tidaklah benar bila dikotomi ilmu pengetahuan masih juga diberlakukan. Baik ilmu yang membahas ketauhidan tuhan, agama –termasuk didalamnya ilmu tentang al Qur’an dan hadits, fiqih dan ilmu kalam, dsb- , bahasa arab atau apapun yang menunjang dan berkaitan dengan kesemua itu adalah sama pentingnya untuk dipelajari dan dimengerti dengan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, sejarah manusia atau kelompok bangsa tertentu, bahasa inggris atau mandarin, atau ilmu tentang tehnik mesin, komputer dan sejenisnya atau yang berkaitan dengannya. Bahwa mengamati fenomena alam dalam biologi sama baiknya dengan mempelajari ayat-ayat al Qur’an dan hadits-hadits Nabi tentang keharusan bersyukur, karena lewat pengamatan terhadap fenomena alam manusiapun bisa bersyukur. Bahwa mempelajari tehnik informasi komputer sama baiknya dengan mempelajari ilmu dagang dalam kacamata Islam, jangan karena dahulu Nabi berdagang maka mata pencaharian yang halal hanya berdagang, sementara menjadi tehnisi komputer tidak halal. Karena sesungguhnya yang memegang kendali adalah hati, sehingga walaupun jenis pekerjaan yang dijalani halal namun bila hati tidak bersih maka akan selalu ada cara untuk menjalani pekerjaan halal itu dengan cara-cara yang haram sehingga hasil pekerjaan itu menjadi haram. Akan lebih baik menjadi tehnisi TV atau komputer tetapi berusaha dengan jujur tidak ada penipuan sehingga uang yang didapatkan halal, daripada menjadi pedagang kain seperti sejarah Nabi namun menipu pelanggan dan itu adalah haram, sehingga uang yang dihasilkan haram.
Karena dalam surat al Qashshash diisyaratkan bahwa Allah menyuruh manusia untuk tidak melupakan nasibnya di dunia walaupun tujuan terpenting adalah kampung akhirat, hidup sesudah mati. Ini berarti Allah membolehkan manusia untuk berusaha sehabis kemampuan akal dan tenaganya untuk bisa menggapai kebahagiaan dunia dengan tetap memperhatikan rambu-rambu yang telah dipancangkan agama. Ini juga berarti Allah tidak menyukai manusia yang tidak mau berjuang mencapai kebahagiaan hidup, hanya pasrah dan tidak mau mengeksplorasi kemampuan akal dan tenaganya untuk bersaing dan berusaha mengambil peran penting dalam hidup hingga ia bisa bermanfaat bagi dirinya dan manusia lainnya. Berarti kurikulum yang tepat dan sesuai dengan konsep manusia seperti yang dipaparkan di atas adalah kurikulum yang didalamnya tidak ada dikotomi ilmu, tidak membatasi dan mengungkung daya nalar. Tidak mengikat anak didik untuk hanya belajar pelajaran-pelajaran tentang agama sementara materi-materi penting yang berkaitan dengan tuntutan hidup hari ini seperti halnya memahami tehnologi informasi komputer, tehnik mesin, kedokteran, bahasa asing selain bahasa arab dan lain sebagainya dianggap tidak perlu dipelajari. Sebaiknya anak didik diberi kebebasan memilih sendiri materi yang diinginkannya sebagai modal untuk mencari penghidupan. Apakah itu tehnik pertanian, ilmu politik atau apapun, dan untuk sebagai penyeimbang hendaknyalah pendidikan agama sudah terlebih dahulu dipupukkembangkan dalam diri anak didik, sedari dini baik melalui pendidikan agama di sekolah terutama di rumah. Apabila hatinya sudah mantap dengan nilai-nilai keagamaan, baik itu keyakinannya terhadap tuhannya, cara-cara beribadah, dan juga nilai-nilai akhlak karimahnya, maka tidak menjadi soal apabila setelah dewasa ia lebih memilih mendalami ilmu-ilmu yang dianggap ilmu “umum”.
Agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, sebagai khalifah Allah di bumi, dan ia bermanfaat bukan hanya bagi dirinya tetapi juga manusia sekelilingnya, dan terutama ia bisa menjalankan kewajibannya kepada Allah yaitu beribadah, maka manusia haruslah memiliki bekal hati dan akal yang berkualitas.
Manusia berkewajiban beribadah kepada Allah, karena memang untuk itulah manusia diciptakan, dan ibadah dalam arti yang luas bukanlah hanya menjalankan shalat dan syariah wajib lainnya, tetapi yang juga dinamakan ibadah ialah menjalankan fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma-norma agama, sehubungan dengan keberadaan dan posisinya hidup di dunia. Apabila ia sebagai suami maka ia harus bekerja giat dan dengan cara halal untuk menghidupi anak istri, apabila ia seorang istri hendaklah ia menjadi istri yang bisa menjaga harga dirinya, juga harga diri suaminya, harta suaminya dan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan penuh kasih terhadap keluarganya. Apabila ia seorang dosen atau guru harusnya ia mengajar dengan profesional dan memperhatikan kode etik guru sehingga ia menjadi panutan bagi anak didiknya, apabila ia seorang atasan maka ia mengatur urusan dan orang-orang yang bekerja untuknya dengan adil dan objektif, sehingga tidak satupun bawahan atau pegawainya yang merasa dirugikan atau bahkan terzhalimi karena sikapnya. Apabila ia seorang pemimpin dalam masyarakat maka hendaklah ia menjadi pemimpin yang arif bijaksana, aspiratif, adil dan bertanggung jawab penuh terhadap semua tugas-tugasnya mensejahterakan masyarakat atau rakyatnya. Hingga akhirnya dalam skop yang lebih besar, masing-masing individu haruslah memiliki kualitas akal dan hati yang baik, agar bisa memimpin dirinya sendiri ke arah yang baik dan selanjutnya mampu mempengaruhi bahkan memimpin orang lain di sekitarnya untuk ikut menjadi baik. Dan kesemuanya itu, haruslah dimulai dengan pendidikan yang mengarah kepada peningkatan kualitas hati dan akal. Pendidikan itu haruslah seimbang, asupan materi yang diberikan untuk kedua wilayah yaitu hati dan akal haruslah setara. Karena pendidikan Islam yang didasarkan kepada ajaran al Qur’an berpijak kepada keseimbangan dan keadilan dalam memperlakukan seluruh potensi yang dimiliki manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Munawwar, Said Aqil Husain Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani dalam system pendidikan Islam, (Ciputat Press, Jakarta, 2005) Cet. 1
Darajat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga, dan Sekolah, (Bandung, Remaja Rosdakarya Offset, 1995)
Departemen Agama, Al Qur’an al Karim dan terjemahnya,(Semarang : Toha Putra, tt)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997) Cet ke 9,
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Terj. Lukas GInting, (Jakarta: Erlangga, 1990)
Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal Cet ke 2
Hamka, Tafsir Al Azhar
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta, LPPI, 2002) Cet. Ke V,hal 172-174
Mubarok, Achmad, Jiwa Dalam Al Qur’an (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. ke 1
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum,. ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 7
Shihab, M. Quraish, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2006), Cet. ke-7, hal 378
Shihab, Quraish, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998)
Suwito dan Fauzan (Editor), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, (Bandung : Angkasa, 2003)
Najati, Usman Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, Terj.(Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet ke 1
Nata, Abudin H, MA, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Gaya Pratama, 2005), cet ke 1
Diposting oleh miss_dzaa 0 komentar
Label: Makalahku
PENERAPAN HUKUMAN DAN GANJARAN DALAM PENDIDIKAN MENURUT HADITS
PENERAPAN HUKUMAN DAN GANJARAN DALAM PENDIDIKAN MENURUT HADITS
A. PENDAHULUAN
Peringatan dan perbaikan terhadap anak bukanlah tindakan balas dendam yang didasari amarah, melainkan suatu metode pendidikan yang didasari atas rasa cinta dan kasih sayang. Ibnu Jazzar al-Qairawani menjelaskan tentang perbaikan anak sejak dini, “Sesungguhnya masa kanak-kanak adalah masa terbaik bagi pendidikan. Apabila kita dapati sebagian anak mudah dibina dan sebagian lain sulit dibina, sebagian giat belajar dan sebagian lain sangat malas belajar, sebagian mereka belajar untuk maju dan sebagian lain belajar hanya untuk terhindar dari hukuman.”
Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dalam diri anak di atas bukanlah lahir dan fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orangtua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari keburukan sifat-sifatnya, tapi tidak mampu mengubahnya. Karena sifat-sifat buruk itu sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Maka berbahagialah para orangtua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak di masa mendatang.”
Merupakan kesalahan besar apabila menyepelekan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak, karena kebakaran yang besar terjadi sekalipun berawal dari api yang kecil. Maka bila orangtua mendapati anaknya melakukan kesalahan, seperti berkata kasar misalnya, hendaknya langsung memperingatinya.
Setelah mengetahui arti penting peringatan dan perbaikan bagi anak, maka para orangtua dan pendidik harus mengerti metode yang diajarkan Rasulullah SAW dalam peringatan dan perbaikan anak. Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut dengan metode ganjaran (reward) dan hukuman (punishement). Dengan metode tersebut diharapkan agar anak didik dapat termotivasi untuk melakukan perbuatan positif dan progresif.
Dalam topik ini akan dibahas tentang pengertian hukuman dan ganjaran, pendapat beberapa pakar pendidikan tentang pelaksanaan hukuman dan ganjaran serta penerapannya dalam pendidikan. Selanjutnya dibahas pula tentang ganjaran dalam bentuk hadiah sesuai dengan praktek Rasulullah SAW dalam menerapkan hukuman dan ganjaran.
B. PEMBAHASAN
a. Metode Pemberian Ganjaran (Reward)
1. Pengertian Ganjaran (Reward)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ganjaran adalah hadiah (sebagai pembalas jasa), dan hukuman; balasan.
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun balasan yang buruk.
Sementara itu, dalam Bahasa Arab ganjaran diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab bisa juga berarti pahala upah dan balasan. Kata tsawab banyak ditemukan dalam al-Quran , khususnya ketika kitab suci ini membicarakan tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata tsawab selalu diterjemahkan kepada balasan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam firman Allah SWT pada surat Ali Imran: 145, 148, an-Nisa: 134. Dari ketiga ayat di atas, kata tsawab identik dengan ganjaran yang baik. Seiring dengan hal ini, makna yang dimaksud dengan kata tsawab dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik.
Dalam pembahasannya yang lebih luas, pengertian istilah ganjaran dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. Muhammad bin Jamil Zaim menyatakan bahwa ganjaran merupakan asal dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang ganjaran tersebut lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan daripada celaan atau sesuatu yang menyakitkan hati.
Sedikit berbeda dengan metode targhib, tsawab lebih bersifat materi, sementara targhib adalah harapan serta janji yang menyenangkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.
2. Cara Mengaplikasikan Ganjaran
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran antara lain:
a. Ekspresi Verbal/Pujian yang Indah
Pujian ini diberikan agar anak lebih bersemangat belajar. Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memuji cucunya, al-Hasan dan al-Husein yang menunggangi punggungnya seraya beliau berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian.” (H.R. Ath-Thabrani dari Jabir ra). Oleh karenanya guru diharapkan mengikuti makna-makna dalam rangka memberi ganjaran atau pujian yang akan bermanfaat dan lebih menarik perhatian. Ganjaran-ganjaran yang diberikan dengan mudah terhadap suatu perbuatan akan menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik.
b. Imbalan Materi/Hadiah
Tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah. Cara ini bukan hanya menunjukkan perasaan cinta, tetapi juga dapat menarik cinta dari si anak, terutama apabila hal itu tidak diduga. Rasulullah telah mengajarkan hal tersebut dengan mengatakan, “Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian saling mencintai.” Beliau tidak mengatkan, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” Tidak dengan kata akan. Jadi hasilnya muncul secara cepat dalam menarik perasaan cinta. Setiap orang tua mengetahui apa yang disukai dan diharapkan oleh anaknya, sehingga hadiah yang diberikan dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan keadaan anaknya. Muhaimin dan Abd. Majid menyebutkan bahwa ganjaran dapat diberikan kepada anak didik dengan syarat dalam benda yang diberikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan, misalnya untuk anak didik yang ranking pertama diberikan hadiah bebas SPP, dsb.
c. Menyayanginya
Di antara perasaan-perasaan mulia yang Allah titipkan pada hati kedua orangtua adalah perasaan sayang, ramah, dan lemah lembut terhadapnya. la merupakan perasaan yang mulia yang memiliki dampak yang paling utama dan pcngaruh yang sangai besar dalam mendidik, menyiapkan, dan membcnluk anak. Hati yang tidak memiliki kasih sayang akan memiliki kekerasan dan kekasaran yang lercela. Diketahui bahwa sifat-sifat yang buruk ini akan mcnimbulkan reaksi pada anak-anak berupa kebencian mercka terhadap ayah dan ibunya. Karena itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi dan Amr bin Syu'aib, Rasulullah saw mengatakan, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil.” Jadi, kasih sayang itu harus diberikan kepada anak-anak. Anak tidak bolch dihukum ketika melakukan kesalahan seperti tindakan terhadap orang dewasa. Karena, orang dewasa dapat mcmbedakan antara yang benar dengan yang salah. Sedangkan anak tidak dcmikian. Jadi, yang menjadi prinsip ketika berinteraksi dengan anak. adalah kelembutan, kasih sayang, dan keramahan.
d. Memandang dan Tersenyum Kepadanya
Hal ini terkadang dianggap sepele, padahal ia menunjukkan cinta dan kasih sayang, sebagaimana juga dapat menunjukkan hukuman apabila pandangan yang diberikan adalah pandangan yang tajam disertai muka yang masam. Karena itu, pandangan yang lembut disertai dengan senyuman dapat menambah kecintaan anak terhadap orang tua atau guru. Pandangan sering pula menjadi sebab kebencian anak terhadap orangtuanya apabila mereka bermuka masam terhadapnya tanpa sebab yang jelas dan menyangkanya sebagai kewibawaan.
Senyuman merupakan sedekah sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW, “Tersenyumnya engkau terhadap saudaramu adalah sedekah.” Senyuman sama sekali bukan suatu beban vang memberatkannya, tetapi ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat, Ketika berbicara dengan anak-anak maupun dengan murid-murid hendaknya seorang ayah atau seorang guru mcmbagi pandangannya secara merata kepada mereka semua, sehingga mereka mendengarkannya dengan perasaan cinta dan kasih sayang serta tidak membenci pembicaraannya. Dan masih banyak lagi cara-cara lain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti menyambutnya dengan hangat, memberikan dorongan ketika bertanya dan menjawab, menerima pendapat-pendapat dan saran-sarannya, bersifat adil dan lain sebagainya.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Sebagaimana pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya, pendekatan ganjaran juga tidak bisa terlepas dari kelebihan dan kekuranagn. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan bahwa pendekatan ganjaran memiliki banyak kelebihan yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
b) Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
Di samping mempunyai kelebihan, pendekatan ganjaran juga memiliki kelemahan antara lain:
a) Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya. Sikap-sikap negatif yang mungkin timbul ini dijelaskan dalam sebuah hadis Nabi SAW bahwa beliau mendengar seorang laki-laki memberi hadiah kepada laki-laki lain, hadiahnya itu berlebih-lebihan. Berdasarkan kejadian itu, maka Nabi SAW bersabda: “Engkau telah berbuat kerusakan di belakang manusia.” (HR. Imam Bukhori). Praktek-praktek lain yang akan membawa akibat negatif juga dianggap tidak baik. Oleh karena itu, guru-guru atau para pendidik diharapkan dapat meninggalkan dari konskuensi yang berat hanya karena pemberian ganjaran kepada anak didiknya.
b) Umumnya ganjaran membutuhkan alat tertentu dan membutuhkan biaya, dll.
b. Metode Pemberian Hukuman (Punishement)
1. Pengertian Hukuman
Hukuman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan; 1). Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang, dsb. 2). Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim 3). Hasil atau akibat menghukum.
Dalam Bahasa Arab hukuman diistilahkan dengan ‘iqab, jaza’ dan ‘uqubah. Kata ‘iqab bisa juga berarti balasan. Al-Qur’an memakai kata ‘iqab sebanyak 20 kali, dalam 11 surat. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut terlihat bahwa kata ‘iqab mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat, dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan, seperti firman Allah SWT dalam surat Ali Imran: 11 dan al-Anfal: 13.
Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, ‘iqab berarti:
1) Alat pendidikan preventif dan refresif yang paling tidak menyenangkan.
2) Imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta didik.
Istilah ‘iqab sedikit berbeda dengan tarhib, dimana ‘iqab telah berbentuk aktivitas dalam memberikan hukuman seperti memukul, menampar, menonjok, dll. Sementara tarhib adalah berupa ancaman pada anak didik bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.
Berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuat oleh anak didik, maka pendidik harus memberi nasihat atau peringatan yang akan membantu pribadi anak didik dalam mengevaluasi tingkah lakunya sendiri. Nasihat atau peringatan (nadzir) itu berasal dari Nabi SAW, misalnya dalam surat al-A’raf (7): 184, dan Hud (11): 12. Rasulullah SAW sendiri dalam banyak hal telah banyak mendapatkan teguran. Ini berarti, beliau dituntut agar tidak mengulangi perbuatan-perbuatan tertentu. Hal ini juga berlaku bagi para pelajar agar mempunyai respons positif terhadap teguran dan nasihat guru mengenai apa yang tidak boleh diperbuatnya. Peringatan dan teguran itu harus dipadukan dengan penjelasan alasan yang masuk akal dan indikasi alternatif-alternatif yang bisa diterima.
2. Cara Mengaplikasikan Hukuman
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman, yaitu bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secarta terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Pemberian hukuman menurut Najib Khalid al-Amir juga memiliki beberapa teori diantaranya dengan cara teguran langsung, melalui sindiran, melalui celaan, dan melalui pukulan. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman yaitu: 1) Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang. 2) Harus didasarkan pada alasan keharusan. 3) Harus menimbulkan kesan di hati anak. 4) Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 5) Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Seiring dengan itu, Muhaimin dan Abd. Majid menambahkan bahwa hukuman yang diberikan haruslah:
a. Mengandung makna edukasi. b. Merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada. c. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْاهُمْ وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا فِى اْلمَضَاجِعِ (رواه ابو داود)
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan shalat) jika mereka telah berusia sepuluh tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).
Terdapat beberapa cara digunakan Rasulullah SAW dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada anak, diantaranya:
1. Melalui Teguran Langsung.
Umar bin Abi Salmah r.a. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW. Ketika makan, biasa-nya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu bcliau berkata, 'Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”
Riwayat di atas menyiratkan beberapa nilai tarbawiyah yang dapat diterapkan dalam mendidik anak, yaitu:
a. Rasulullah SAW senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat keterikatan batin antara seorang pendidik dengan anak didiknya. Dengan begitu, dapat diluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan anak-anaknya ketika makan bersama, sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua orang tua. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat orang tua kepada anak-anaknya, baik itu nasihat dalam hal perilaku, keimanan, atau pendidikan.
b. Waktu yang beliau pilih pun sangat tepat. Beliau segera menegur ketika kekeliruan Umar bin Abi Salmah itu terjadi berulang-ulang sebelum kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan sehari-han. Jika dibiarkan, kekeliruan akan sulit diluruskan. Kalaupun dapat, kita membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak lagi. Karenanya, mengacu pada metode Rasulullah SAW di atas, maka kebiasaan jelek anak didik harus sesegera mungkin diluruskan. Model pendidikan ini wajib diambil sari patinya oleh para orang tua dan pendidik zaman sekarang.
c. Sebagai seorang pendidik, Rasulullah SAW memanggil anak dengan panggilan yang menyenangkan, seperti “wahai ghulam”. Abu Salmah pun menyenangi panggilan tersebut. Cara tersebut cukup efektif menarik perhatian anak sehingga mereka tidak kesulitan menerima nasihat. Ironisnya sekarang ini, jika melihat kekeliruan anak-anaknya, para orang tua marah besar sambil memanggil dengan sejelek-jelek nama.
2. Melalui Sindiran
Rasulullah SAW. bersabda, “Apa keinginan kaum yang mengatakan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tak senang dengan sunnahku berarti dia bukan golonganku.” (Lihat Shahihul Jami Ash Shagir, Juz 5, Hadits No. 5448). Sabda tersebut menyiratkan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam tarbiyah:
a. Mengatasi kesalahan anak didik melalui sindiran dapat menjaga wibawa anak di mata teman-temannya, sehingga dia tidak rendah diri. Hal itu mengisyaratkan bahwa upaya meluruskan kesalahan anak didik jangan dilakukan dengan cara menjatuhkan mentalnya karena itu dapat menimbulkan berbagai kelainan mental.
b. Ketika pendidik memperbaiki kesalahan anak didik melalui sindiran, diharapkan tali kasih sayang dan rasa percaya diri akan membentang di antara mereka. Pendidik merasakan ketenangan dan kerelaan hati tatkala meluruskan kesalahan sang anak didik, tanpa harus menyebutkan kesalahan anak tersebut di hadapan orang banyak. Dengan begitu, dia memiliki kesiapan pikiran dan konsentrasi dalam meluruskan kekeliruan anak didiknya.
3. Melalui Pemukulan
Cara mengatasi kekeliruan yang cukup besar di antaranya melalui pemukulan yang tidak berbekas. Namun, anehnya, saat ini banyak orang yang menentang teori tersebut dengan dalih, teori semacam itu tidak berperikemanusiaan, atau merupakan teori kuno. Padahal, Allah SWT, Sang Pencipta alam raya, manusia, dan jin, Maha Mengetahui akan kemaslahatan urusan dunia dan akhirat. Namun, "memukul" jangan diartikan sebagai tindakan pukul-memukul. Dalam cara itu terdapat kode etik pendidikan secara syar'i yang melindunginya, diantaranya:
a. Seorang pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan dan ancaman tidak mempan lagi.
b. Tidak boleh memukul dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan membahayakan diri anak. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah SAW, "Jangan marah!" (HR Bukhari)
c. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat yang berbahaya, seperti kepala, dada, perut, atau muka. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah SAW., "Jika salah seorang dari kamu memukul, maka jauhilah muka." (HR Abu Daud)
d. Disarankan agar pukulan tidak terlalu keras dan tidak menyakitkan. Sasarannya adalah kedua tangan atau kedua kaki dengan alat pukul yang lunak (tidak keras). Selain itu, hendaklah pukulan-pukulan itu dimulai dari hitungan satu sampai tiga jika si anak belum baligh. Tetapi, jika sudah menginjak masa remaja, sementara sang pendidik melihat bahwa pukulannya tadi tidak membuat jera si anak, dia boleh menambahnya lagi sampai hitungan kesepuluh. Hal itu mengacu pada sabda Rasulullah SAW, "Tidak mendera di atas sepuluh deraan kecuali dalam hukuman pelanggaran maksiat (hudud)." (HR Bukhari)
e. Jika kesalahan itu baru pertama kali dilakukan, si anak hams diberi kesempatan sampai bertaubat dari perbuatannya.
f. Hukuman harus dilakukan oleh sang pendidik sendiri, lidak boleh diwakilkan kepada orang lain, agar terhindar dari kedengkian dan perselisihan.
g. Seorang pendidik harus dapat menepati waktu yang sudah ditetapkan untuk mulai memukul, yaitu langsung kctika anak melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan, apabila seorang pendidik memukul orang bersalah setelah berselang dua hari dari perbuatan salahnya. Keterlambatan pemukulan sampai hari kedua ini hampir tidak ada gunanya sama sekali.
h. Jika sang pendidik melihat bahwa dengan cara memukul masih belum membuahkan hasil yang diinginkan, dia lidak boleh meneruskannya dan harus mencari jalan pemecahan yang lain.
Para pendidik Muslim telah maklum bahwa hukuman anak-anak di sekolah tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Qabisi dalam bukunya Al-Mufashsholah lil Ahwalil Muta’allimin wa Ahkamil Mu’allimin wal Muta’allimin, mengatakan bahwa guru atau pendidik harus mempunyai izin dari orang tua atau wali murid sebelum menghukumnya dengan lebih dari tiga kali pukulan. Dalam kasus-kasus tertentu membolehkan hukuman lebih dari sepuluh kali pukulan yang terhitung sebagai hukuman maksimal. Ibn Hajar al-Haitami (w1567 M), dalam risalahnya, Tahrirul Maqal, bahwa guru atau pendidik tidak berhak menjatuhkan hukuman badaniah kepada anak-anak didiknya, kecuali mendapatkan izin dari orang tua walinya. Al-Haitami tidak memperkenankan para pendidik untuk menjatuhkan hukuman badaniah pertama, dengan tiga kali pukulan sebagaimana al-Qabisi, tanpa ada izin orang tua wali.
Dalam keterangan di atas disebutkan hadis yang menerangkan tentang perintah shalat bagi anak mulai ia berumur tujuh tahun, dan memukulnya bila meninggalkannya setelah berumur sepuluh tahun. Maka pada umur-umur sebelum itu, orangtua harus pintar dan sabar dalam mendidik anak.
Tindakan memukul anak sebelum ia berumur sepuluh tahun dapat berakibat buruk bagi keadaan fisik maupun mentalitasnya. Al-Qabisi (w 1012 M) dan Ibn Sahnun (Muhammad bin Abdus Salam bin Said) mengatakan bahwa pendidik tidak boleh menjatuhkan hukuman ketika marah sebab mungkin hanya karena kehendak hawa nafsunya yang barangkali membelakangi fakta-fakta yang sesungguhnya. Prinsip lain yang mendapatkan tekanan adalah pendidik tidak boleh manjatuhkan hukuman atas dasar alasan-alasan pribadi. Prinsip ini sesuai dengan al-Qur’an surat Ali Imran (3): 134. Sementara itu, dalam keadaan tidak marah, orang akan mampu melaksanakan hukuman dengan sebaik-baiknya kepada orang lain. Maka hal ini menjadi alasan yang lebih kuat dalam rangka mendidik anak-anak. Sedangkan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya menjelaskan bahwa hukuman yang diberikan kepada anak kecil mungkin akan berakibat anak tersebut akan belajar menipu dan berdusta. Anak tidak boleh dipukul lebih dari sepuluh kali. Selain itu pun, cara ini hanya boleh dipakai dalam keadaan mendesak. Karena terlalu seringnya memukul anak akan menurunkan wibawa hukuman tersebut di mata anak, sehingga anak tidak takut lagi dipukul, karena sudah terbiasa. Akibat buruk lainnya adalah gangguan yang dapat terjadi pada fisik anak.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Pendekatan hukuman dinilai memiliki kelebihan apabila dijalankan dengan benar, yaitu:
a. Hukuman akan menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b. Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
c. Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.
Sementara kekurangannya adalah apabila hukuman yang diberikan tidak efektif, maka akan timbul beberapa kelemahan antara lain:
a. Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.
b. Murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta (karena takut dihukum).
c. Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.
Ahmad Tafsir menyebutkan, bahwa kedua metode di atas (ganjaran dan hukuman) merupakan metode yang sebenarnya tidak lebih baik dari targhib dan tarhib. Perbedaan utama antara tsawab dan ‘iqab dengan targhib dan tarhib adalah bahwa targhib dan tarhib bersandarkan ajaran Allah SWT, sementara tsawab dan ‘iqab bersandarkan hukuman duniawi.
C. PENUTUP
Karena pengajaran merupakan aktivitas kependidikan, maka pendidik atau guru harus memberikan yang terbaik untuk memotivasi setiap anak didiknya dengan memilih metode yang berguna. Di samping itu pendidik boleh saja mempergunakan ganjaran dan hukuman sebagai kekuatan-kekuatan yang memberi motivasi. Fitrah manusia yang baik masyarakat lebih utamanya ganjaran ketimbang hukuman. Kedudukan pendidik Muslim yang tinggi ini menjadikan ganjaran lebih menarik perhatian. Ketika hukuman itu dilakukan dalam kesempatan-kesempatan, kiranya harus dihubungkan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Adanya asas hukuman jasmani tidak diletakkan sebagai alasan untuk mempergunakan metode hukuman badaniah dengan tanpa pandang bulu. Nabi SAW bersabda, “Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat baik dan lemah lembut dalam segala hal.” Maka tidak diragukan lagi, bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang cinta akan kebajikan dan kelembutan.
Oleh karena itu setiap pendidik hendaknya memperhatikan beberapa syarat dalam pemberian hukuman, yaitu mengandung makna edukasi, harus tetap dalam jalinan cinta kasih, dan sayang harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan bagi anak didik, diikutkan dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan kepada anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Shaleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (Terj. H.M. Arifin dan Zainuddin), Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, Cet. II
‘Ali, Atabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdhar, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1996, Cet. I
Amir, Najib Khalid al-, Min Assaalibir Rasul SAW fit Tarbiyah, Terj. Ibnu Muhammad, Tarbiyah Rasulullah SAW), Jakarta: Gema Insani Press, 1994, Cet. I
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasan Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, Edisi II, Cet. IV
Hafiz, M. Abd., Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: al-Bayan, Anggota IKAPI 1417 H, Cet. I (Terj.) Manhajut Tarbiyatun Nabawiyah lil Thifli, Kairo: Daarut Thoba’ah wan Nasrul Islamiyah, 1400 H/1988 M, Cet. II.
Muhaimin & Abd Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik & Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trugenda Karya, 1993, Cet. I
Mursi, M. Said, Melahirkan Anak, Masya Allah; Sebuah Terobosan Baru Dunia Pendidikan Modern, Jakarta: Cendekia Sentra, 2001, (Terj.) Fan Tarbiyah al-Awlad fil Islam
Nawawy, Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarof an-, Kitab Riyadhus Shalihin, Bab Wujubu Amri Ahli Baitihi,Beirut: Dar el-Fikr, 1409 H/1989 M
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992, Cet. I
Zaim, Muhammad bin Jamil, Petunjuk Praktis Bagi Para Pendidik Muslim, Jakarta: Pustaka Istiqamah, 1997
Diposting oleh miss_dzaa 1 komentar
Label: Makalahku
PERKAWINAN SEJENIS : HARUSKAH DILARANG?
PERKAWINAN SEJENIS : HARUSKAH DILARANG?
Prolog
Merupakan hal yang sudah sangat lumrah apabila seorang wanita tertarik pada pria atau sebaliknya, saling jatuh cinta dan untuk kemudian berencana ingin hidup bersama dengan orang yang dicintainya itu. Inilah yang acapkali dikatakan sebagai fitrah, atau kodrat atau kenormalan atau apa saja istilah yang dikatakan masyarakat terhadap relasi heteroseksual ini. Namun terkadang dalam masyarakat apa yang dianggap “sewajarnya” dan “seharusnya” ini tidak berjalan sesuai dengan semestinya. Dalam arti lain tidak selamanya seorang wanita tertarik pada pria atau sebaliknya. Ada sebagian dari wanita yang menyukai sesamanya begitu pula ada dari sebagian pria yang menyukai sesamanya. Fenomena seperti ini telah terjadi dari zaman dahulu kala, bahkan jauh sebelum Islam datang. Ketertarikan sesama jenis yang biasanya diistilahkan dengan homoseksual untuk ketertarikan sesama pria, dan lesbian untuk ketertarikan sesama wanita, telah ada pada setiap kurun waktu zaman dan kebudayaan. Hanya saja kadang tampak secara jelas namun lebih sering secara terselubung.
Pada sebagian besar komunitas muslim, entah di negeri ini atau di negeri muslim lainnya, homoseksual merupakan sesuatu yang sangat diharamkan. Mereka memandang homoseksual sama dengan Liwath yang dilakukan oleh umat nabi Luth, atau yang lebih umum dikenal dengan sodomi, istilah yang berasal dari kota tempat terjadinya praktik honoseksual ini yaitu kota Sodom. Mayoritas umat Islam mencap homoseksual sebagai praktik seksual sesama jenis dan ini adalah mutlak melanggar kodrat yang telah ditetapkan Allah.
Sampai saat ini fenomena ketertarikan sesama jenis ini terus melebar dan menjadi momok yang menakutkan, bahkan dinilai sebagai sesautu yang sangat menghancurkan moral. Ada banyak fatwa-fatwa yang menentang, protes-protes dari berbagai kalangan untuk mengecam dan mencoba memusnahkan fenomena ini bahkan cenderung pula mengucilkan dan mengisolir pelaku atau komunitas yang mendukung praktik homoseksual dan lesbian ini. Begitu banyak pendapat yang menghujat dan menuding komunitas atau pelaku homoseksual sebagai pendosa besar bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun mereka yang dicap tidak normal atau menyimpang perilaku seksualnya ini sering tidak diikutkan dalam pergaulan dan bahkan ditolak keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
Namun begitu di sisi lain, juga cukup banyak pendapat dari berbagai kalangan bahkan aksi yang secara jelas menunjukkan dukungan mereka terhadap apa yang dinilai menyimpang ini. Secara lugas dan terang-terangan komunitas ini menunjukkan pembelaan mereka terhadap fenomena ini dan sekaligus pelakunya. Kelompok yang kedua ini mengatakan bahwa homoseksual bukanlah sesuatu yang harus dibenci bahkan dicap sebagai suatu dosa, karena –sekali lagi menurut mereka- hal ini adalah lumrah, normal, tidak menyimpang dan tidak bisa dikatakan melanggar kodrat.
Untuk menjembatani kedua pendapat yang bersilangan secara ekstrim ini, ada baiknya ditelusuri lebih dulu apa dan bagaimana yang disebut dengan homoseksual dan lesbian. Juga akan dipaparkan sedikit mengenai perkembangan homoseksual ini pada kurun waktu zaman dan kebudayaan yang berbeda berikut dengan tanggapan masyarakat di zaman itu, sehingga nantinya bisa melahirkan suatu pemikiran atau tanggapan yang komprehensif dan objektif tentang homoseksual dan lesbian ini. Walaupun, mungkin akan sulit dicari titik temunya,-terlebih karena kalangan yang berbeda pendapat ini memiliki dasar dan argumen yang sangat diyakini sebagai suatu kebenaran-, namun setidaknya ada usaha untuk membuka wawasan baru yang diharapkan nantinya akan memberi perubahan dan pencerahan terhadap cara masyarkat muslim negeri ini untuk lebih wise dalam menyikapi fenomena ketertarikan sesama jenis yang memang berpotensi untuk lebih lanjut menjadi “pernikahan sesama jenis”.
Fenomena homoseksual di zaman dahulu
Dalam kitab Upanishad II yaitu kitab agama Hindu yang khusus membicarakan hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai masalah seks dikatakan bahwa, lesbianisme dihukum dengan denda dan pemukulan terhadap gadis tersebut. Kepalanya digunduli atau pemotongan dua jari terhadap seorang perempuan yang mencemasi seprang gadis dan dia harus menunggangi keledai keliling kota, sementara homoseks mendapat hukuman yang lebih rendah. Menurut kitab itu seorang laki-laki dilahirkan dua kali, yang melakukan pelanggaran tidak wajar dengan seorang laki-laki harus mandi dengan memakai pakaian. Namun dalam teks lain dikatakan bahwa laki-laki itu kehilangan kastanya. Namun, beberapa penulis abad pertengahan menganggap "seks bawah" homoseksualitas sebagai suatu hal yang lazim dan bukanlah suatu ketidaknormalan .
Dalam ajaran Baha’ullah, praktik homoseksual dan lesbian tidak dianggap sebagai sesuatu yang dibolehkan. Meskipun ada beragam sikap yang sering diambil terhadapnya dalam sejarah kehidupan muslim di barat, tentu saja menentang kelalaian yang dianggap dosa semacam ini. Hubungan homoseksual dan lesbian ini dianggap melawan alam, suatu penyimpangan dan cara yang salah ketika mengekspresikan dalam bentuk hubungan seksual, walau bagaimanapun baiknya rasa kasih sayang antara dua orang yang berkelamin sama.
Tulisan Baha’i mengenai homoseksual dan lesbian ini meliputi dua konsep, yang pertama: homoseksual sebagai suatu orientasi atau kecendrungan seksual, yaitu suatu kondisi psikologis atau mental yang secara relatif stabil di mana seorang laki-laki atau perempuan tertarik dengan orang dari jenis kelamin yang sama. Konsep kedua: homoseksual sebagai tingkah laku, yang berarti tindakan-tindakan seksual diantara individu-individu dari jenis kelamin yang sama. Konsep yang kedua inilah yang tidak dibolehkan, dianggap tidak bermoral dan harus dihindari sebagaimana hubungan seks pranikah.
Dalam sebuah surat yang datang dari Mahkamah Universal kaum Baha’i dinyatakan bahwa “kondisi orang yang secara seksual tertarik kepada seseorang yang bukan dari lawan jenis, dianggap olah kepercayaan sebagai suatu distorsi terhadap sifat manusia sejati, sebagai problem yang harus ditanggulangi. Tidak perduli apakah kondisi fisik atau psikologis yang menyebabkannya”. Selanjutnya dijelaskan bahwa kondisi homoseksual dan lesbian memang bukanlah sesuatu yang alami, akan tetapi masyarakat diharapkan dapat sabar menerima dalam menyikapi, karena manusia selalu memiliki ketidaksempurnaan dan itu harus diperjuangkan untuk ditanggulangi, dan manusia lainnya atau masyarakat sekitar diharapkan untuk saling memahami dan bersabar satu sama lain.
Seorang homoseks atau lesbi dinasihatkan untuk mencari bantuan dokter dan melakukan segala usaha yang mungkin untuk menanggulangi kondisi ini. Dia harus ditolong secara spiritual maupun medis. Masyarakat sekitarnya memang harus bersabar tetapi tidak boleh dibiarkan dalam jangka panjang karena akan membawa aib bagi masyarakat. Tindakan-tindakan yang ditampakkan secara terang-terangan dari tingkah laku kaum homoseks disensor secara total dan orang diminta untuk meninggalkannya. Jika tindakannya tidak terlalu mencolok orang dengan perilaku homoseks ini tidak akan dikucilkan atau disisihkan dari partisipasi penuh kaum Baha’i. Hak suara dalam pemilu mungkin tidak akan dicabut, hanya saja sebagai sanksi administratif yang itupun bersifat sementara, adalah sekadar mencabut hak partisipasi di masyarakat untuk sementara waktu .
Pada masa kebudayaan Cina kuno, homoseks tidak disebutkan di dalam buku saku seksual karena buku-buku tersebu lebih memfokuskan perhatian pada hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Hal-hal ini sekaligs menunjukkan bahwa ghal tersebut jarang pada zaman-zaman awal dan berkembang pada abad pertengahan. Kalaupun ada, homoseksualitas sesama jenis agaknya dimaafkan pada kalangan orang dewasa. Karena hubungan intim antara dua elemen Yang diyakini tidak akan menghilangkan kekuatan vital.
Homoseksualitas perempuan atau yang biasanya disebut lesbianisme diangap lazim dan ditoleransi dengan ikatan yang pasti dianggap biasa menyebar di pondokan perempuan. Perempuan bisa saling bisa memuaskan secara wajar atau dengan alat bantu buatan, seperti dildo dobel atau exetion bell yang biasa digunakan untuk masturbasi.
Dalam buku "Cermin Cinta yang Jantan", pada masa kebudayaan Jepang masa lalu Saikaku (pengarang) menceritakan bahwa seksualitas sejenis merupakan hal yang lumrah. Pertumbuhan monotisisme Budha menjadikan homoseks biasa antara guru dan murid baik sembunyi maupun terang-terangan. Di golongan para prajurit, laki-laki muda memberikan pelayanan kepada sesama mereka sebagai ganti dari perhatian orang ta. Bahkan menurut penulis Saikaku, biara-biara Budha dan kuil-kuil Shinto dijadikan tempat favorit para homoseks .
Sementara dalam kitab perjanjian baru, homoseks merupakan perbuatan yang terkutuk. Berdasarkan cerita Sodom dan Gomorah yang dihancurkan karena praktik homoseks ini, bahwa mereka dikatakan telah menyerahkan diri pada perbuatan zina dan pergi menuruti daging yang asing .
Paulus sangat mencela homoseks laki-laki dan perempuan. Dikatakan: para perempuan mengubah manfaat alami dengan menentang alam, dan sebaliknya juga laki-laki, meninggalkan manfaat alami perempuan, terbakar dalam nafsu mereka satu terhadap yang lain, dan murka Tuhan tampak pada semua ketidakbaikan semacam ini (Rom :1-26 F) dalam katolik homoseks sangat dicela sehingga tidak memiliki tujuan yang esensial dan sangat penting, karena tindakan homoseks adalah kebejatan moral yang serius dan bahkan ditampilkan sebagai konsekuensi jelek dari menolak Tuhan .
Namun pada tahun 1993, gereja Metodis yang terbesar yang telah bertahun-tahun mendiskusikan seksualitas menegaskan ajaran Kristen tradisional mengenai "kesucian untuk semua di luar perkawinan dan kepatuhan di dalamnya. Tetapi eksistensi homoseksual diakui dengan adanya penerimaan"partisipasi dan kependetaan kaum lesbi dan guy di gereja. Sementara di gereja Anglikan di UK, eksistensi homoseksualitas di antara pendeta telah diketahui. Pernyataan uskup yang melarang hubungan homoseksual mendapat protes dan kecaman berat dari para homoseks., dan dianggap sebagai sikap kejam dan mencampuri urusan pribadi orang lain .
LEBIH MENGENALI HOMOSEKSUAL
Abnormalitas seksual oleh karena seksualitas sangat erat kaitannya dengan seluruh aspek kepribadian seseorang, maka penyimpangan seksual pada umumnya sangat berasosiasi dengan: 1) Maladjustment atau ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dianggap parah. 2) Kesukaran-kesukaran requrotes. 3) Ketakutan dan kecemasan neurotis terhadap relasi heteroseksual. Dari sekian banyak abnormalitas sexual, para ahli berpendapat bahwa abnormalitas sexual dapat digolongkan ke dalam 3 bagian : 1) Abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan seksual yang abnormal, termasuk didalamnya: perzinahan, prostitusi, promiskuitas, impotensi, ejakulasi dini, anorgasme dan sebagainya. 2) Abnormal seks yang disebabkan oleh adanya partner seksual yang abnormal. Yang termasuk golongan ini antara lain : homosex, lesbianisme, pedofilia , insect , saliromania dsb. 3) Abnormalitas seksual yang dilakukan dengan cara-cara abnormal dalam pemuasan dorongan seksualnya, termasuk di sini onani atau masturbasi, sadisme , transvitisme , transexualisme dan sebagainya .
Homoseks secara umum diartikan sebagai relasi seks dari jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai seks yang sama secara perasaan (kasih sayang, hubungan emosional) atau secara erotik, baik secara predominan (lebih menonjol) maupun ekslusif semata-mata terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan jasmaniah .
LESBIANISME
Lesbian berasal dari kata lesbos yaitu nama sebuah pulau di tengah lautan Eiges yang pada zaman dahulu dihuni oleh para wanita yang mereka melakukan hubungan seks di sana dengan sesamanya, karena tidak ada satu pun pria di tempat itu .
Goerge Haward dalam bukunya revolusi seks mengungkapkan: kita tidak begitu khawatir dengan bahaya nuklir yang mengancam kehidupan kita di abad modern ini, yang kita khawatirkan adalah serangan bom seks yang setiap saat meledakkan dan menghancurkan moral manusia. Pernyataan ini berdasarkan fakta empiris bahwa hubungan seks dewasa ini tidak hanya sebatas suami istri atau antara dua insan yang berlainan jenis, tetapi jauh melebar kepada hubungan seks sesama jenis, baik hubungan sesama laki-laki maupun sesama perempuan.
Beberapa pendapat mengenai hubungan seks dan lesbian diantaramnya Dr. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan: homoseks adalah hubungan seks yang dilaksanakan dengan partner sejenis. Di tambahkan oleh Dr. Ali Akbar: untuk mencari kepuasaan dengan jenis yang sama baik secara rangsang merangsang maupun tindakan yang menyerupai senggama.
Penyair homorus mencatat, bahwa gejala penyakit ini telah ada 800 tahun SM. Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Ford dan Beach tahun 1964 menunjukkan bahwa dari 76 masyarakat primitif yang diteliti 64% melakukan hubungan seksual sejenis .
Agenda komunitas homoseksual ini sangatlah sederhana, yaitu agar keberadaan mereka diterima dan tidak dipersalahkan oleh komunitas heteroseksual. Dalam proses ke arah ini mereka merekrut orang-orang baru. Melancarkan kampanye-kampanye yang sangat canggih dan beragam untuk meraih tujuan-tujuan mereka. Diantaranya partisipasi aktif dalam isu-isu sosial dan politik, seperti memberi makan masyarakat yang kelaparan dan berurusan dengan isu-isu hak asasi manusia. Di Amerika Serikat kaum homoseks ini melobi presiden –yang waktu itu- yaitu Bill Clinton. Sehingga walaupun homoseks dinilai menyimpang dan tidak normal oleh mayoritas masyarakat Amerika, namun kehadiran kaum homoseks dan lesbian diakui keberadaannya sebagai komunitas yang sah, tidak dikucilkan, atau bahkan dipinggirkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemungkinan yang menjadi batu loncatan bagi "kemerdekaan" kaum homoseks ini adalah pada tahun 1976, dimana American Psichiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika) menyatakan bahwa homoseksualitas diangggap sebagai warisan
Homoseksualitas saat ini telah menjadi gaya hidup alternatif, kecenderungan personal dan sebuah variasi alami yang makin subur di Barat. Dulu, asosiasi psikiater Amerika menganggap homoseksual adalah sebuah penyakit, namun sekarang anggapan itu sudah mengalami pergeseran menjadi homophobia atau kebencian terhadap kaum homoseks dan homoseksualitas lah yang dianggap penyakit.
Pada abad 19 homoseksual ini sangat dilarang terutama pada pemerintahan Ratu Victoria, karena kabarnya ratu ini sangat memperhatikan masalah akhlak. Namun setelah lama berselang pada tahun 1934 masalah ini muncul lagi ke permukaan. Pada tahun itu seorang ahli Ilmu Faal dari Hongaria bernama Dr. Benker untuk pertama kali memperkenalkan istilah homoseksual yang diambilnya dari bahasa Yunani yaitu "homois" yang berarti sama.
Penelitian tentang hal ini telah berjalan bersamaan dengan munculnya studi tentang seksualitas yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, yaitu semenjak berdiri institut seksuaologi Hierch Field di Jerman pada tahun 1919.
Institut tersebut digeledah oleh pemerintah Nazi pada tahun 1933, dan seluruh dokumennya dihancurkan dan dibakar serta kegiatan ilmiah dibekukan. Suasana yang menekan itu, cukup lama berlangsung dan baru muncul lagi di Amerika Serikat pada tahun 1960 sebagai pemberontakan terhadap kekangan moral, yaitu revolusi seks. Hal ini sejalan dengan perkembangan pola hidup yang serba boleh termasuk masalah seks.
Alfred Kinsley juga mengemukakan hasil penelitiannya, bahwa di Amerika terdapat 37% dari pria dan wanita yang diwawancarai, telah mempunyai pengalaman homoseksual. Ia juga mengutip penemuan Antropologi Ruth Benedict, bahwa "dari 195 kebudayaan dunia, hanya 14% yang melarang hubungan sejenis pria dan 11% yang melarang hubungan sejenis wanita".
Pada tahun 1969 kaum homowan membentuk suatu organisasi dan mendapat simpati dari sebagian anggota masyarakat. Sejak itu homoseksual mendapat perhatian dan dipublikasikan. Melalui media informasi internasional, homoseks ini tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebab-sebab terjadinya homoseksual
Mengenai sebab-sebab terjadi homoseksual, para seksuolog berbeda pendapat. Ada yang mengatakan karena pembawaan dan ada pula yang berpendapat karena faktor-faktor psikis. Di bawah ini di kemukakan beberapa pendapat: Moerthiko mengatakan, bahwa homoseksual itu terjadi disebabkan karena pengalaman-pengalaman di masa lampau tentang seks yang membekas di dalam fikiran bawah sadarnya. Ann Landers mengatakan, bahwa homoseksual dapat terjadi karena salah asuh di masa kecilnya atau perlakuan orang tua yang salah. Di sini bisa jadi orang tua amat menginginkan hadirnya anak laki-laki namun yang lahir ternyata anak perempuan, sehingga anak cenderung tersebut dididik dan dibesarkan layaknya anak laki-laki. Hal ini berpotensi untuk munculnya jiwa laki-laki dalam diri anak perempuan tersebut dan akhirnya bisa merubah orientasi seksualnya.
Menurut Syafiq Hasyim, fenomena lesbian dan homoseks hanya merupakan contoh di mana kita seringkali berfikir bahwa seseorang harus memiliki orientasi seksual yang sejalan dengan kebanyakan manusia. Padahal di balik itu terdapat banyak orang yang memiliki orientasi seksual yang sama sekali berbeda dengan manusia lainnya. Terkadang orientasi seks yang berbeda itu terkadang ada yang given , ada juga yang socially or politically constructed.
Orientasi seks adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan pilihan seksualitasnya. Maka kecenderungan seseorang untuk memiliki itu sangat dipengaruhi oleh sex dan gender. Artinya apakah seseorang menjadi lesbian or homo atau heteroseks didorong oleh sex ataukah gendernya. Karena itu penting untuk diketahui apa yang menjadi drifing force (faktor pendorong) orientasi seks seseorang.
Bila orientasi seks itu dikarenakan faktor-faktor yang bersifat bilogis atau di kalangan feminis populer dengan istilah determinisme bilogis seperti susunan hormonal atau sifat-sifat biologis lainnya, maka keadaan itu akan susah untuk dirubah. Seperti dalam hal kromosom , bayi laki-laki normal lahir dengan kromosom: X + Y = XY, dan bayi perempuan lahir dengan kromosom: X + X = XX, sementara ada bayi yang lahir dengan kromosom: X + X + Y = XXY. Bayi yang lahir dengan jenis kromosom inilah yang berpotensi menjadi seorang guy. Atau bisa menjadi lesbian apabila kromosomnya YYX. Maka bila ia menjadi lesbi atau homo maka hal itu bersifat kodrati. Dan dalam hal ini tidak dapat dipandang dari perspektif manusia. Manusia tidak berhak memberikan judgement apapun, hanya bisa dilihat dari perspektif Tuhan sbagai salah satu bentuk kekuasaan Tuhan.
Berarti bisa dimaknai di sini bahwa lesbian atau homo yang dalam kondisi ini merupakan fenomena yang di luar kemampuan manusia untuk menyelesaikannya. Karena memang dikarenakan faktor hormonal. Kecuali bila ada temuan-temuan baru yang mampu mengubah susunan hormon seorang lesbian atau homoseks sehingga menjadi normal. Namun apabila tidak kodrati atau dikarenakan pengaruh lingkungan, trauma atau semacamnya, maka hal ini dapat dicarikan solusi dan diupayakan penyembuhannya dengan cara mengubah orientasi seksualnya. Karena secara hormonal ia bukanlah orang yang tidak sempurna hormonnya sehingga orientasi seksualnya memiliki penyimpangan .
Gus Dur seorang alim ulama di negeri ini berpendapat bahwa lesbian dan guy adalah bagian dari sakit jiwa. Masyarakat tidak bisa mengatakan anti atau tidak, karena yang melakukan itu adalah orang sakit. Walau begitu orang yang hidup sebagai guy atau lesbi tetap diangap menyalahi kodrat kemanusiaan. Dari awalnya saja Allah sudah menurunkan mawaddah wa rahmah sebagai konteks sosial bagi hubungan lelaki dan perempuan dalam Islam.
Dalam relasi hubungan sejenis mawadah mungkin mawaddah bisa dicapai tetapi rahmah tidak . Homoseksual dan lesbian tidak boleh dihukum, karena hal itu merupakan problem yang aneh bila dihukum. Problem harus dipecahkan bukan dihukum. Bahkan Gus Dur lebih lanjut mengatakan tidak setuju kalau lesbian atau homoseks itu dituding, dimarahi serta diancam masuk neraka. Menurutnya harus dicarikan pemecahan secara konsultatif dan berangsur-angsur.
Dari sisi tinjauan perkembangan psikologi manusia, menurut psikolog Sawitri Sapardi Sadarjoen dari Universitas Padjadjaran Bandung, perilaku homoseksualitas merupakan hasil integrasi aspek bakat dan pola asuh orang tua. Ada tiga faktor utama yang dapat memicu homoseksualitas, yaitu faktor konstitusional-biologis yang termasuk faktor genetis, faktor kecelakaan dan lingkungan, dan faktor internal-bawah sadar.
Faktor pertama dan ketiga berpengaruh besar dalam pembentukan kategori homoseksual eksklusif, sementara faktor kedua berperan dalam kategori homoseksual fakultatif. Orang homoseksual eksklusif identitas seksualnya berbeda dari jenis kelaminnya sejak kecil. Sementara homoseksual fakultatif berperilaku homoseks hanya pada kondisi tertentu.
Dalam teori Sigmund Freud dikenal empat fase perkembangan psikoseksual , yakni fase oral, fase anal, fase phallic, dan fase genital, disitulah terjadi proses identifikasi psikoseksual anak, apakah dirinya laki-laki atau perempuan secara psikologis.
Keterbukaan atas preferensi seksual ini, seperti guy dan lesiban bahkan juga biseks terjadi sekitar lima tahun belakangan ini. Bahkan para lesbi dan homoseks itu secara terang-terangan menampakkan siapa mereka. Keterbukaan ini menurut Dede Oetomo -yang pada tahun 1982 mendirikan organisasi guy yang pertama bernama Lambda Indonesia dilanjutkan dengan Gaya Nusantara pada tahun 1987-, berlangsung selama lima tahun terakhir dan dibantu dengan pengaruh dari internet, media massa, dan multikulturalisme di Indonesia. Internet kini menjadi modus utama komunikasi dalam komunitas ini. Di ruang cakap (chatting room) ada yang disebut dengan saluran #gim dimana orang guy bisa berkenalan dengan bebas dan bercakap-cakap secara langsung dan pribadi. Seiring dengan gaya hidup kota besar, tempat-tempat pertemuan mereka juga didominasi dengan ruang-ruang publik seperti coffee shop di mall, kolam renang, ataupun tempat kebugaran. Sebuah media cetak menyediakan iklan baris untuk kencan sejenis. Kalau dulu ada ciri-ciri tertentu yang dipakai, seperti cincin di jari kelingking, anting di telinga kanan atau bahkan sapu tangan di saku belakang. Tetapi kini komunikasi bisa dilakukan hanya lewat tatapan mata saja. Ada yang diistilahkan dengan guydar (guy radar), ini diungkapkan oleh Jhon Badalu yang memprakarsai Q film festival yaitu festival film khusus komunitas guy.
Agustine (35) yang juga aktivis lesbian, biseksual, dan transgender di Koalisi Perempuan Indonesia, bercerita bagaimana lesbian mendapat tekanan, baik sebagai perempuan maupun gara-gara preferensi seksualnya. Sebuah penelitian terhadap 20 lesbian menghasilkan kalau 90% dari mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual dari keluarga dekat. Ini dilakukan untuk mengubah orientasi seks lesbian dari perempuan ke laki-laki. Bahkan ada yang dipaksa berhubungan seks dengan kakaknya atau sepupunya atas suruhan ayahnya. Agustine bercerita kalau ada perbedaan konsep lesbian generasi tua yang berusia di atas 40 tahun dan generasi muda yang berusia 15-25 tahun.
Bagi para guy atau lesbian, preferensi seksual mereka tidaklah berhubungan dengan kinerja mereka di dunia kerja. Mereka tetap bisa bekerja dengan nyaman dengan relasi kerjanya walaupun itu adalah lawan jenis. Dan kebersamaan dengan lawan jenis tidak bepengaruh pada tinggi rendahnya semangat dan etos kerja. Hanya ketika ada hasrat untuk melakukan hubungan seksual timbul ketertarikan pada sejenis. Di luar itu mereka bisa berpartisipasi dengan baik dalam keseluruh aspek kehidupan.
Berarti para homoseks dan lesbian itu bisa berbaur dengan baik sebagaimana layaknya mereka yang heteroseksual.
Diposting oleh miss_dzaa 1 komentar
Label: MAKALAHKU BELUM TUNTAS
UNIVERSITAS MASJID AL AZHAR
UNIVERSITAS MASJID AL AZHAR
(Sejarah berdiri, tujuan, kurikulum, dosen, biaya pendidikan,serta perkembangan hingga saat ini)
oleh:. Dzaatil Husni
PENDAHULUAN
Relevansi antara pendidikan dengan politik bukanlah hal yang baru. Azyumardi Azra mengemukakan bahwa dalam realitas sejarah pendidikan Islam dapat dilacak hubungan antara pendidikan dengan politik sejak masa pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam madrasah tinggi . Kenyataan ini dapat dilihat misalnya pada madrasah Nizhamiyah di Baghdad dan al Azhar di Mesir. Memang institusi pendidikan merupakan tempat yang aman untuk melestarikan dan mempertahankan sebuah ideologi atau doktrin kelompok atau penguasa tertentu.
Al Azhar di mata Internasional dikenal sebagai nama sebuah lembaga pendidikan tinggi di Kairo dan juga sebuah masjid sebagai pusat kegiatan Islam. Terutama untuk masa sekarang ini al Azhar juga dikenal sebagai benteng pertahanan doktrin Sunni. Walaupun pada dua abad sebelumnya merupakan media propaganda ajaran Syi’ah. Apa yang membedakan Al Azhar dari pusat-pusat lainnya mungkin adalah kedudukan Kairo yang menakjubkan secara geografis, sebagai persilangan bagi mereka yang naik haji dari Afrika Utara, tetapi juga bagi banyak cendekiawanbdan mahasiswa. Al Azhar menjadi terkenal bagi orang-orang Maroko yang naik haji .
Pada uraian berikut ini akan dijelaskan –walaupun jauh dari lengkap- perjalanan sejarah al Azhar mulai dari pembangunannya hingga perubahan kurikulum dan sistemasi pendidikan yang tidak terlepas dari ide-ide pembaharuan para pemikir Islam yang memiliki kontribusi langsung terhadap al Azhar.
SEJARAH BERDIRI
Nama al Azhar mulai dikenal pada masa dinasti Fathimiyah menguasai Mesir. Pada tahun 359H/970M khalifah al Mu’izz Lidinillah merintahkan panglima Jauhar al Katib as Saqili agar meletakkan batu pertama bagi pembangunan Masjid Jami’ al Azhar yang selesai pembangunannya pada tahun 361 H/971 M . Nama yang pertama diberikan untuk masjid ini adalah “Jami’ul Qahirah”, dinisbahkan kepada kota tempat masjid ini berdiri. Selanjutnya masjid itu dinamai “al Azhar” yang berarti gemerlapan dinisbahkan kepada Fathimah Az Zahra sebagai nenek moyang dinasti Fathimiyyah. Dikatakan juga bahwa Al Azhar didirikan sebagai monumen untuk memperingati dan menghormati Fathimah selaku leluhur ahlul bayt .
Pada masa penguasaan daulah Fathimiyah ini Jauhar al Katib menginstruksikan untuk tidak menyebut-nyebut bani Abbas dalam setiap khotbah Jum’at dan juga mengharamkan pemakaian jubah hitam serta atribut bani Abbas lainnya. Pakaian yang dipakai untuk shalat Jum’at haruslah berwarna putih. Azan diganti dengan “ Hayya ‘ala khair al amal” dan dalam khotbah Jum’at diucapkan : “Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Nabi Muhammad manusia yang terpilih, kepada Ali manusia yang diridhai, kepada Fathimah dan kepada Hasan dan Husein cucu Rasulullah. Mereka itu disingkirkan Allah dari kotoran dan disucikan. Shalawat atas diri imam-imam yang suci dan atas diri amirul mukminin al Mu’izz Lidinillah.”
Sebagai lembaga keagamaan al Azhar berfungsi sebagai pusat kegiatan al Muhtasib, yaitu jabatan agama yang penting dalam dinasti Fathimiyah. Al muhtasib dalam istilah Athiyah Musthafa Musyarrafah adalah orang yang beramar ma’ruf nahi munkar, yaitu orang yang bertugas menjaga akhlaq dan nilai-nilai keutamaan serta amanat.
Kegiatan belajar, kurikulum, dosen dan pembiayaan.
Semula ide penguasa Fathimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar di al Azhar adalah karena kepentingan mazhab . Namun gagasan ini kemudian berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah peguruan tinggi.
Pada tahun 975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiah yang sederhana, seperti kuliah-kuliah yang diberikan pada masjid ‘Amr, masjid al Askar, dan masjid Ibnu Tholun di Kairo. Para pejabat negara dan ilmuwan terkenal dicatat untuk dijadikan kelompok pertama penerima pelajaran yang diberikan oleh Abu Hasan Ali bin Muhammad bin an Nu’man al Qairani yang bergelar Qadhi al Qudhdhat (kadi tertinggi) di kerajaan Fathimiyah waktu itu.
Materi pertama yang disajikan adalah mengenai prinsip-prinsip fikih Syi’ah yang terkandung dalam buku al Ikhtisar atau al Iqshar, dan ditulis oleh orang tua Abu Hasan an Nu’man. Pada masa ini yaitu masa pemerintahan al Mu’iz Lidinillah sistem pengajaran terbagi ke dalam empat kelas: kelas pertama: untuk orang-orang yang datang dengan maksud mempelajari Al Qur’an dan penafsirannya, kelas kedua: untuk para mahasiswa yang kuliah dengan para dosen yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan dan mengkaji jawabannya, kelas ketiga: Daarul Hikam yaitu kelas khusus di mana para muballigh datang memberikan kuliah formal pada hari Senin untuk umum dan hari Kamis untuk mahasiswa pilihan, dan kelas keempat: yaitu kelas untuk para pelajar wanita .
Seri kuliah kedua diberikan oleh Mentri Ya’kub bin Killis yang disebut seri Ibnu Killis. Pada tahun 975 M sistim perkuliahan mulai lebih teratur, Ibnu Killis yang juga wazir dari khalifah al Aziz Billah Abu Mansur Nazar mendatangi khalifah dengan usul agar kuliah diadakan lebih teratur dan lebih kontinu. Selain itu Ia juga berusaha menghimpun sekelompok ulama fikih untuk menghadiri pertemuan ilmiah setiap Jum’at sore setelah shalat Ashar. Jumlah ulama yang berkumpul sebanyak 35 orang, dipimpin oleh al A qabah Abu Ya’kub, seorang kadi al Khandaq. Semua biaya ditanggung oleh pemerintah. Keuangan, makanan bahkan termasuk tempat tinggal khusus disediakan tidak jauh dari masjid.
Kuliah yang diberikan Ibnu Killis ini beraliran Syi’ah. Bidang-bidang yang menjadi pokok bahasan ialah ilmu agama dan bahasa seperti ilmu al Qur’an, hadits, ilmu kalam, ushul fikih, ilmu nahu, ilmu sharaf, sastra dan sejarah. Selain itu juga mulai diajarkan ilmu-ilmu umum yaitu logika, kedokteran, ilmu ukur, ilmu falak, ilmu bumi, musik dan sebagainya. Setiap pelajaran diberikan oleh guru yang ahli dibidangnya. Guru duduk dihadapan para murid membacakan pelajaran kemudian berdiskusi dalam masalah yang diperlukan. Di samping itu juga diajarkan filsafat dan ekonomi sebagai pelajaran tambahan .
Guru-guru yang mengajar antara lain; Abu Hasan An Nu’man: dipandang sebagai ahli dalam fikih ahlulbait, ahli sastra dan penyair. Saudaranya Muhammad bin Nu’man juga anaknya Husein bin Nu’man yang pada kelanjutannya menjadi khalifah dinasti Fathimiyah 996-1021 M. Hasan bin Zaulaq seorang ahli sejarah dan ahli fikih. Al Amir Mukhtar Abdul Malik Muhammad bin Abdul Malik bin Ahmad al Hadani seorang mentri pada masa al Hakim Biamrillah, yang mengarang kitab Akhbar Mishr yang merupakan suatu warisan besar. Kitab ini memaparkan sejarah mesir dengan arca-arca yang terdapat di negeri ini. Buku lainnya adalah buku sejarah sastra dan ilmu falak.
Selain kegiatan belajar kegiatan-kegiatan keagamaan juga dipusatkan di sini. Yaitu acara peringatan Maulid Nabi, hari asysyura dan lainnya. Al Azhar juga berfungsi sebagai tempat sidang khalifah, sidang peradilan, dan pertemuan para kadi pada hari-hari tertentu.
Untuk masalah pembiayaan dinasti Fathimiyah menyediakan wakaf untuk mengelola pelaksanaan pendidikan tingkat tinggi di al Azhar ini. Fathimiyah memiliki penghargaan yang sangat tinggi terhadap pendidikan, penguasa sangat memperhatikan pelaksanaan dan berusaha melengkapi fasilitas kegiatan keilmuan. Diantaranya adalah usaha besar al Hakim mendirikan Daar el Hikmah sebagai lembaga penelitian sekaligus perguruan tinggi pada tahun 1005.
Pada masa dinasti Ayyubiah, al Azhar tidak banyak berperan. Disebabkan kerajaan Fathimiyah mempropagandakan ajaran Syi’ah dimana al Azhar sebagai media utamanya sementara dinasti Ayyubiah selaku penguasa saat itu di bawah pimpinan Shalahuddin Al Ayyubi semuanya bermazhab Sunny. Shalahuddin al Ayyubi sengaja menutup dan me-nonaktif-kan fungsi al Azhar untuk mengantisipasi kuatnya paham Syi’ah yang sudah tersebar dan mengakar di Mesir. Bahkan khalifah al Aziz Billah dan al Hakim yang pada masa Fathimiyah memiliki hak untuk menyampaikan ceramah di masjid al Azhar, pada masa Ayyubiah ini dicabut haknya.
Kendatipun begitu pengembangan studi di al Azhar tetap berjalan walaupun lebih banyak bergantung kepada usaha pribadi dan orang-orang yang perduli dengan pengajaran agama. Berbagai pelajar dari negara lainpun berdatangan juga ada kunjungan dan perhatian ulama terkenal. Pada masa pemerintahan putra Shalahuddin; Sultan Aziz Imaduddin Usman (589H/1193H - 594H/1198M) datang beberapa ulama terkenal ke al Azhar : Abdul Latif al Bagdadi datang untuk mengajar ilmu bayan dan ilmu mantik. Syekh as Sahuri. Ibnu al Farid (seorang sufi). Syamsudin Khallikan, mengajarkan sejarah Abu Abdullah al Qudha’i seorang ahli hadits dan sejarah . Ada juga al Hufi seorang ahli bahasa, abu Abdullah Muhammad bin Barakat seorang ahli nahu, dan Hasan bin Khatir al Farisi ahli fikih mazhab Hanafi dan ahli tafsir.
Beralih ke dinasti Mamluk (1250-1517). Al Azhar yang selama hampir satu abad non aktif mulai dibuka kembali. Pembukaan ini atas usulan seorang amir yaitu Izzudin Aismur al Hilli yang bertempat tinggal di sekitar masjid kepada Sultan az Zahir Baybars agar masjid itu difungsikan kembali untuk ummat. Masa ini adalah masa yang sangat sulit penuh kemelut sehubungan dengan penaklukan kota Baghdad oleh tentara Tartar dan pengusiran serta pembantaian umat Islam di Andalusia (Spanyol).
Kehancuran ini justru memberi nafas baru bagi al Azhar, karena para ulama dari Baghdad maupun Spanyol banyak yang menyelamatkan diri ke Mesir dan bernaung di al Azhar. Kegelapan di Baghdad dan Spanyol di sisi lain memberikan cahaya bagi al Azhar. Ulama yang berlindung di sini mulai mengembangkan ilmu mereka dan membuat al Azhar kembali sibuk beraktivitas, seperti diantaranya Ibnu Khaldun yang datang pada 1382 M dan mengajarkan hadits serta fikih Imam Malik.. Pembiayaan proses pendidikan saat ini juga ditanggung oleh penguasa yang secara ikhlas memberikan bantuan dana.
Pada masa dinasti Mamluk ini al Azhar mengalami peningkatan. Dikarenakan penguasa memerintahkan agar berbagai cabang ilmu yang diajarkan itu dibukukan, sehingga banyak ulama yang menuliskan pemikirannya pada masa ini. Untuk setiap buku yang dikarang diharuskan dibubuhi nama amir atau sultan terlebih dahulu. Tehnik penulisan pada masa ini adalah 1. Matan (ringkasan) yang sering dihafal mahasiswa tanpa benar-benar memahami isinya. 2. Syuruh yang menerangkan kandungan matan. 3. Hawasyi (catatan pinggir) yang memiliki makna lebih luas dari syuruh. 4. Taqrir (laporan) berupa komentar atau penjelasan atas masalah tertentu yang terdapat dalam hawasy. Cara penulisan ini juga diterapkan dalam pengajaran dan kondisi pembelajaran seperti ini bertahan sampai masa Usmani. Sistem pengajaran yang dipakai adalah sistim halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran dalam masjid). Seperti lazimnya di sekolah Islam pramodern, di al Azhar tidak ada prosedur izin formal, ruang kelas, bangku, jenjeang, fakultas, silabus mata pelajaran atau ujian tulis. Metode pendidikannya banyak menekankan hafalan dan ulasan, sering tentang ikhtisar dan tafsir.
Penaklukan Usmaniyah atas Mesir pada tahun 1517 telah mengalihkan kekuasaan dan patronase ke Istambul. Mulai masa ini al Azhar mengalami pasang surut bahkan nyaris kehilangan pamornya. Banyaknya mahasiswa dan tenaga pengajar yang pergi meninggalkan Kairo dan harta wakaf al Azhar yang banyak dieksploitasi untuk kepentingan penguasa memicu kemunduran Jami’ah ini . Imperium Usmani ini lebih banyak memfokuskan diri kepada kepentingan militer dan kurang memperhatikan pendidikan. Itulah sebabnya tidak ditemukan adanya ulama yang hadir dari dinasti ini. Kendatipun begitu al Azhar masih mampu bertahan dan muncul sebagai tempat ilmu Islam Arab. Al Azhar juga menjadi penghubung vital antara penduduk yang berbahasa Arab dan elit militer berbahasa Turki.
Pada akhir abad ke17, para syaikh masjid memilih ketua (syaikh al Azhar) sendiri. Syaikh al Azhar selain merupakan jabatan akademis juga merupakan kedudukan politik yang berwibawa. Jabatan ini mulai dibentuk sekitar tahun 925H/1517M. semenjak itu syaikh al Azharlah orang pertama yang berhak memberikan penilaian atas reputasi ilmiah bagi tenaga pengajar, mufti, dan hakim. Dia jugalah yang berhak membagikan harta wakaf, hadiah dan sebagainya. Para syaikh yang mayoritas bermazhab Syafi’i memonopoli jabatan itu dari 1725 hingga 1870. Hal ini merupakan otonomi yang besar karena kaum penguasa saat itu bermazhab Hanafi.
Masa kebangkitan dimulai sejak pendudukan Perancis atas Mesir (1798-1801M). Tiga minggu sejak Napoleon Bonaparte mendarat di Alexandria seluruh Mesir telah jatuh ke kekuasaan Perancis. Napoleon datang membawa perubahan, bersamanya ia membawa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat. Di Kairo Ia mendirikan Institut d’Egypte yang mempunyai empat bagian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi politik, dan sastra seni. Perpustakaan dari lembaga ini besar sekali dan berisi buku-buku bukan hanya berbahasa Eropa, tetapi juga buku-buku ilmiah dalam bahasa Arab dan Persia. Lembaga ini melakukan penelitian ilmiah dan hasilnya diterbitkan dalam majalah La Decade Egyotinne. Napoleon juga membawa percetakan yang disamping berhuruf latin juga berhuruf arab. Ia juga membawa ahli-ahli tentang ketimuran yang mahir berbahasa Arab.
Napoleon memiliki hubungan yang baik dengan para ulama al Azhar dan lembaganya banyak dikunjungi oleh mahasiswa Mesir. Disinilah pertemuan ulama Islam abad ke19 dengan ilmuwan-ilmuwan dari Barat. Dari sinilah para ulama mulai menyadari bahwa dalam bidang pemikiran dan ilmu alam ternyata Muslim sudah jauh ketinggalan. Tetapi hanya sedikit ulama al Azhar yang berfikir bahwa pemikiran dan ilmu yang ilmiah itu harus dipelajari dan diambil alih .
Setelah ekspedisi Napoleon berakhir, Muhammad Ali seorang perwira Turki mengambil alih kekuasaan. Di tangannya Mesir mengalami perubahan progressif. Ia banyak mengirimkan pelajar untuk belajar di Perancis. Sekelompok pelajar diawasi oleh seorang imam, salah satu diantaranya adalah Rif’ah al Thahthawi seorang ulama al Azhar. Selama di Perancis Iapun dengan biaya sendiri ikut mendalami bahasa perancis untuk kemudian mendalami ilmu pengetahuan Barat. Sekembalinya dari Perancis, Ia pun menanamkan ide-ide pembaruan ke al Azhar.
Salah satu idenya adalah pendidikan universal yaitu pendidikan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Ia juga berpendapat bahwa al Azhar perlu memasukkan ilmu-ilmu modern ke dalam kurikulumnya agar bisa menyesuaikan interpretasi syari’at dengan kebutuhan dunia modern. Pintu ijtihad baginya tidak tertutup, karena apabila tertutup akan membawa kepada fatalisme, satu sikap yang juga ditentang keras oleh Thahthawi. Al Thahthawi merupakan pemuka Islam pertama yang menghembuskan angin pembaharuan ke al Azhar.
Mengenai sistem pendidikan di al Azhar sendiri, sebelum 1872 ijazah yang diberikan kepada anak didik di al Azhar tidak melalui ujian, tetapi diberikan melalui keputusan pribadi masing-masing guru, berdasarkan sistem pendidikan yang diatur sebagai berikut: 1. Untuk mata kuliah tertentu terdapat seorang guru besar. Mahasiswa berusaha mendampingi guru besar sampai guru itu meninggal dunia dengan tujuan mendapatkan derajat keilmuan yang sama tinggi seperti gurunya. 2. Mahasiswa bisa mendapatkan nilai pada mata kuliah tertentu sedangkan pada maa kuliah lain ditunda. Mahasiswa bisa menjadi guru pada mata kuliah yang telah lulus dan menjadi murid pada mata kuliah lain yang belum lulus. 3. Setiap mahasiswa yang mempunyai kemampuan dalam mata kuliah tertentu diperbolehkan mengajar mata kuliah itu dan apabila ia dapat menghasilkan fatwa sesuai mata kuliah yang diajarkan maka ia akan mendapatkan ijazah. 4. Setiap mahasiswa bebas memilih mata kuliah yang diminatinya tanpa terkait dengan jadwal kehadiran.
Perubahan mulai terlihat lebih jelas ketika al Azhar dipimpin oleh Syaikh Muhammad Abbasi al Mahdi al Hanafi, rektor ke 21 yang pertama bermazhab Hanafi. Pada bulan Februari 1872 Ia memasukkan sistem ujian untuk mendapatkan ijazah al Azhar. Calon ‘alim harus berhadapan dengan suatu tim beranggotakan 7 atau 6 orang syaikh yang ditunjuk oleh syaikh al Azhar untuk menguji fikih, ushul fikih, tauhid, tafsir, hadits, nahu, sharaf, bayan, mantiq dan bayaan. Kandidat yang berhasil lulus berhak mendapatkan asy syahadah ‘alimiyah atau ijazah kesarjanaan.
Pada tahun 1879 M didirikan perpustakaan untuk membantu memenuhi kebutuhan mahasiswa terhadap buku. Maret 1885 keluar undang-undang mengenai peraturan tenaga pengajar di al Azhar. Seseorang dapat hak mengajar apabila ia telah mengarang buku-buku induk untuk ke dua belas bidang studi diatas.
Usaha pembaruan selanjutnya dilakukan oleh Syekh Mohammad Abduh . Abduh mengajar di al Azhar dan juga di perguruan tinggi Daar Ulum, yang mengembangkan kurikulum modern guna mempersiapkan para fungsionaris untuk birokrasi Negara. Proyek modernismenya bertujuan membebaskan pemikiran religius dari belenggu peniruan buta (taklid) dan membuka jalan bagi reformasi yang akan mengungkapkan kekuatan spiritual Islam secara tepat bagi dunia modern. Abduh melegitimasi program reformasi ini dengan menarik perbedaan seksama antara pesan spiritual esensial Islam dan elaborasinya dalam ketentuan dan hokum sosial. Ia menjelaskan bahwa doktrin fundamental iman kepada Allah, wahyu melalui nabi-nabi yang berakhir dengan Nabi Muhammad, dan tanggung jawab moral dilesarikan oleh para leluhur shaleh (salafus shalih) dan bahwa prinsip ini dapat diabadikan oleh komunitas muslim. Tentu saja, secara ilmiah jika keadaan berubah, formula seperti itu pun dapat diadaptasi dan dimodifikasi untuk kebutuhan baru. Abduh mengarahkan perhatian pada modernisasi kurikulum dan reformasi pengadilan agama. Ia mengeluarkan fatwa progresif tentang membolehkan busana barat, bunga bank dan masalah perceraian .
Maksud kompromi Abduh dengan kekuatan kolonial, dan lebih mendasar dengan proyek westernisasi adalah menegaskan identitas Mesir dan pembebasan melalui reformasi Islam akan tetapi penetrasi barat menenggalamkan usahanya. Ketika Syaikh Muhammad Abduh datang ke al Azhar pertama kali untuk belajar al Azhar berada dalam kondisi kejumudan yang demikian parah. Sangat konservatif, sehingga saking konservatifnya Fazlur Rahmanpun tidak mau melanjutlkan studi ke al Azhar sebaliknya pergi ke Oxford. Fazlur Rahman sangat mengkhawatirkan ketidakkritisan dunia pendidikan al Azhar, sehingga ia mengatakan bahwa al Azhar itu mewakili sosok akhir pemikiran Islam abad pertengahan dengan beberapa modifikasi kecil-kecilan sementara posisi intelektual spiritualnya tetap statis .Pada mulanya usaha ini ditentang oleh ulama konservatif namun akhirnya berhasil dijalankan ketika kepemimpinan al Azhar berada di tangan Syekh an Nawawi yang juga teman dekat Abduh. Berangsur angsur mulai diadakan pengaturan libur yang lebih pendek daripada masa belajar. Uraian pelajaran yang bertele-tele seperti syarah al hawaisy berusaha untuk dihilangkan. Abduh juga memasukkan kurikulum modern seperti fisika, ilmu pasti, filsafat, sosiologi dan sejarah ke al Azhar. Abduh sendiri menjadi orang pertama yang mengajarkan etika dan politik di al Azhar Di samping masjid didirikan dewan administrasi al Azhar (idarah al azhar) dan diangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas syekh al Azhar.
Bersamaan dengan ini dibangun pula riwaq sebagai sarana tempat tinggal para pelajar dari luar Kairo juga para dosennya. Pembangunan riwaq ini juga didanai oleh wakaf. Dalam setiap riwaq ada syaikh dan tunjangan makan, di riwaq yang besar terdapat perpustakaan. Kamar kecil dan kamar tidur. Pada sekitar 1900 terdapat tiga riwaq untuk pelajar di Mesir Bawah, Fayyum, Mesir Atas dan Mesir Tengah. Ada juga riwaq untuk kaum kurdi, Berber, Jawa, India, Afghanistan, Sudan, Suriah, Yaman, Somalia dan Hijaz.
Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1908, jenjang pendidijkan al Azhar dibagi menjadi tiga: pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dengan masa belajar lima tahun masing-masing jenjang. Dibentuk pula Majlis Tinggi al Azhar, organisasi ulama-ulama terkemuka, badan administrasi untuk setiap tingkat pendidikan rendah dan menengah, dana pengaturan kepegawaian.
Selanjutnya melalui UU No 49 tahun 1930, studi di Al Azhar disempurnakan lagi menjadi empat jenjang pendidikan: pendidikan rendah selama 4 tahun, pendidikan menengah selama 5 tahun, pendidikan tinggi selama 4 tahun, dan pendidikan tinggi kejuruan selama 5 tahun. Pendidikan tinggi kejuruan terbagi dua bagian, yaitu pertama kejuruan karier dimana alumninya bergerak di bidang da’wah seprti khatib, imam dan muballig. Sedangkan yang kedua yaitu kejuruan peradilan dimana alumninya bergerak dalam bidang peradilan. Menurut Dodge sebagaimana yang dikutip Mona Abaza bahwa sejak ditetapkannya UU 1930 oleh raja Fuad membentuk al Azhar sebagai universitas sesungguhnya .Fakultas yang ada saat itu adalah fakultas bahasa arab, ushuluddin dan syari’ah. Dari masa ini kata universitas mulai dikenakan kepada al Azhar. Sehingga mulai biasa disebut Jami’ah al Azhar.
Pada masa kepemimpinan syekh Mahmoud Syaltout sebagai rektor al Azhar ke 41 diangkat pada 21 oktober 1958. sebagai rektor universitas Al Azhar ia memiliki peluang besar untuk merealisasi cita-cita dan pemikirannya selama ini tentang al Azhar. Ia memindahkan institut pembacaan al Qur'an ke dalam masjid Al Azhar dengan susunan rencana pelajaran tertentu dalam masalah keislaman. Ini mengembalikan fungsi al Azhar pada posisi sebagai pusat kajian al Qur'an bagi seluruh umat Islam secara bebas tanpa terikat jam dan ujian. Ia juga mendirikan kompleks Universitas al Azhar di samping masjid sebagai tempat tinggal pelajar dilengkapi dengan perpustakaan dan ruang belajar.
Selanjutnya ia mengeluarkan UU pembaruan yang disebut UU Revolusi Mesir tahun 1961 yang mengatur tentang organisasi al Azhar. Juga ditetapkan adanya fakultas-fakultas baru seperti fakultas kedokteran, pertanian, tehnik disamping fakultas keagamaan yang sudah lebih dulu ada. Menurut Syaltut, peraturan baru ini bagi universitas Al Azhar adalah pelaksanaan prinsip-prinsip ulama Islam mengenai kemanusiaan dan penciptaan lapangan kerja bagi anak-anak universitas al Azhar dalam berbagai bidang untuk mewujudkan cita-cita kaum muslimin di seluruh dunia terhadap institut mereka yang kuno itu. Senada dengan Abaza, Rifyal Ka’bah berpendapat bahwa UU ini memberi peluang besar terjadinya perpaduan kembali pendidikan agama dengan pendidikan umum sebagaimana dilalui dalam realitas sejarah pendidikan Islam zaman keemasan . Lembaga-lembaga al Azhar juga telah ditetapkan yang terdiri dari Majelis Tinggi al Azhar, Lembaga Riset Islam, Biro Kebudayaan dan Misi Islam, Universitas al Azhar dan Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah.
Selain itu juga ditetapkan tujuan universitas yaitu: 1 Mengemukakan kebenaran dan pengaruh turas Islam terhadap kemajuan umat manusia dan jaminannya terhadap kebahagiaan dunia dan akhirat. 2 Memberikan perhatian penuh terhadap turas ilmu, pemikiran dan kerohanian bangsa Arab Islam. 3 Menyuplai dunia Islam dan negara-negara Arab dengan ulama-ulama aktif yang beriman, percaya diri, mempunyai keteguhan mental dan ilmu dalam bidang aqidah, syariat dan bahasa al Qur’an. 4 Mencetak ilmuwan agama yang aktif dalam semau bentuk kegiatan, karya, kepemimpinan dan menjadi contoh yang baik, serta mencetak ilmuwan dari berbagai ilmu pengetahuan yang sanggup aktif dalam hikmat kebijaksanaan dan pelajaran yang baik di dalam maupun di luar Republik Arab Mesir, 5 Meningkatkan hubungan kebudayaan dan ilmiah dengan universitas dan lembaga ilmiah Islam di luar negeri.Undang-undang ini juga dianggap sebagai batas pemisah antara al Azhar masa periode khalifah al Muizz Lidinillah dengan al Azhar periode Gamal Abdel Naser.
Pada tahun 1962 al Azhar membuka pintu bagi mahasiswi dengan mendirikan al Azhar Woman’s College yang ditempatkan di gedung-gedung baru dengan jumlah mahasiswi sekitar tiga ribu berdatangan dari berbagai negara Islam. Pada tahun ini perpustakaan al Azhar telah memiliki 7.700 jilid buku sedangkan pada permulaan abad ini sudah mencapai 36.642 jilid buku. 10.932 diantaranya adalah tulisan tangan.
Akan halnya kurikulum, secara substansial kurikulum yang dipelajari sebelum modernisme Islam hampir sama dengan kurikulum di Nizhamiyah dan Haramain. Bahkan menurut Azyumardi Azra pada kurun waktu itu para guru memiliki kecendrungan intelektual yang sama yaitu bertitik tolak pada Islam tradisional . Baru ketika ketertinggalan masyarakat Mesir akan ilmu pengetahuan tersadarkan oleh hadirnya Napoleon dengan kemajuan ilmu pengetahuannya, kurikulum pendidikan mulai bergeser orientasinya.
Pergeseran orientasi kurikulum pendidikan ini dimulai dengan semangat Hellenisme yang dihembuskan Jamaluddin al Afghani . Pembaharuan bisa dikatakan berawal dari sini. Ketika para cendekiawan muslim menyerap semangat hellenisme yang memberikan porsi besar kepada penggunaan akal, mengutamakan sikap rasional dan cenderung kepada ilmu-ilmu sekuler ke dalam jiwa mereka dan mulai meletakkan tonggak bagi perkembangan ilmu-ilmu umum. Mereka antara lain adalah al Kindi, al Farabi dan Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd . Namun awalnya ide hellenis ini ditolak keras oleh kaum semitis, yaitu para ulama konservatif.
Jamaluddin al Afghani yang menurut Ernest Renan seorang kritikus agama dari Perancis merupakan perpaduan antara Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd , yang juga merupakan guru dari Mohammad Abduh merupakan pejuang modernisme yang gigih. Al Afghani datang ke Kairo beberapa tahun menjelang meninggalnya al Thahthawi dan menyerukan hal yang sama. Baginya tidak ada seorangpun yang berhak menutup pintu ijtihad. Pendidikan bersifat universal. Wanita bukan hanya boleh mendapat pendidikan seperti pria tetapi juga boleh bekerja di luar rumah asalkan situasinya cocok untuk itu. Semangat hellenisme itu diturunkan Jamaluddin kepada muridnya yaitu Mohammad Abduh.
Abduh adalah seorang yang bertanggung jawab besar. Ini terlihat dalam upayanya merestorasi al Azhar. Ia berusaha keras sepenuh kemampuannya untuk merubah cara fikir dan stagnasi dunia pendidikan yang jelas-jelas dirasakannya di al Azhar ketika ia belajar di sana. Namun sesuai dengan keyakinan Abduh bahwa “perubahan tak akan disukai” usahanya justru dihalangi oleh penguasa saat itu yaitu Khedive ‘Abbas Hilmi. Pada akhirnya Abduh diangkat menjadi mufti Mesir agar ia tidak bisa menjadi syaikh al Azhar. Kendati begitu apa yang telah dilakukannya ketika mengajar di al Azhar telah memberikan angin segar dan telah mulai merubah siatuasi pendidikan yang semula stagnan. Usahanya tidak terbatas dalam perubahan kurikulum tetapi juga pengaturan administrasi dan sistim pendidikan, yang semuanya itu dilakukan karena Abduh merasa memiliki al Azhar sehingga berkewajiban memajukan al Azhar. Usaha pembaharuan yang dilancarkan Abduh boleh dikatakan berhasil walaupun tidak bisa mengubah al Azhar setaraf universitas Eropa, tetapi Abduh berhasil membuat jumlah mahasiswa yang maju untuk diuji bertambah.
Al Azhar dalam perspektif kontemporer. Banyak yang beralih dari sistem al Azhar ke sekolah negeri pada abad kedua puluh. Pada 1970-1971 hanya 1% siswa sekolah dasar, 2% siswa sekolah menengah, dan 5% mahasiswa al Azhar yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah keagamaan. Seksi da’wah dan bimbingan al Azhar mengirimkan da’i dan penceramah ke seluruh Mesir. Al Azhar mempunyai pers sendiri. Majallah al Azhar berdiri pada 1930 dengan nama asalnya nur al Islam., program Radio Suara al Azhar pada 1959 dan para da’i Azhar kian meramaikan gelombang udara radio dan televisi Mesir.
Sementara di luar Mesir al Azhar dipandang sebagai pejuang Islam Sunni dan bahasa arab. Pelajar lulusan al Azhar dan guru besar al Azhar yang bertugas di luar negeri dibutuhkan untuk membantu mendirikan dan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan di tempat mereka berasal.
Walaupun begitu al Azhar tetap saja konservatif. Al Azhar menjauhi para aktivis Islam, mulai dari al Afghani, sampai Sayyid Quthb dan Hasan al Banna . Kedua pemikir Islam ini adalah alumni Dar el Ulum bukanlah lulusan al Azhar. Dewasa ini pemimpin kelompok-kelompok Islam bukanlah dari komunitas al Azhar. Syaikh-syaikh al Azhar menyebut Islamis radikal sebagai orang Islam yang berpengetahuan dangkal. Dan banyak Islamis radikal menyebut orang-orang al Azhar sebagai ulama resmi, yaitu ulama yang tunduk kepada negara yang membayar mereka.
Azyumardi mengutip Von der Mehden bahwa semenjak penghujung abad ke 20, pengaruh tamatan al Azhar jauh berkurang dari masa-masa sebelumnya. Di mana generasi tamatan al Azhar zaman dulu menempati posisi penting sebagai teknokrat yang ikut serta dalam wacana Islam di dalam negara dan kebanyakan tamatan al Azhar sejak tahun 80an hanya aktif di berbagai pesantren atau sebagai muballigh . Namun begitu setidaknya al Azhar telah berusaha merubah haluan pemikiran pendidikannya. Pada abad ke 20 ini al Azhar sudah mulai memperhatikan hasil-hasil yang telah dicapai oleh sarjana-sarjana ketimuran dalam bidang studi keislaman dan kearaban. Al Azhar mulai memandang perlu mempelajari sistem penelitian yng dilakukan universitas-universitas Barat. Juga mulai mengirim alumninya yang dipandang berkualitas untuk belajar ke Eropa dan Amerika. Tujuannya adalah untuk mengikuti perkembangan ilmiah di tingkat internasional.
Sesuatu yang juga tidak boleh dilupakan adalah jasa al Azhar yang secara tidak langsung telah membangun dan menyemarakkan dunia pendidikan Indonesia melalui putra daerah yang belajar di al Azhar dan menerapkan hasil studinya sekembalinya dari al Azhar. Mengutip pendapat Abaza bahwa alumni al Azhar banyak berperan dalam dunia pendidikan Indonesia. Kemunculan sejumlah lembaga pendidikan modernis di beberapa tempat diprakarsai dan dikelola oleh alumni al Azhar. Lembaga pendidikan ini pulalah yang mendorong terjadinya perubahan sistim pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional. Berikut ini sekilas tentang para azhari yang menyemarakkan dunia penddikan Indonesia.
Hamka, singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah seorang ulama dan penulis Islam Indonesia modern paling produktif. Lahis di Desa Sungai Batang Padang Sumatra Barat pada 17 Februari 1908. tahun 1960 terpilih menjadi imam besar masjid Al Azhar tetapi tahun 1964 ditahan dengan tuduhan terlibat percobaan pembunuhan presiden Soekarno. Ditahan selama 20 bulan di bawah tanah, tetapi selama itu pula beliau berhasil menyusun tafsir Al Azhar sebanyak 30 jilid. Setelah Soekarno turun, Hamka kembali menjadi imam masjid Al Azhar dan menerima gelar kehormatan dari Al Azhar Kairo tahun 1958. selanjutnya menerima elar kehormatan juga dari Universitas Kuala Lumpur tahun 1974. Hamka meninggal tahun 1981 .
Raden Fathurrahman adalah orang Jawa yang belajar di Kairo kemudian mendirikan penerbitan berkala Seruan Azhar. Ia menjadi berpengaruh dalam partai Masyumi setelah perang dunia II dan kemudian menjadi menteri agama. Mahmud Junus, seorang mahasiswa Al Azhar lainnya, menjadi Kepala Bagian Agama setelah kemerdekaan dan selanjutnya menjadi Kepala Bagian Pendidikan Islam. Para lulusan timur tengah lainnya pada umumnya memainkan peranan sampai perang dunia II.
Djanan Thaib adalah mahasiswa Indonesia pertama yang mendapat gelar Alamiyya dari Al Azhar pada tahun 1924 dan kemudian menjadi Redaktur Kepala Seruan Azhar serta pengikut aktif Djami'ah Al chairiah. Ia terpilih menjadi utusan dalam Konferensi Islam pertama di Makkah pada tahun 1926, pada waktu pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn Saud. Djanan meninggalkan Kairo tahun 1926, pergi ke Makkah ditunjuk sebagai 'alim untuk mengajar di Masjidil Haram. Di sana ia membangun Sekolah Indonesia, Madrassa Indonesia Al Makkiah yang bertahan selama 40 tahun. Ia menjadi ketua Majlis Syura Indonesia di Makkah.
Mohammad Rasyidi, dilahirkan pada tahun 1915 di Kotagede. Yogyakarta. Tahun 1931 masuk ke Kairo. Pada 1946 ia menjadi menteri agama yang pertama. Anthony John menggolongkan Rasyidi sebagai kelompok intelektual Muslim yang mapan dengan kecendrungan konservatif.
Kahar Muzakkir, dilahirkan tahun 1903 di Kotagede, Yogyakarta. Ia belajar ke Kairo tahun 1925 dan tinggal selama 12 tahun. Ia adalah pemimpin persatuan Internasional Pemuda Muslim dan ikut serta dalam seruan Azhar. Setelah kemerdekaan ia memainkan pernan penting dalam membangun pendidikan tinggi di Indonesia dan merupakan salah seorang pendiri Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta.
Harun Nasution, baginya kairo merupakan pusat kegiatan politik. Ia anggota aktif persatuan mahasiswa Indonesia. Harun Nasutionlah yang membawa model pendidikan Al Azhar untuk dikembangkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , Fuad Fachruddin, dilahirkan 18 agustus 1918 di Bukittinggi. Ia masuk ke Nizhamiyah Al Azhar pada usia 12 tahun. Fachrudin lebih konservatif daripada Harun Nasution. Ia memiliki kecurigaan yang besar terhadap ilmu-ilmu Barat. Walaupun ia dan Harun Nasution berasal dari generasi yang sama, tetapi mereka berlainan dalam pandangan ini mungkin dikarenakan Harun Nasution lebih banyak mendapat sentuhan pendidikan Barat.
Jusuf Saad,dilahirkan pada tahun 1919 di Padang,. Datang ke Kairo tahun 1938 pada usia 19 tahun. Awalnya Ia mendaftar di Al Azhar tetapi pada tahun 1940 ia mendaftar di Universitas Kairo karena menurutnya Universitas Kairo lebih modern dan terorganisasi secara lebih baik.
Abdurrahman Wahid, dilahirkan pada tahun 1940. sejak 1964 telah beberapa kali Ia terpilih sebagai ketua Nahdhatul 'Ulama. Pada tahun 1964 dikirim ke Kairo dengan beasiswa pemerintah dan tinggal di sana hingga 1966. Lalu berlanjut belajat ke Baghdad dan Irak sampai tahun 1970. Walaupun Ia tidak pernah selesai studinya di Al Azhar tetapi Ia sangat fasih berbahasa Arab dan mengetahui secara luas kehidupan dan perkembangan pendidikan di Kairo.
Nama-nama di atas tentu hanya sebagian dari begitu banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di al Azhar. Masih banyak nama-nama lain yang juga memiliki andil dalam mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia, hanya saja karena mereka hanya berscope kecil sehingga tidak begitu tercatat dalam sejarah. Banyak lulusan al Azhar itu yang pulang ke Indonesia dan membangun pesantren dan sebagian besar sistem pengajarannya mengadopsi siem pelajaran almamater mereka yaitu al Azhar.
PENUTUP
Al Azhar telah berhasil menjadi universitas yang memberikan kontribusi demikian besar terhadap dunia pendidikan Islam. Walaupun dalam realitas sejarah perjalanannya banyak diwarnai pasang surut terkadang bersinar terkadang kelam, namun sampai hari ini al Azhar masih bisa mempertahankan eksistensinya sebagai universitas yang sangat mengutamakan pendidikan ilmu-ilmu agama.
Apabila saat ini al Azhar mulai melirik perkembangan pendidikan dunia barat, itu adalah salah satu strategi agar ilmuwan al Azhar tidak menjadi ilmuwan yang terbelakang dalam hal ilmu-ilmu pengetahuan umum. Memasukkan ilmu-ilmu pengetahuan umum dalam kurikulum adalah bukti kepedulian al Azhar terhadap perkembangan pendidikan dan untuk membuktikan bahwa sesungguhnya tidak ada dikotomi ilmu dalam Islam.
Di sisi lain, al Azhar dikecam tidak lagi menghasilkan scolar yang fasih menguasai bahasa Arab dan mahir membaca serta memahami kitab Alfiyah Ibnu Malik, tuduhan ini dilontarkan oleh kalangan pers . Hal ini disebabkan karena al Azhar menerima mahasiswa yang "cacat" tanpa dirinci apa kecacatan yang disebutkan. Namun di sisi lain tetap saja Al Azhar dianggap sebagai pusat studi Islam yang kualitasnya masih dapat diperhitungkan secara skala internasional.
Pengajaran dan pendidikan ilmu agama yang berlangsung di al Azhar sampai saat ini masih bernuansa konservatif walaupun tidak terlalu kental. Namun begitu tetap saja al Azhar dicap sebagai benteng ortodoksi Sunny –walaupun, sekali lagi- oleh sebagian kalangan..
Wallaahu A’lam bish Shawaab….
DAFTAR PUSTAKA
Abaza, Mona, Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi; Studi Kasus Alumni al Azhar. Terj.(Jakarta: Pustaka, 1999)
Arief, Armai Dr, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung: Angkasa, 2005),
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Cet. Ke 2. Hal. 200.
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern –Terj, (Jakarta: Mizan, 2002), Cet. Ke 2
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999)
Fadjar, Malik A, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999)
Hasan, Ilyas (pentrj.) Pioneers of Islamic Revival, Terj. (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke 2
Jurnal PERTA, Vol 2
Madjid, Nurcholis , Islam Agama Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 2000), Cet. II
Nasution, Harun, Prof Dr, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1998),
------------------------------, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Cet 12
Nata, Abudin Prof, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Nawawi, Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Jakarta: Paris,1999)
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, studi atas pemikiran hukum Fazlur Rahman.(Bandung: Mizan, 1996)
Taufik, Akhmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
Diposting oleh miss_dzaa 1 komentar
Label: Makalahku